Oleh : Ummu Umaroin (Aktivis Dakwah)
Dilansir dari CNBC Indonesia, Bank Dunia merekomendasikan kepada pemerintah Indonesia supaya mengubah acuan tingkat garis kemiskinan yang diukur melalui paritas daya beli atau purchasing power parity.
Menurut mereka, seharusnya garis kemiskinan di Indonesia diukur dengan paritas daya beli melalui besaran pendapatan sebesar US$ 3,20 per hari, bukan dengan ukuran yang pemerintah gunakan sejak 2011 sebesar US$ 1,9 per hari
Merespons itu, Sri Mulyani mengatakan, ukuran garis kemiskinan yang disarankan Bank Dunia itu belum bisa menggambarkan kondisi perekonomian masyarakat Indonesia. Selain itu, jika ukuran garis kemiskinannya di naikkan malah menyebabkan 40% masyarakat malah tergolong orang miskin.
"Ibu Satu Kahkonen (Country Director World Bank Indonesia) katakan di speechnya ketika anda dapat menurunkan kemiskinan ekstrem menjadi nol tapi garis kemiskinan anda adalah US$ 1,9, anda harus gunakan US$ 3. Seketika 40% kita semua menjadi miskin," kata Sri Mulyani dalam acara World Bank's Indonesia Poverty Assessment di The Energy Building, SCBD, Jakarta, Selasa (9/5/2023).
Kapitalis Penyebab Kemiskinan
Mengenai data kemiskinan di Indonesia bukan kali ini saja menjadi suatu hal yang harus dipermasalahkan. Selama negeri ini masih mengemban demokrasi maka data kemiskinan tidak akan pernah turun apalagi sampai 0%. Indonesia tidak mampu mengatasi permasalahan kemiskinan selama masih berpaham kapitalisme. Walaupun penguasa mempunyai berbagai proyek yang kata nya untuk mensejahterakan rakyat, memberikan lapangan pekerjaan untuk rakyat namun pada kenyataannya semua proyek hanya untuk para investor asing dan Aseng, rakyat hanya sebagai buruh yang diberi gaji tak layak.
Tingginya harga kebutuhan pokok tidak sebanding dengan penghasilan, sehingga sulit bagi rakyat untuk memenuhi kebutuhan pangan dengan nutrisi yang cukup. Belum lagi masalah gizi buruk pada anak makin tinggi dan angka kelaparan bagi warga miskin juga semakin tidak terkendali. Bahkan, banyak yang hanya mampu makan sekali dalam sehari. Lagi pula, kebutuhan pokok bukan hanya makanan, ada kebutuhan sandang dan papan yang juga harus dipenuhi oleh warga miskin. Dan ini semua belum mampu direalisasikan oleh pihak pemerintah.
Keluarga yang tidur di gerobak, di bantaran sungai dan kolong jembatan, juga menjadi fakta yang tidak terbayangkan bahwa kebutuhan papan rakyat Indonesia masih belum terpenuhi. Yang ada dalam pikiran mereka para pemerintah adalah mengembangkan infrastruktur, bangunan gedung-gedung apartemen untuk mengundang para korporasi asing dan Aseng. Inilah bentuk kezaliman negara terhadap rakyatnya.
Islam Mensejahterakan Rakyat
Islam memiliki mekanisme untuk menjamin kesejahteraan rakyat dan menjauhkannya dari kemiskinan. Islam memandang persoalan kemiskinan sebagai persoalan manusia, bukan persoalan ekonomi atau lainnya. Walhasil, fokus penyelesaiannya adalah pada tersolusinya persoalan kemiskinan, individu per individu. Negara adalah pihak sentral yang akan menyelesaikannya.
Definisi "miskin" di dalam Islam adalah seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan primernya, yaitu sandang, pangan dan papan. Ukurannya tidak dipukul rata seperti halnya pengukuran garis kemiskinan bahwa manusia adalah makhluk sosial yang memiliki perbedaan. Sebagai pihak sentral, negara akan melakukan berbagai langkah untuk mengentaskan kemiskinan.
Pertama : Menjamin pemenuhan kebutuhan primer dengan memastikan setiap laki-laki (yang mampu bekerja) tidak berstatus pengangguran. Artinya, penciptaan lapangan kerja adalah kewajiban negara, bukan swasta.
Jika laki-laki tersebut tidak sanggup bekerja, atau pun sanggup bekerja, tetapi tidak mampu menutupi kebutuhan primer diri dan keluarganya, baik karena cacat, sakit dan lain-lain. Islam mewajibkan kerabatnya untuk membantu memenuhi kebutuhannya. Jika kerabatnya pun tidak sanggup, maka negaralah yang akan turun tangan langsung.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, bersabda; "Siapa saja yang meninggalkan harta, maka harta itu untuk ahli warisnya. Dan siapa saja yang meninggalkan Kalla (orang lemah yang tidak memiliki anak dan tidak juga orang tua), ia menjadi kewajiban kami." (HR. Muslim)
Jadi, apabila kas Baitul Mal kosong, kewajiban menafkahi warga miskin jatuh kepada kaum muslim secara kolektif. Dengan demikian kemiskinan dan ketimpangan akan cepat terselesaikan.
Kedua : Mengatur regulasi kepemilikan. Negara tidak akan memberikan harta rakyat dikuasai asing dan Aseng. Sebab, kepemilikan barang umum haram oleh swasta, apalagi asing dan Aseng. Aturan ini akan menghasilkan pemasukan negara yang melimpah dari pengelolaan sumber daya alam sebab negara sendirilah yang mengelolanya.
Ketiga : lapangan pekerjaan akan terbuka lebar, sebab pengelolaan industri hulu oleh negara akan membuka lapangan kerja yang luas. Kebijakan yang independen akan memudahkan rakyat untuk bekerja tanpa takut dibanjiri Tenaga Kerja Asing dan Aseng. Begitu pula dengan pembangunan infrastruktur, semata-mata untuk kemaslahatan umat dan keselamatan kerja, bukan sekedar menciptakan iklim investasi asing dan Aseng.
Demikianlah sistem Islam memberikan kesejahteraan untuk rakyat, dan ini bisa kita realisasikan di negara Indonesia bahkan seluruh dunia, dengan mengembalikan aturan kepada aturan Allah Subhanahu wa ta'ala, dalam sistem Khilafah.
Wallahu 'alam bishowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar