Oleh : Rembulan Purnama Sari (Aktifis Muslimah & Pegiat Literasi)
Dikutip dari CNBC Indonesia, sudah menjadi tradisi bagi umat Muslim di Indonesia untuk berkumpul bersama keluarga di Hari Raya Idul Fitri. Bukan cuma keluarga inti, namun juga keluarga jauh dan kerabat.
Sayangnya, di momen Lebaran 2023, virus covid-19 kembali melonjak. Kementerian Kesehatan meminta agar masyarakat kembali menggunakan masker hingga menjalani hidup sehat. Hal ini menyusul adanya lonjakan kasus Covid-19 dari varian Arcturus dari India.
Dari data terkini juga menunjukan angka kematian naik menjadi 13 kasus dari sebelumnya 12 dan kasus aktif pun naik menjadi 10.881 dari sebelumnya 10.448. Sedangkan pasien yang dirawat dalam rata-rata tujuh hari terakhir mengalami kenaikan menjadi 1.617, dari hari sebelumnya 1.573. Walaupun kasus baru mengalami penurunan ke 1.145 kemarin dari hari sebelumnya 1.242.
Pada halaman resmi WHO, kemarin pada hari Jumat (22/4/2023), varian Acturust yakni XBB.1.16 telah menjadi varian of interest. ArcturusArcturus, yakni nama yang diambil dari nama bintang yang paling terang di belahan bumi utara pertama kali terdeteksi di India pada 23 Januari, dimana diyakini telah memicu lonjakan kasus baru-baru ini.
Zubairi Djoerban, seorang peneliti dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Subspesialisasi, Hematologi Onkologi Medik, melalui akun twitternya pada hari Minggu (23/4/2023) bahkan menjelaskan mengenai fakta-fakta dari hegemoni Ainterest.
Zubairi menjelaskan bahwa varian ini telah menyebar ke 16 negara. Sedangkan jika melansir dari pemberitaan Healthline (18/4/2023), diketahui bahwa varian ini telah hadir di 29 negara. Varian ini membuat Singapura diterjang gelombang pandemi yang ke-10.
Di India, diketahui bahwa kenaikan kasus dalam 14 hari naik hingga 281 persen. Bahkan diketahui bahwa tingkat kematian pasien meningkat 17 persen di negara tersebut.
Terkait penanganan pandemi corona tahun lalu, pemerintah tidak maksimal dan terarah dalam membuat kebijakan. Ketidaktegasan penguasa dalam mengambil keputusan mengesankan penguasa tidak memiliki tujuan dan arah yang jelas dalam upaya menangani pandemi corona. Penguasa hanya beralih dari satu wacana ke wacana yang lain tanpa adanya langkah yang nyata.
Pemerintah percaya bahwa kebijakan lockdown tidak efektif. Yang kemudian pemerintah lakukan adalah menganjurkan physical distancing. Wacana-wacana yang kemudian muncul adalah karantina wilayah.
Presiden Jokowi memutuskan untuk menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pasalnya, kebijakan tersebut dinilai jauh dari ekspektasi, terutama dari pihak-pihak yang menginginkan karantina wilayah sebagai solusi alternatif.
Begitu abainya pemerintah akan penanganan covid varian baru ini. Kebijakan yang di keluarkan tidak relavan dengan fakta yang ada. Dalam sistem sekularisme saat ini alih-alih pemberian vaksin booster tidak efektif bahkan bermutasi hingga membentuk varian baru. Pemerintah pun gagal menerapkan karantina (lock down) hingga pengabaian menggunakan masker tidak di hiraukan dan menganggap sepele di kalangan masyarakat.
Kesiapan negara untuk menangani covid sangat dibutuhkan, bukan hanya peringatan kewaspadaan namun juga pada penanganan dan hal terkait lainnya.
Islam memiliki mekanisme yang jelas dan amaapuh dalam menangani wabah, baik dari sisi aturaan karantina, maupun jaminan pengobatan.
Berbeda dengan sistem khilafah, pada dasarnya sistem khilafah sudah memiliki cara untuk menghentikan penularan dan mutasi virus, sehingga sebuah wabah tidak akan menjadi pandemi. Dalam Negara Islam (Khilafah), Pemerintah akan selalu terikat dengan tuntunan syariah, termasuk dalam mengatasi wabah.
Pemerintah akan bekerja keras dan serius untuk membatasi wabah penyakit di tempat kemunculannya sejak awal. Sehingga tidak akan ada muncul virus baru ataupun pandemi baru di suatu negara. Salah satunya dengan proses karantina wilayah terdampak. Dalam hal ini Nabi Saw. bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا
"Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, janganlah kalian memasukinya. Jika wabah terjadi di tempat kalian berada, jangan kalian tinggalkan tempat itu." (HR al-Bukhari)
Rasul saw. pun bersabda:
الطَّاعُونُ رِجْزٌ أَوْ عَذَابٌ أُرْسِلَ عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَوْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَإِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلَا تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلَا تَخْرُجُوا فِرَاراً مِنْهُ
"Tha’un itu azab yang dikirimkan Allah kepada Bani Israel atau orang sebelum kalian. Jika kalian mendengar Tha’un menimpa suatu negeri, janganlah kalian mendatanginya. Jika Tha’un itu terjadi di negeri dan kalian ada di situ, janganlah kalian keluar lari darinya." (HR al-Bukhari).
Metode karantina di dalam negara Islam ini telah mendahului semua negara. Ini pula yang dilakukan oleh Khalifah Umar ra. saat terjadi wabah Tha’un pada era kepemimpinannya. Inilah yang seharusnya diteladani oleh para pemimpin Muslim saat menghadapi wabah.
Ketika wabah telah menyebar dalam suatu wilayah, negara wajib menjamin pelayanan kesehatan berupa pengobatan secara gratis untuk seluruh rakyat di wilayah wabah tersebut. Negara harus mendirikan rumah sakit, laboratorium pengobatan dan fasilitas lainnya untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat agar wabah segera berakhir. Negara pun wajib menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, khususnya kebutuhan pangan rakyat di wilayah wabah tersebut. Adapun orang-orang sehat di luar wilayah yang dikarantina tetap melanjutkan kerja mereka sehingga kehidupan sosial dan ekonomi tetap berjalan.
Inilah langkah-langkah sahih yang akan dilakukan oleh negara yang menerapkan syariah Islam secara kaffah. Oleh karena itu, tidak heran jika sistem Islam (khilafah) menjadi suatu sistem yang sangat dirindukan oleh ummat karena kecekatannya dalam menjalankan tugas untuk mengurusi urusan ummat khususnya pada saat terjadinya pandemi seperti saat ini. (Sumber/ tinta siyasi.com)
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar