Kejahatan Seksual Pada Perempuan dan Anak Bikin Merana. Bagaimana Menurut Pandangan Islam?


Oleh : Ummu Zalfa

Saat ini, tidak ada satu tempat pun yang aman dari tindak kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Meski sudah banyak regulasi dan upaya untuk menghapuskan kasus kekerasan, baik secara global maupun nasional, faktanya, semua itu tidak mampu mencegah, apalagi memberantas. Kekerasan masih saja terjadi. Di semua tempat, kekerasan bisa terjadi dan pelakunya bisa saja orang yang paling dekat dan dihormati, seperti saudara, bahkan orang tua di rumah; di tempat umum, lembaga sekolah, sebagaimana terjadi akhir-akhir ini.

Anak perempuan berusia 12 tahun berinisial J diduga menjadi korban pemerkosaan yang dilakukan orang-orang terdekatnya selama bertahun-tahun. Kini, dia menjalani perawatan intensif di RSUP H Adam Malik Medan lantaran terinfeksi HIV. Kasus itu telah dilaporkan ke polisi dengan nomor laporan STTLP/2716/VIII/2022/SPKT/POLRESTABES MEDAN/Polda Sumut, pada 29 Agustus 2022.J mendapat pendampingan hukum dari Perhimpunan Tionghoa Demokrat Indonesia (Pertidi). Ketua Umum Pertidi, David Angdreas menceritakan berdasarkan pengakuan J, sejak bayi hingga usia 7 tahun atau pada 2017, ia tinggal bersama ibunya di Medan. Ibunya telah berpisah dengan ayahnya.

"Di rumah tersebut, mereka tinggal dengan pacarnya ibunya, inisial B. Ibunya bekerja pada malam hari dan J sering ditinggal berdua bersama B," ujar David melalui keterangan tertulisnya, Rabu (14/9). Dari pengakuan J, kata David, B adalah orang yang pertama kali melecehkannya. Tak lama, ibunya meninggal dunia.

J kemudian dirawat ayahnya. J tinggal bersama neneknya berinisial K dan adik neneknya, pria berinisial CA. Di tempat itu J diduga dicabuli CA. "Atas kejadian itu, CA diusir dari tempat tinggal mereka. Lalu, nenek korban mengajak J ke Palembang di tempat keluarga yang lain. Sementara itu ayah J, lari dari rumahnya, dikarenakan utangnya terlalu banyak," sebutnya.

Tak berapa lama, J bersama neneknya kembali ke Medan. Dia tinggal bersama anak dari kakak neneknya berinisial A, kurang lebih dua tahun atau tepatnya hingga 2021. A diduga merupakan mucikari. Dari pengakuan J, dia bersama anak A sempat diajak menemui seorang pria. Setelah melayani pria, mereka diberi uang Rp300 ribu.

"Pria itu mau bersama anak A dan anak A menolak tetapi dipukul oleh A. Karena dimarahi, akhirnya anak A menyetujuinya. Lalu anak A dan J dibawa ke suatu tempat tapi J lupa di mana,'' ungkapnya. Selama di rumah A, J tak hanya mendapat perlakuan kasar, tapi juga kerap mengalami kekerasan seksual. Al, suami A juga pernah menelanjangi J karena dituduh mencuri.

"J sering mendapatkan perlakuan kasar dari A, salah satunya dari suami A yakni Al. Tidak berselang lama, korban pindah ke rumah teman neneknya selama 8 bulan. Kemudian dia pindah lagi. Kini bersama keluarganya berinisial AY," terangnya. Namun baru tiga bulan tinggal di rumah AY, J mengalami sakit dan tak kunjung sembuh. J lantas menjalani pemeriksaan, ternyata ia didiagnosa positif HIV.

"Saat itu sudah dicari dokter tidak sembuh sehingga nenek J minta AY menghubungi Team Fortune Community, untuk membantu pengobatan J. Di rumah sakit dilakukan tes dan dokter mengatakan bahwa J positif HIV," kata David.

Hal ini jelas menunjukkan ada kerusakan parah dalam masyarakat. Tampak dari hilangnya kepedulian, rasa kemanusiaan dan penghormatan kepada sesama manusia, bahkan perlindungan terhadap anak di bawah umur

Sebenarnya, sudah banyak upaya untuk menghapuskan KtP, baik secara global maupun nasional. Diawali dengan CEDAW pada 1979 dan the Beijing Platform for Action (BPfA) pada 1985, kemudian diratifikasi oleh negara-negara anggota PBB. Namun, faktanya, semua itu tidak mampu mencegah, apalagi memberantas terjadinya KtP.

Tingginya KtP memperlihatkan lemahnya aturan yang lahir dari akal manusia. Buktinya, beragam konvensi, kesepakatan, dan aturan tentang penghapusan tindak kekerasan, baik skala internasional, regional, maupun nasional, tidak mampu memberantas tuntas KtP dari masa ke masa. Malah makin menyuburkannya.


Akar Masalah

Jika kita cermati, maraknya kekerasan seksual terhadap perempuan sesungguhnya karena tidak adanya perlindungan terhadap perempuan, baik dalam negara, masyarakat, maupun keluarga akibat minimnya pemahaman tentang kewajiban masing-masing, serta tidak berlakunya aturan baku di tengah umat.

Ini semua akibat umat Islam sedang berada dalam cengkeraman sistem sekuler kapitalisme. Sistem kehidupan sekuler memberi kebebasan bagi perilaku menyimpang, seperti aktivitas pacaran, elgebete, dan sejenisnya. Belum lagi peran media yang banyak merangsang pemenuhan naluri seksual secara liar.

Sistem ini telah mengikis ketakwaan individu. Walhasil, kriminalitas marak terjadi, mulai dari perundungan, penganiayaan, pelecehan, intimidasi, hingga pembunuhan. Kasus-kasus seperti ini adalah efek penerapan sistem sekularisme. Tidak akan selesai dengan perubahan UU atau pembuatan RUU yang notabene berasal dari pikiran manusia yang lemah dan terbatas.


Islam Menjamin Keamanan Perempuan

Berbeda dengan Islam yang begitu memuliakan perempuan. Kedudukan perempuan dan laki-laki adalah sama di hadapan Allah, sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Hujurat: 13, “Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.” 

Kesadaran akan adanya pertanggungjawaban di akhirat juga menjadi pengikat bagi setiap muslim untuk selalu taat pada aturan-Nya.

Islam pun memiliki seperangkat aturan yang akan melindungi perempuan. Islam memerintahkan untuk berbuat baik kepada perempuan, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim: 3729).

Islam juga melarang perempuan berdua-duaan dengan laki-laki nonmahram, mewajibkan perempuan yang menempuh perjalanan 24 jam atau lebih ditemani mahram, dan sebagainya.

Jiwa manusia juga terlindungi, bahkan sejak dalam kandungan. Al-Qur’an mengibaratkan pembunuhan manusia tanpa alasan yang benar ibarat membunuh manusia seluruhnya. Islam menerapkan hukum kisas bagi pelaku pembunuhan, atau mengganti dengan diat sebanyak 100 ekor unta jika keluarga yang dibunuh memaafkan pembunuhnya.

Selain itu, Islam juga mewajibkan negara untuk melindungi rakyatnya, termasuk perempuan. Hal ini tecermin dalam tindakan Rasulullah saw. ketika ada seorang muslimah yang diganggu oleh laki-laki Yahudi Bani Qainuqa hingga tersingkap auratnya. Rasulullah saw. mengirim pasukan kaum muslim untuk mengepung perkampungan Bani Qainuqa hingga mereka menyerah. Lalu Rasulullah saw. mengusir mereka keluar dari Madinah.

Kewajiban negara melindungi perempuan juga tecermin pada masa Khalifah Mu’tashim Billah, khalifah kedelapan Kekhalifahan Abbasiyah. Khalifah mengirim pasukan yang sangat besar untuk membela seorang muslimah yang dianiaya oleh tentara Romawi di wilayah Amuriyah.

Untuk itu, sangat jelas bahwa Islamlah yang dapat menjamin keamanan perempuan. Penerapan aturan Islam secara kafah, baik oleh individu maupun negara, akan memberikan rasa aman bagi perempuan. Wallahualam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar