Izin Pendirian Rumah Ibadah Dipermudah Demi Kerukunan Umat Beragama


Oleh : Ni’mah Fadeli (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu adalah enam agama yang diakui di Indonesia. Setiap agama yang diakui negara maka sudah semestinya diberi kebebasan untuk mendirikan tempat ibadah sebagai bentuk fasilitas dan dukungan terhadap pemeluk agama tersebut. Meski begitu tentu ada peraturan yang harus dipenuhi sebelum masjid, gereja, pura, wihara dan klenteng tersebut didirikan. Hal ini diperlukan agar senantiasa tercipta kerukunan dan kedamaian antar pemeluk agama itu sendiri ketika melaksanakan ibadah masing-masing. 

Baru-baru ini diumumkan akan ada peraturan baru terkait pendirian rumah ibadah. Kementerian Agama melalui juru bicaranya, Anna Hasbie mengatakan bahwa mulai tahun ini pendirian rumah ibadah akan dipermudah, yaitu hanya membutuhkan satu rekomendasi dari kepala kantor Kementerian Agama (Kemenag) di daerah setempat dan tidak memerlukan rekomendasi dari Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) lagi. Hal ini mendapat dukungan dari Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) namun pihak Majelis Ulama Indonesia (MUI) berpendapat sebaliknya. MUI menilai bahwa aturan baru ini sebaiknya didiskusikan terlebih dahulu dengan majelis-majelis agama agar tak memicu konflik baru.

Menurut Anna, tidak dilibatkannya FKUB untuk memberikan rekomendasi karena berdasarkan evaluasi, FKUB tidak dapat menjadi mediator ketika terjadi penolakan pendirian rumah ibadah. Hal ini juga dibenarkan oleh Sekretaris Eksekutif Bidang Keadilan dan Perdamaian PGI, Pendeta Henrek Lokra yang menyebut bahwa di beberapa daerah FKUB justru dijadikan senjata oleh kelompok intoleran untuk melarang pendirian rumah ibadah. (bbc.com, 07/06/2023).

Konflik karena adanya pendirian rumah ibadah memang beberapa kali terjadi. Pada tahun 2018 misalnya terjadi penolakan dan pelarangan yang dilakukan jemaat Gereja Protestan Maluku Elpaputih terhadap pembangunan Gereja Bethel Indonesia (GBI) Jemaat Siloam Elpaputih di Maluku. Kasus gagalnya pendirian rumah ibadah yang sering terjadi adalah juga terkait dengan izin mendirikan bangunan (IMB). Hal ini dialami Gereja Kristen Pasundan (GKP) di Bandung, Masjid Jabal Nur di Manado, Mushola Assafiiyah di Denpasar dan Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) di Jakarta. (Kompas.com, 26/05/2023). 

Apakah benar FKUB mempersulit pendirian rumah ibadah dan tidak mendukung kaum minoritas mendapatkan haknya seperti pernyataan Kemenag? Sebagai data Kemenag pada 2021, jumlah gereja sebesar 72.233 atau meningkat 23,46% dibanding tahun 2019.  Dengan populasi umat Kristen hanya 10,55% dari jumlah penduduk Indonesia. Sementara umat Islam dengan populasi tertinggi yaitu 86,93% dari seluruh penduduk, jumlah masjidnya hanya meningkat 1,97% pada 2021 yaitu total 285.631. Artinya jumlah masjid yang ada hanya 74% dari total seluruh rumah ibadah sementara jumlah gereja mencapai 22,28% dari jumlah total rumah ibadah. 

Negara yang bertugas menjaga kerukunan antar umat beragama justru memantik berbagai isu yang justru akan menambah konflik. Islam memang memiliki umat dengan jumlah mayoritas namun selama ini justru mendapat perlakuan diskriminasi, seperti diharuskan ada sertifikasi bagi dai dan wacana penyeragaman teks khotbah Jum’at karena kekhawatiran penguasa akan syiar Islam yang sesungguhnya. Di sistem sekuler yang memisahkan agama dan kehidupan seperti sekarang memang masjid hanya difungsikan sebagai tempat ibadah ritual semata. Padahal dalam Islam fungsi masjid lebih luas dari itu. Masjid adalah juga tempat menambah ilmu dan tempat berkumpul kaum muslim untuk membahas segala hal yang menyangkut kehidupan masyarakat.

Dengan aturan yang jelas, yaitu berdasarkan syariat Allah maka tidak akan menyulitkan manusia membuat aturan baru dan kemudian sibuk menggantinya ketika timbul konflik dan demikian seterusnya. Islam bukan diperuntukkan bagi umat Islam saja namun untuk seluruh alam, maka Islam tidak hanya mengatur dan melindungi umat Islam namun juga umat di luar Islam dan tidak ada pemaksaan untuk masuk agama Islam.

Terkait mendirikan rumah ibadah maka Islam mengatur bahwa tidak boleh ada rumah ibadah selain masjid di lingkungan Islam dan untuk rumah ibadah selain Islam maka hanya boleh dibangun di lingkungan umat non muslim. Hal ini bertujuan untuk menjaga keteguhan akidah dalam beragama. Setiap kebijakan adalah bertujuan melindungi seluruh rakyat, bukan berdasarkan agama atau kedudukan tertentu. Negara akan menjamin setiap warga dapat melakukan ibadah dengan aman dan nyaman. Rumah ibadah dapat berfungsi sebagai syiar agama seperti seharusnya. Kerukunan antar umat beragama dengan sendirinya akan tercipta jika seluruh tatanan Islam sudah dilakukan dengan sempurna.

Wallahu a’lam bishawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar