Perkawinan Anak Merebak, Dispensasi Nikah Kian Marak


Oleh : Anindia Safitri

Kasus perkawinan anak di Nusa Tenggara Barat (NTB) masih terbilang tinggi bahkan menjadikan NTB urutan ke-2 secara nasional. Pemerintah Provinsi NTB mencatat sebanyak 1.870 anak mengajukan dispensasi nikah sepanjang 2021-2022. Data itu dihimpun dari sepuluh kabupaten/kota di provinsi itu. (https://www.detik.com/bali/nusra/d-6575803/satu-dua-anak-ntb-menikah-dini-setiap-hari.)

Beberapa faktor masih menjadi penyebab perkawinan anak diantaranya, kondisi pandemi Covid, rendahnya ekonomi dan pendidikan orang tua, tradisi budaya hingga pergaulan bebas. Dengan penyebab yang begitu kompleks, pemerintah mengambil tindakan dengan menaikkan batas usia pernikahan yang sebelumnya minimal 16 tahun bagi perempuan menjadi 19 tahun baik bagi laki-laki dan perempuan di dalam UU No. 16 Tahun 2019.

Meski batas usia pernikahan sudah dinaikkan ternyata tidak juga menurunkan kasus perkawinan anak bahkan dapat diajukan dispensasi sebagaimana data yang beredar. Fenomena ini terjadi justru karena sekularisme yang menjauhkan remaja dari aturan Islam, yang melahirkan gaya hidup hedonisme dan liberal. 

Hedonisme membuat remaja sibuk mengejar kesenangan, foya-foya, mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya, memuaskan syahwat dengan berpacaran hingga berujung pada perzinaan. Adapun liberal membuat remaja bebas berbuat semaunya tanpa peduli halal-haram. 

Akibatnya tidak ada lagi batasan interaksi antara laki-laki dan perempuan. Pakaian terbuka, berdua-duaan dan bercampur baur dengan yang bukan mahram, serta tabarruj (bersolek berlebihan) yang tampak pada remaja saat ini. 

Kondisi remaja yang demikian tidak boleh dibiarkan terus seperti ini. Identitas sebagai seorang muslim harus dikembalikan pada diri remaja. Sebab kelak generasi muda inilah yang akan menjadi penerus kepemimpinan umat.


Islam Menjaga Generasi Muda

Islam tidak membatasi usia pernikahan. Namun, tidak lantas membiarkan remaja muslim menikah tanpa adanya bekal serta pondasi yang kokoh. 

Islam mempunyai pilar-pilar perlindungan untuk menjaga generasi dari paham maupun gaya hidup hedonisme dan liberal. 

Pertama, ketakwaan individu dibentuk melalui sistem pendidikan Islam dengan asas akidah Islam. Membentuk remaja muslim mempunyai pola pikir dan pola sikap Islami. Termasuk di dalamnya persiapan menikah. 

Kedua, masyarakat yang bertaqwa. Penjagaan dan pengontrolan keluarga dengan lingkungan masyarakat sangat berperan dalam menjaga pemuda agak tidak terjerumus dalam pergaulan bebas. 

Ketiga, negara yang menerapkan syariat Islam. Negara mencegah masuknya konten yang dapat menstimulus naluri seksual pada media. Negara juga menerapkan sistem sanksi Islam sebagai wujud preventif dan kuratif.

Sinergi antara ketiga pilar inilah yang akan menjaga generasi dari fenomena perkawinan anak yang disebabkan oleh pergaulan bebas. 




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar