Bencana Kekeringan Menanti, Islam Selamatkan Negeri


Oleh : Ummu Syifa (Pemerhati Perempuan dan Generasi)

Kewaspadaan terhadap bencana kekeringan telah melanda berbagai negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Saat ini, Indonesia telah memasuki musim kemarau. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memberi peringatan bahwa Indonesia akan menghadapi musim kemarau yang lebih lama dan akan terjadi kekeringan panjang akibat fenomena El Nino yang diprediksi terjadi pada Juli sampai akhir tahun 2023. (katadata.co.id, 11/06/2023).

Bencana kekeringan dinilai sangat menakutkan karena berdampak pada berkurangnya sumber air minum, sumber air untuk kehidupan sehari-hari, tanaman banyak yang mati sehingga produktivitas pangan akan menurun, kebakaran hutan, dan lain-lain. Pemerintah pun saat ini telah menghimbau kepada masyarakat untuk menghemat penggunaan air, membuat cadangan air seperti membuat kantong-kantong penampungan air hujan dengan optimalisasi kembali waduk-waduk, bendungan dan lain-lain. Untuk ketahanan pangan pemerintah pun telah mengingatkan agar mempercepat impor beras.

Namun, upaya-upaya tersebut tidak akan berhasil menghadapi bencana kekeringan, selama kebijakan pemerintah terhadap pengelolaan hutan, sumber daya air dan penyediaan pangan tidak berubah. Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini telah menjadikan kekayaan hutan, gunung yang menyimpan sumber-sumber air dan cadangan makanan rakyat dikelola dan dinikmati oleh segelintir orang tanpa mempedulikan nasib dan kebutuhan rakyatnya. Pemberian konsesi kepada perusahaan-perusahaan swasta telah menyebabkan deforestasi (penebangan hutan) secara besar-besaran. Dieksploitasinya sumber-sumber air  sehingga terjadi kerusakan hutan dan menipisnya cadangan air. Kerakusan dan ketamakan manusia telah memberi andil terhadap kerusakan lingkungan dan alam. 

Seharusnya, Indonesia yang mempunyai sumber-sumber mata air jernih di pegunungan dan hutan tropis yang lebat, pertanian dan perkebunan yang subur mampu untuk mencegah,  mengantisipasi dan menanggulangi bencana. Bahkan, lebih jauh lagi Indonesia bisa membuat sistem ketahanan pangan tersendiri yang mendukung kemandirian sehingga tidak bergantung kepada pangan impor. Namun, tata kelola kapitalis yang mengeruk kekayaan alam tanpa memperhatikan dan menjaga kelestarian lingkungan alam telah menjadikan negeri ini rusak. Penuh bencana seperti longsor, banjir, kekeringan, kebakaran hutan, dan lain-lain yang memperlemah negeri ini  menjadi tidak mandiri, tergantung pada negara lain dalam pemenuhan pangannya serta menjadi sumber kesengsaraan bagi rakyatnya. Sudah saatnya, kita campakkan sistem kapitalis ini.

Adapun, Islam memandang bahwa bencana apapun termasuk kekeringan merupakan fenomena alam yang harus dihadapi dengan kesabaran disertai keridaan terhadap takdir Allah Swt.. Negara sebagai pihak yang diberi amanah untuk mengurusi rakyatnya berkewajiban melakukan berbagai cara agar mampu meminimalisir dampak bagi rakyatnya dengan melakukan kebijakan pencegahan, penanggulangan, dan sistem peringatan dini terhadap rakyatnya. 

Dalam Islam sumber-sumber air, hutan, dan kekayaan milik umum tidak boleh diberikan dan dikelola oleh individu atau swasta namun dikelola oleh negara untuk kemaslahatan rakyatnya secara umum. Rasulullah saw. bersabda  yang artinya, "Manusia berserikat dalam tiga perkara yaitu air, padang rumput, dan api." (HR. Abu Dawud dan Ahmad).

Adapun, di dalam pengelolaan sumber daya alam akan  diperhatikan bagaimana dampaknya bagi lingkungan. Sumber daya alam akan diambil dengan tetap menjaga keramahan lingkungan dan tidak merusak alam. Ketika bencana terjadi, negara akan meriayah rakyatnya dengan maksimal sekaligus memastikan kebutuhan seluruh rakyatnya terpenuhi orang per orang. Negara akan menjamin tercukupinya kebutuhan rakyat seperti air bersih,  pangan dan lain-lain. Oleh karena itu, hanya Islam yang mampu menyelamatkan negeri ini dari kerusakan dan bencana termasuk bencana kekeringan di dalamnya.

Sudah saatnya mengembalikan tata kelola kehidupan dunia ini kepada Islam. Penerapan Islam secara kafah dalam seluruh aspek kehidupan akan menghantarkan umat menuju kehidupan yang  penuh rahmat, berkah, dan rida Allah Swt..

Wallahu a’lam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar