KHUTBAH PERTAMA
إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَامَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ,أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا.
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
(QS Ali ‘Imran [3]: 102)
Alhamdulillah, kita masih diizinkan oleh Allah berkumpul di tempat mulia ini, di hari jumat mulia, di bulan Dzulhijjah, bersama dengan orang-orang yang insyaallah dimuliakan oleh Allah subhanahu wa taala. Shalawat dan salam semoga Allah curahkan kepada junjungan alam, nabi akhir zaman, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Bertakwalah kepada Allah subhanahu wa taala. Taati perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya, insyaallah kita termasuk orang-orang yang Allah cintai di dunia dan akhirat.
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Kita sudah memasuki bulan Dzulhijjah, salah satu bulan haram atau bulan suci dalam penanggalan Islam. Kaum Muslimin dari seluruh penjuru dunia telah berkumpul di Makkah al Mukaramah menunggu pelaksanaan haji sebentar lagi.
Mereka akan wukuf di Arafah. Mengagungkan asma Allah. Mengumandangkan talbiyah Labayk AlLaahumma labayk. Mereka menjawab panggilan Allah dengan penuh kekhusyukan, demi mewujudkan ketaatan kepada-Nya.
Merekalah dhuyuufulLaah. Tamu-tamu Allah. Mereka berhak mendapatkan kedudukan mulia di sisi-Nya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
الحُجَّاجُ وَالْعُمَّارُ وَفْدُ اللهِ، دَعَاهُمْ فَأَجَابُوْهُ، سَأَلُوْهُ فَأَعْطَاهُمْ
Jamaah haji dan umrah adalah tamu Allah. Allah telah memanggil mereka. Mereka pun memenuhi panggilan-Nya. Mereka memohon kepada Allah. Allah pun mengabulkan permohonan mereka (HR Ibnu Majah).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Esok harinya, Hari Raya Idul Adha 10 Dzulhijjah tahun 1444 H, tiba. Sebagaimana perintah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, penentuan awal bulan Dzulhijjah bukanlah ditetapkan berdasarkan otoritas penguasa negara masing-masing, tetapi wajib berdasarkan pengumuman Amir Makkah. Husayn bin Harits al-Jadali telah menyatakan: Amir Makkah, al-Harits bin Hatib, telah menyampaikan khutbah kepada kami, seraya berkata:
عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ أَنْ نَنْسُكَ لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ لَمْ نَرَهُ، وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا
Kami telah diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengerjakan manasik (ibadah haji) karena melihat hilal. Jika kami tidak melihat hilal, lalu ada dua orang saksi yang adil melihatnya, maka kami pun akan mengerjakan manasik berdasarkan kesaksian mereka berdua (HR Abu Dawud dan ad-Daraquthni).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Berbicara terkait hari raya qurban, tak bisa dilepaskan dari kisah keteladanan ayah dan anak, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alayhimaa as-salaam. Kedua utusan Allah ini mengajari kita ketaatan tanpa ragu, ketaatan tanpa kata nanti dulu.
Ibrahim as diuji oleh Allah untuk mengorbankan buah hati sekaligus buah cintanya yang telah lama dinanti, putranya sendiri. Adapun Nabi Ismail as diuji oleh Allah untuk mengorbankan hidupnya agar ayahnya bisa melaksanakan perintah-Nya. Allah subhanahu wa taala berfirman:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰى
Tatkala anak itu telah sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, “Anakku, sungguh aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelih kamu. Karena itu pikirkanlah apa pendapatmu. (TQS ash-Shaffat [37]: 102).
Nabi Ibrahim as memberikan teladan bahwa tidak ada kecintaan yang paling tinggi melebihi kecintaan kepada Allah subhanahu wa taala. Cinta tertinggi dibandingkan cinta kepada pasangan, anak, harta dan tahta.
Di sisi lain, Ismail as juga meyakini sepenuh hati bahwa ketaatan kepada Allah subhanahu wa taala di atas segalanya sekalipun harus mengorbankan jiwa dan raganya. Karena itu Ismail as pun mengukuhkan keteguhan jiwa ayahandanya dengan mengatakan:
يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
“Ayah, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah engkau akan mendapati diriku termasuk orang-orang yang sabar. (TQS ash-Shaffat [37]: 102).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Jika kaum Muslim tanpa ragu melaksanakan perintah berhaji juga berlomba-lomba mempersembahkan kurban terbaik di jalan Allah, ke manakah ketaatan itu pergi ketika mereka diseru untuk melaksanakan syariah-Nya dalam perkara muamalah, pidana, jihad, politik dan pemerintahan? Mengapa hukum-hukum Allah itu kita abaikan? Bukankah semua itu juga perintah dari Tuhan yang sama? Tuhan yang menyerukan perintah berkurban dan berhaji?
Lalu mengapa hari ini kaum Muslim yang mengaku taat kepada Allah malah lebih tunduk pada hukum buatan Montesquieu, Piagam PBB, IMF, World Bank, dan berbagai lembaga internasional, sembari mencari alibi pembenaran sikap tersebut?
Yang lebih memilukan lagi, semangat dan upaya untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah secara kaaffah dengan melaksanakan syariah Islam justru dihadang dan dihinakan dengan sebutan utopia, kearab-araban sampai tudingan radikalisme. Padahal Allah subhanahu wa taala telah berfirman:
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُوْنَ حَتّٰى يُحَكِّمُوْكَ فِيْمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوْا فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِّمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan engkau (Muhammad) sebagai hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasakan suatu keberatan pun dalam hati mereka atas keputusan yang engkau berikan, dan mereka menerima (keputusan itu) dengan sepenuhnya (TQS an-Nisa [4]: 65).
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Tidak pantas bagi orang yang mengaku beriman kepada Allah mencari-cari alasan untuk menolak perintah dan larangan-Nya. Apalagi memutarbalikkan ayat demi keuntungan duniawi. Mengharamkan yang halal. Menghalalkan yang haram. Padahal perintah untuk menerapkan syariah Islam sudah jelas dalam Kitabullah.
Banyak ayat yang memerintahkan kaum Muslim untuk berhukum dengan hukum-hukum Allah. Allah subhanahu wa ta’ala, misalnya, berfirman:
فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ وَلَا تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْ عَمَّا جَاۤءَكَ مِنَ الْحَقِّۗ
Putuskanlah hukum di antara mereka menurut apa yang telah Allah turunkan dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu (TQS al-Maidah [5]: 48).
Wahai kaum Muslim, sadarilah, bertubi-tubi persoalan yang terjadi hari ini penyebabnya adalah hilangnya ketaatan utuh kepada Allah subhanahu wa taala. Saatnya Idul Adha ini menjadi momentum kita untuk taat kepada Allah secara totalitas, tanpa ragu, dan tanpa nanti dulu. []
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
KHUTBAH KEDUA
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar