Kejar Wisata Halal, Sumber Daya Alam Diserahkan kepada Asing, Sistem Islam Memberi Solusi


Oleh : Setyowati Ratna Santoso, S.Si (Guru Madrasah)

Menurut CNBC, Indonesia menjadi surga wisata halal dunia dengan meraih predikat Top Muslim Friendly Destination of The Year 2023 dalam Mastercard Crescent Rating Global Muslim Travel Index (GMTI) 2023 di Singapura. Wisata halal memang menjanjikan sebagai sumber pemasukan negara, akan tetapi ada sumber yang jauh lebih besar hasilnya jika dikelola dengan benar.

Indonesia diberkati dengan kekayaan alam yang begitu luar biasa. Potensi kekayaan baik tambang, laut, hutan, dan hasil bumi lainnya lebih dari cukup untuk membiayai kebutuhan negara, misalnya perusahaan tambang emas-tembaga raksasa Amerika Serikat (AS) yang juga beroperasi di Indonesia, PT Freeport-McMoran Inc., mencatatkan pendapatan US$ 22,78 miliar atau setara Rp 341,70 triliun (asumsi kurs Rp 15.000/US$) sepanjang tahun.

Freeport sudah beroperasi sejak masa orde baru karena negeri ini tersandera oleh sistem kapitalisme kekayaan alam yang seharusnya untuk umat, justru dikuasai oleh swasta asing sedangkan rakyat terjerat kemiskinan secara sistemik. Negara mengais-ngais rupiah dari sektor non strategis seperti wisata akan tetapi negara kehilangan sumber pemasukan negara yang strategis dari pengelolaan sumber daya alam.

Wisata dalam sistem Islam bukan sumber pemasukan, melainkan sarana (uslub) dalam dakwah dan di'ayah(propaganda). Ketika objek wisata menjadi sarana dakwah maka muslim atau non-muslim tunduk tatkala melihat dan menikmati keindahan alam sehingga potensi naluri beragama (gharizah tadayyun) pada manusia bisa dimunculkan, bagi yang sudah beriman maka akan semakin kokoh keimanannya. Sedangkan objek wisata sebagai sarana di'ayah (propaganda) yaitu bagi siapapun yang masih memiliki keraguan akan peradaban Islam maka dalam diri mereka, akan muncul keyakinan akan keagungan dan kemuliaan Islam.

Objek wisata yang akan dipertahankan dan akan dikelola dalam sistem Islam berupa peninggalan bersejarah dari peradaban Islam maka objek wisata tersebut dibiarkan dengan syarat tidak boleh dipugar atau direnovasi. Jika objek wisata bukan merupakan tempat peribadatan,maka akan ditutup,dihancurkan, atau mengubahnya. Seperti halnya Muhammad al-Fatih tatakala menaklukkan Konstantinopel beliau membeli gereja Hagia Shopia dan mengubahnya menjadi masjid.

Di dalam sistem Islam tidak akan ada dikotomi wisata halal atau non halal. Sektor wisata tidak akan dijadikan sumber perekonomian karena pemasukan negara berasal dari tiga sektor yaitu pos kepemilikan negara, pos kepemilikan umum dan pos zakat yang terakumulasi di Baitul Maal. Setiap pos memiliki sumber pemasukan dan pengeluaran masing-masing. Pos kepemilikan negara berasal dari pengelolaan harta kepemilikan negara terdiri dari harta faï', kharaj, usyur, jizyah, ghanimah, ghulul, dan dharibah, dikeluarkan untuk keperluan negara seperti biaya jihad, pembangunan infrastruktur dan menggaji pegawai negara. Pos kepemilikan umum berasal dari pengelolaan harta kepemilikan umum,dikeluarkan untuk keperluan kebutuhan warga negara seperti membiayai kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Pos zakat berasal dari harta zakat fitrah, zakat maal, wakaf, shadaqah, dan infaq.

Seperti inilah sistem Islam memposisikan sektor wisata, bukan sebagai sumber pemasukan negara, melainkan sebagai sarana dakwah dan propaganda karena telah memiliki sumber pemasukan negara yang kokoh, stabil sebagaimana yang ditentukan oleh syariat.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar