Kriteria Pemimpin dalam Islam


Oleh: Nur Hidayati (Jembrana-Bali)

Masyarakat akan selalu mengharapkan seorang pemimpin yang dapat membawa perubahan dalam segala aspek kehidupan mereka. Besarnya harapan mereka terhadap pemimpin yang baru adalah kesia-siaan jika sistem yang digunakan masih sama, yakni demokrasi kapitalis. Oleh karena itu, fokuslah dulu pada perubahan sistemnya.

Coba perhatikan setiap menjelang pemilu di alam demokrasi, terlihat sudah praktik kotor pemilu saat para kandidat berkampanye. Janji-janji manis dipublikasikan secara luas kepada masyarakat dan akhirnya mereka tergiur oleh janji-janji tersebut dan berikrar untuk memilih para kandidat di waktu pemilu.

Bukan rahasia lagi, mulai dari serangan fajar sampai bantuan-bantuan yang diberikan untuk masyarakat. Meski katanya gratis, ternyata ada maksud yang terselubung. Bantuan yang diberikan bukan bantuan cuma-cuma, tetapi para calon kandidat berusaha mengikat masyarakat untuk mau memberikan suaranya di ajang pemilihan nanti.

Dalam Islam, pemilihan pemimpin adalah suatu hal yang sangat dibutuhkan dan disegerakan. Maka, Islam pun telah membuat ketentuan untuk pemilihan calon pemimpin. Sistem yang digunakan juga harus benar-benar teruji dan mampu melindungi dari praktik kotor calon pemimpin.

Adapun syarat-syaratnya adalah dia haruslah seorang muslim, laki-laki, baligh, berakal, merdeka (tidak diperbudak oleh siapapun), adil, mampu mengemban tugas negara. Ketujuh kriteria ini haruslah terpenuhi untuk menjadi seorang pemimpin di dalam Negara Islam. Biasa disebut dengan istilah syarat in’iqod.

Sayangnya, sistem Islam belum tegak secara sempurna. Sehingga banyak masyarakat yang belum paham tata cara pemilihan seorang pemimpin yang benar dan mereka juga tidak tergambar bagaimana sosok pemimpin sejati. Karena sistem yang dipakai salah, alhasil proses pemilihan pemimpin Negara pun juga salah. Kapasitas calon pemimpinnya pun juga ala kadarnya.

Agar hal ini tidak terjadi berlarut-larut, masyarakat harus segera mencari ilmu dengan mengikuti kajian-kajian ideologis agar mereka lebih faham tentang politik yang sesungguhnya, bukan politik praktis ala demokrasi.

Wallahu a'lam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar