Remisi Tak Memberi Efek Jera


Oleh : Ummu Nasywa

Ada angin segar bagi pelaku kriminal menjelang hari raya ‘idul fitri tahun ini. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemkumham) menyebut,146.260 dari 196.371 narapidana yang beragama Islam di Indonesia menerima remisi khusus (RK) Idul Fitri 2023. Sebanyak 66.886 di antaranya merupakan pelaku tindak pidana umum. Direktorat Jenderal Hukum dan Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kemkumham menyampaikan, 661 napi menerima RK II atau langsung bebas.

Menurut Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) NTB Romi Yudianto, Sebanyak 2.084 narapidana (napi) dan 42 anak binaan di NTB mendapatkan remisi atau potongan masa tahanan khusus Idulfitri 1444 H/2023. penerima remisi telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan, baik secara administratif maupun substantif. Ia menambahkan, remisi merupakan hak setiap warga binaan pemasyarakatan (WBP) yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yang sedang menjalani pembinaan di Lapas maupun Rutan (https://radarlombok.co.id/2-084-napi-dan-42-anak-binaan-dapat-remisi.html).

Banyak kalangan yang tidak sepakat terkait pemberian remisi tersebut. Diantaranya Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menyayangkan adanya pemberian remisi, bahkan meminta mencabut remisi bagi narapidana terutama bagi para napi yang tersandung kasus korupsi. Potongan masa tahanan yang di berikan justru tidak akan membuat para koruptor jera melakukan korupsi.


Sanksi dalam Sistem Sekuler Hari Ini

Terlepas dari adanyanya remisi atau tidak, berbagai sanksi yang diberikan terhadap nara pidana hari ini tak mampu memberi efek jera bagi pelakunya kecuali yang mereka masukkan sebagai anggota teroris. Tindak kriminal yang dilakukan semakin meningkat bahkan penjara tidak mampu lagi menampung para pelaku kriminal ini. Apalagi jika narapidana yang tersandung kasus korupsi, sudah menjadi ‘rahasia’ umum beberapa pelaku tindak korupsi ditemukan dalam sel tahanan yang mewah layaknya hotel. 

Hal ini jelas bertentangan dengan kondisi tempat tahanan yang seharusnya memberi efek jera. Tapi dalam beberapa kasus besar, para koruptor mampu menyulap sel tahanan layaknya hotel.


Sistem Sanksi dalam Islam.

Sanksi yang diberikan kepada pelaku kriminal semestinya menimbulkan efek jera. Dalam Islam, sanksi berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus dosa). Fungsi zawajir semata-mata agar pelaku kriminal tidak melakukan tindakan kriminal lagi dan berfikir seribu kali untuk mengulangi kesalahan yang sama. Sedangkan fungsi jawabir adalah ketika pelaku kriminal menerima sanksi yang diberikan di dunia sesuai dengan yang ditetapkan Allah dan Rasulnya maka kelak ia akan terbebas dari sanksi Allah di Akhirat.

Inilah keunggulan sistem sanksi dalam Islam. Meskipun ia memiliki kesempatan melakukan pencurian, ia akan berfikir seribu kali untuk mencuri ketika dia mengingat hukum potong tangan menanti mereka. Mereka takut berzina karena hukum rajam dan jilid diberlakukan untuk pelakunya.

Berbeda dengan sistem sekuler hari ini, selain adanya peluang berbuat maksiat, sanksi yang diberlakukan atas mereka tak jarang membuat mereka melakukan tindakan kriminal lagi.

Wallahua’lam bishowwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar