Oleh: Yuni Indawati (Jembrana-Bali)
Keadaan umat saat ini begitu memprihatinkan. Secara kekayaan alam, negeri ini dikatakan surga dunia sebab alamnya yang beraneka ragam. Tetapi kekayaan itu tidak bisa memberikan kemakmuran bagi rakyatnya, justru membuat rakyat menderita.
Berbagai kebijakan dibuat tak masuk akal, tidak transparan, bahkan terlihat tergesa-gesa. Akibatnya, hutang negara semakin menggunung, kekayaan negeri dikuasi asing, aseng dan asong, lapangan pekerjaan semakin sulit, UMR tak bisa dijadikan jaminan, fasilitas negara banyak yang berbayar dan sejumlah keluhan yang lainnya.
Di saat seperti ini, para dewan yang seharusnya menjadi perwakilan rakyat untuk membantu memberikan penyelesaian dalam menetapkan UU, tetapi justru UU yang mereka buat berpotensi merugikan masyarakat. Tambah pula kecewa hati masyarakat. Dalam hati kecilnya, masyarakat pasti menginginkan perubahan yang hakiki yang dapat mensejahterakan kehidupan, tetapi mereka belum tahu harus berharap kepada siapa lagi. Alhasil, terombang-ambing dengan arus yang sudah ada yakni pemilu salah satu contohnya.
Setiap lima tahun sekali, pemilu selalu diadakan untuk mencari perubahan yang hakiki. Masyarakat diminta memilih calon-calon wakil rakyat yang dapat melanjutkan roda kekuasaan dengan baik. Akan tetapi, sejak pertama kali dilaksanakan pemilu hingga sekarang, bukannya membaik justru semakin memburuk.
Tentu kerusakan saat ini dikarenakan ideologi kapitalis yang diusung oleh negeri ini. Akibatnya, pemisahan agama dari kehidupan jelas nyata adanya. Masyarakat dibolehkan mengambil syariat yang dia suka, tetapi sebatas ibadah saja untuk mendekatkan diri kepada Allah. Selain perkara ibadah, maka harus dipisahkan, diambil untuk diri sendiri tetapi tak boleh ditampakkan di khalayak umum.
Padahal dalam melaksanakan syariat Islam, umat tidak boleh pilih-pilih. Harus selalu berusaha mengaitkan kehidupannya dan terikat dengan syariat secara sempurna (kaffah). Sejatinya tidak ada yang sulit jika mau mengambil semua aturan Islam, hanya saja karena dikotak-kotakkan, sehingga terlihat ketimpangan hukum.
Keberadaan ideologi kapitalis inilah yang menjauhkan manusia dari Sang Pencipta. Senantiasa melemahkan aqidah dan keimanan seorang muslim, yang membuatnya jauh dari rasa takut kepada Allah. Poros kehidupannya berubah pada orientasi materi yang menggila. Aturan yang dilaksanakan adalah aturan yang dibuat dan dilanggarnya sendiri.
Maka benar bahwa pembentukan karakter seorang muslim hanyalah bisa dilaksanakan di suasana Islam. Alamiahnya muslim ya hidup dalam kehidupan Islam. Sehingga umat harus sadar bahwa saat ini ideologi yang digunakan bukan dari Islam, maka harus kembali dulu pada aturan Islam supaya perubahan yang hakiki itu bisa didapatkan.
Islam datangnya dari Allah SWT yang Maha Kuasa, Dia lebih tahu cara mengatur kehidupan ini karena Allah-lah yang menciptakan kehidupan ini. Dia lebih tahu apa yang terbaik untuk hambaNya, sehingga seorang hamba secara individu, bermasyarakat dan bernegara dalam menjalankan roda kehidupan haruslah terikat dengan hukum Allah. Inilah yang akan menjadi keberkahan dalam kehidupan individu, masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Allahu a' lam bisowab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar