Oleh : Lenny Aprilianty, S.Kep., Ners
Sangat biadab, R, seorang remaja berusia 15 tahun di Kabupaten Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah, dilecehkan oleh 11 laki-laki di tempat dan pada waktu yang berbeda. Peristiwa tragis ini bermula ketika pada tahun lalu R membawa bantuan dari Poso untuk korban banjir di Desa Toroe, Parimo. Nahasnya, R bertemu dengan salah satu pelaku yang menjanjikannya pekerjaan di sebuah rumah makan, bukannya memberikan pekerjaan, pelaku malah melecehkannya, tidak berhenti sampai di situ, pelaku juga mengajak pelaku lain untuk melecehkan R. Akibat pelecehan tersebut, R mengalami sakit di organ reproduksinya, sampai harus dilakukan operasi untuk mengangkat rahimnya. (Bbc.com, 31/5/2023)
Kasus kekerasan seksual juga terjadi di Lombok. Kapolres Lombok Timur, AKBP Hery Indra Cahyono, Rabu (24/5/2023) mengatakan, pihaknya sudah menetapkan tersangka dan melakukan penahanan pada kasus pelecehan seksual terhadap santriwati yang dilakukan oleh oknum pondok pesantren (Liputan6.com, 24/5/2023)
Belum tuntas kasus kekerasan seksual di dua pondok pesantren di Kecamatan Sikur, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), kini muncul kasus serupa di Lombok Barat. Kekerasan seksual di Lombok Barat dilakukan oleh nelayan berinisial SD (58). SD ditangkap tim Reskrim Polres Lombok Barat pada Jumat (12/5/2023) dan langsung ditetapkan sebagai tersangka. Ada empat korban yang telah melapor dalam kasus tersebut, yakni korban anak berusia 8 dan 11 tahun. Korban saat ini didampingi oleh aktivis anak. (Kompas.com, 23/5/2023)
Kekerasan Seksual pada Anak Semakin Marak
Dengan begitu banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyatakan Indonesia darurat kekerasan seksual terhadap anak. Ada banyak faktor yang menyebabkan kasus kekerasan seksual pada anak semakin parah, di antaranya :
Pertama, sanksi yang tidak menjerakan. Berdasarkan UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak, setiap orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul. Setiap orang yang melanggar ketentuan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar (Kompas.com, 6/1/2022).
Dalam peraturan tersebut tampak bahwa ancaman hukuman bagi pelaku pelecehan seksual pada anak masih tergolong ringan, tidak mampu memunculkan efek jera atau rasa takut pada si pelaku. Di satu sisi, banyak kasus yang tidak tertangani dengan baik bahkan menghilang begitu saja jika tidak ada kontrol yang ketat dari masyarakat.
Kedua, adanya perbedaan pandangan dalam memahami definisi kasus kekerasan seksual. Dalam menangani suatu kasus tentu membutuhkan kesamaan persepsi dari seluruh aparat, jika terjadi perbedaan, maka tentu akan mempersulit dalam mengambil sanksi atau hukuman yang tepat bagi si pelaku.
Ketiga, pengaturan media massa yang lemah. Begitu banyaknya tayangan-tayangan yang unfaedah, bahkan cenderung didominasi dengan pornografi dan pornoaksi. Siapa saja dapat dengan mudah mengakses konten porno dari anak-anak hingga lansia.
Keempat, sistem pendidikan yang jauh dari Islam. Sistem pendidikan yang ada saat ini, baik dari tingkat bawah sampai jenjang perguruan tinggi menggunakan kurikulum pendidikan yang jauh dari agama sehingga keluarannya adalah orang-orang yang tidak memperhatikan aturan agama, tidak peduli halal-haram, tidak takut dosa atau neraka. Mereka menjadi generasi yang bebas berkata dan berbuat apa saja tanpa peduli terhadap aturan agama. Dampaknya adalah masyarakat menjadi liberal (bebas), merasa hidup bebas tanpa aturan dan akhirnya memunculkan berbagai tindak kejahatan.
Hanya Islam Solusinya
Islam adalah agama yang memiliki seperangkat aturan hidup yang sempurna, tidak hanya dalam hal ritual peribadatan, tetapi mengatur dalam setiap aspek kehidupan. Permasalahan kekerasan seksual pada anak yang terjadi hari ini membutuhkan suatu sistem aturan yang komprehensif yang hanya ada dalam Islam. Negara adalah benteng sesungguhnya yang melindungi anak-anak dari kejahatan. Mekanisme perlindungan dilakukan secara sistemik, melalui penerapan berbagai aturan, di antaranya yaitu:
Pertama, penerapan Sistem Pendidikan. Sistem pendidikan Islam akan mewujudkan pribadi bertakwa sehingga tidak akan mudah bermaksiat. Negara wajib menetapkan kurikulum berdasarkan akidah Islam yang akan melahirkan individu bertakwa, yakni individu yang mampu melaksanakan seluruh kewajiban yang diberikan Allah dan terjaga dari kemaksiatan apapun yang dilarang Allah. Orang tua pun siap untuk menjalankan salah satu amanahnya yaitu merawat dan mendidik anak-anak, serta mengantarkan mereka ke gerbang kedewasaan.
Kedua, Penerapan Sistem Sosial. Negara wajib menerapkan sistem sosial atau sistem pergaulan yang mengatur interaksi yang terjadi antara laki-laki dan perempuan sesuai dengan syariat Islam. Di antara aturannya adalah perempuan diperintahkan untuk menutup aurat, menjaga kemuliaannya, dan menjauhkan mereka dari eksploitasi seksual, larangan berkhalwat (berdua-duaan), larangan memperlihatkan perkataan atau perbuatan yang mengandung erotisme dan pornografi/pornoaksi serta yang akan merangsang bergejolaknya naluri seksual. Ketika sistem sosial Islam diterapkan tidak akan muncul gejolak seksual yang liar memicu kasus pencabulan, perkosaan, serta kekerasan pada anak.
Ketiga, Pengaturan Media Massa. Berita dan informasi yang disampaikan media hanyalah konten yang membina ketakwaan dan menumbuhkan ketaatan. Apapun yang akan melemahkan keimanan dan mendorong terjadinya pelanggaran hukum syara akan dilarang keras. Negara juga menutup dan memberantas akses film-film porno, menutup pintu-pintu diskotik, club malam dan sarana lain yang serupa.
Negara betul-betul menjalankan tugasnya sebagai pelindung dan pengayom masyarakat. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ ., “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Keempat, penerapan Sistem Sanksi. Negara menjatuhkan hukuman tegas terhadap para pelaku kejahatan, termasuk orang-orang yang melakukan kekerasan dan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Hukuman yang tegas akan membuat jera orang yang terlanjur terjerumus pada kejahatan dan akan mencegah orang lain melakukan kemaksiatan tersebut. Jika pelecehan seksual yang terjadi sampai terkategori zina, hukumannya adalah 100 kali dera bagi pelaku yang belum menikah dan hukuman rajam bagi pelaku yang sudah menikah. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari-Muslim, pada suatu waktu, ada seorang laki-laki yang mendatangi Rasulullah saw.. Laki-laki itu berseru, “Wahai Rasulullah, saya telah berzina.” Rasulullah saw. berpaling tidak mau melihat laki-laki itu hingga laki-laki itu mengulang ucapannya sebanyak empat kali. Nabi pun memanggilnya dan berkata, “Apakah kamu gila?” Laki-laki itu mengatakan tidak. “Apakah kamu sudah menikah?” Ia mengatakan iya. Kemudian Nabi saw. bersabda kepada para sahabat, “Bawalah orang ini dan rajamlah ia.”
Dalam QS An-Nur: 2, Allah Taala berfirman, “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera.” Inilah hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah. Hukuman yang akan memunculkan efek jera bagi si pelaku dan mencegah orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Kontrol masyarakat juga sangat diperlukan dalam negara, jika ada kesalahan atau kekeliruan dalam menerapkan Islam oleh Penguasa, maka mereka harus dinasehati dan dikoreksi agar kembali menjalankan aturan bernegara sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Satu-satunya sistem yang mau dan mampu menjalankan semua itu hanyalah sistem Islam yang harus diterapkan secara kaffah. Hanya dengan Islam maka generasi akan terlindungi, bahkan akan membentuk mereka menjadi generasi pengisi peradaban agung yang akan membawa keberkahan ke seluruh alam.
Wallahu’alam bi ash-showab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar