Harga Telur Bikin Menangis, Isi Dompet Semakin Tipis. Why?


Oleh : Anindya Vierdiana

Tak dapat di elakkan jika telur ayam menjadi kebutuhan pokok pangan, kebanyakan masyarakat pun mengganggap telur sebagai salah satu alternatif pilihan bahan pokok pangan yang enak, praktis dan terjangkau. Namun akhir-akhir ini harga telur tak seramah dulu, harga telur semakin bikin menangis, yang membuat isi dompet kian tipis. Tak hanya ibu rumahtangga, pedagang sayur hingga penjual nasi pun ketar-ketir akibat meroketnya harga telur di pasaran. 

Melansir dari Kumparan.com bahwa harga telur ayam terus merangkak naik beberapa waktu terakhir. Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (DPP IKAPPI) Reynaldi Sarijowan mencatat, per Kamis 18/5/2023 harga telur ayam di Jabodetabek pada kisaran Rp31.000—34.000 per kilogram, di luar Pulau Jawa atau di  bagian timur Indonesia mencapai Rp38.000 per kilogram, bahkan ada yang lebih dari Rp40.000 per kilogram. 

Harga telur mengalami kenaikan sejak beberapa minggu terakhir yang disebabkan oleh dua hal, yakni faktor produksi dan proses distribusi. Faktor produksi, harga telur saat ini turut dipengaruhi oleh harga pakan yang tinggi. Adapun proses distribusi, terjadi ketidaksesuaian dalam Pendistribusiannya.


Ketidaksesuaian Pendistribusian Telur Penyebab Meroketnya Harga

Mengenai harga telur yang meroket di sebabkan karena kelangkaannya yaitu adanya ketidaksesuaian distribusi telur. Telur yang biasanya di distribusikan ke pasar,  justru kebanyakan di distribusikan oleh para distributor di luar pasar untuk memenuhi permintaan sehingga mengakibatkan telur mengalami kelangkaan yang mengakibatkan melonjaknya harga telur di pasar - pasar.

DPP IKAPPI mencatat terdapat beberapa permintaan yang cukup tinggi di sejumlah instansi, lembaga, elemen, atau individu. Hanya saja, tidak di rinci lembaga atau instansi mana yang kerap meminta pengiriman telur di luar pasar. Namun jelas bahwa permintaan tersebut sangat mengganggu arus pasok di pasar sehingga menyebabkan harga telur terus meroket.

Kondisi ini sejatinya menunjukkan bahwa harga telur yang kian meroket adalah bagian dari arus besar liberalisasi pangan. Telur yang semestinya mampu disalurkan di pasar untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga rakyat, nyatanya mengalami keterbatasan stok.

Lambatnya antisipasi penguasa perihal pengendalian harga telur tersebut menjadi masalah baru, sementara pascalebaran biasanya banyak di adakan acara-acara, seperti halal bi halal tidak terkecuali di berbagai instansi pemerintah yang biasanya diwarnai  dengan jamuan makan. Dalam hal ini, telur merupakan salah satu menu makanan yang sering kali di jumpai pada acara makan bersama. Tidak heran, jika permintaan telur meningkat.


Benarkah Impor Bahan Baku Pakan, Memberikan Solusi?

Ketika impor bahan baku pakan ternak, khususnya jagung, mengemuka dalam kasus meroketnya harga telur, tentu kita layak waspada. Bagaimana mungkin negeri agraris seperti negara kita, untuk jagung pakan ternak saja harus impor? lantas benarkah impor bahan baku pakan adalah solusi untuk menekan harga telur?

Jika bersifat sementara impor jagung mungkin dapat menjadi solusi, tetapi jika sifatnya berkelanjutan, ini tentu tidak sehat bagi berbagai sektor yang ada, baik ternak ayam petelur maupun pertanian jagung nasional. Hal ini di karenakan solusi impor berpengaruh pada paradigma pengelolaan sumber daya pangan di dalam negeri kita. Ketergantungan pada impor jelas mengkopongkan tanggung jawab penguasa untuk mengelola pertanian dan peternakan yang semestinya diurus dengan amal terbaik mereka.

Belum lagi dengan korporasi besar berkekuatan multinasional selaku produsen pakan ternak. Para konglomerat mampu memainkan modal besar yang tentunya dapat menguasai pasar, bahkan menguasai sektor produksi di hulu hingga hilir ,sehingga kondisi seperti ini sejatinya rawan menjadi penghancur para peternak kecil/lokal yang modalnya tidak sebanding dengan para konglomerat tersebut. Umumnya korporasi besar semacam ini telah memegang lisensi impor bahan baku sehingga “lazim” jika impor yang seolah bermimpi berhenti.

Menyedihkan, jika fakta melonjaknya harga telur dewasa ini berbarengan dengan gencarnya penguasa dalam usaha menanggulangi angka stunting pada anak di masyarakat . Sebagaimana kita ketahui, telur adalah sumber protein hewani yang selama ini termurah dan termudah dijangkau masyarakat. Protein hewani sendiri adalah salah satu zat gizi pembatas yang menjadi parameter dalam penentuan status stunting pada anak. Jika kebutuhan protein hewani tercukupi, maka stunting bisa dihindari.

Problem yang paling mendasar jika harga telur menggila bahkan langka di pasaran, penanggulangan stunting tentu jadi lebih tampak seperti program omong kosong.

Di lain sisi, kemiskinan dan kelaparan tidak bisa di abaikan begitu saja. Dengan semakin Meroketnya harga telur otomatis semakin membuat rakyat sengsara.  

Bagaimanapun, pangan adalah kebutuhan primer individu yang keberadaannya tidak boleh dinomorduakan. Pangan adalah instrumen pemenuhan kebutuhan jasmani  untuk tiap manusia yang akan berakibat fatal berupa kematian jika tidak dipenuhi. 

Jadi dapat di simpulkan jika faktor utama penyebab carut marutnya tatanan atau aturan negara ini adalah kesalahan sistem yang di adopsi selama ini. sistem kapitalisme mustahil menyelesaikan problematika dalam kehidupan bermasyarakat hingga akar, untuk itu di perlukan pergantian sistem yang ada sekarang menjadi sistem Islam. Ini karena Islam sesuai fitrah manusia sehingga segala sesuatu yang berasal dari Islam pasti mampu menjadi solusi tuntas bagi problematik kehidupan manusia. Selain itu, hanya sistem Islam (Khilafah) yang mampu melaksanakan sabda Rasulullah saw., “Imam/Khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR Muslim dan Ahmad).

Berdasarkan hadis ini, Khilafah akan memberikan hal-hal yang memang menjadi hak warganya apalagi jika itu termasuk kebutuhan primer seperti pangan. Khilafah juga menjamin berbagai hal lain yang menyangkut hajat hidup rakyat yakni berupa jaminan hak hidup (nyawa), harta (ekonomi), keamanan, maupun berbagai hak publik seperti kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan.

Jika persoalan harga telur disebabkan oleh bahan baku pakan ternak yang masih impor serta permasalahan distribusi di tengah masyarakat, maka Khilafah berperan penuh untuk mengendalikan harga telur sekaligus menjamin distribusi berdasarkan skala prioritas kebutuhan kalangan masyarakat. Khilafah memiliki data akurat mengenai kemiskinan serta kebutuhan pangan dan gizi setiap keluarga, sehingga penanggulangan stunting dan kelaparan bisa tepat sasaran.

Khilafah akan serius mengelola pertanian jagung karena jagung adalah bahan baku pakan ternak ayam. Khilafah juga memberikan fasilitas gratis, lengkap, dan modern bagi para peternak ayam petelur. Khilafah akan mengawasi perdagangan pakan dan obat-obatan ternak agar peternak tidak harus membayar mahal, bahkan bisa gratis dalam rangka memenuhi gizi dan menyehatkan ternaknya. Khilafah juga akan menutup celah monopoli oleh korporasi sehingga tidak memberi peluang terjadi kelangkaan telur di pasaran.

Demikianlah pentingnya peran Khilafah sehingga persoalan harga telur  tidak harus membuat tipis isi dompet rakyat. Khilafah menyadari pentingnya pemenuhan pangan sebagai kebutuhan primer individu rakyat. Ini karena Khilafah juga paham benar bahwa individu yang sehat dan kuat memiliki bekal terbaik untuk beribadah kepada Allah Taala.

Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada mukmin yang lemah. Namun, keduanya tetap memiliki kebaikan. Bersemangatlah atas hal-hal yang bermanfaat bagimu. Minta tolonglah pada Allah, jangan engkau lemah.” (HR Muslim)




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar