Memberantas Masalah Kemiskinan, Butuh Solusi Tuntas


Oleh : Indah Nurzannah

Menurut Badan Kebijakan Fiskal (Kementrian Keuangan RI) Tingkat kemiskinan September 2022 tercatat sebesar 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan.

Secara spasial, tingkat kemiskinan per September 2022 naik tipis baik di perkotaan maupun di perdesaan. Tingkat kemiskinan di perkotaan naik menjadi sebesar 7,53% (Maret 2022: 7,5%). Persentase penduduk miskin di perdesaan juga mengalami kenaikan menjadi 12,36% (Maret 2022: 12,29%).

Pemerintah menargetkan angka kemiskinan ekstrem di Tanah Air dapat mencapai nol persen pada tahun 2024 mendatang. Target tersebut disampaikan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas bersama sejumlah jajaran Menteri Kabinet Indonesia Maju pada Kamis (18/11/2021).

Pakar kebijakan publik dari Universitas Padjadjaran, Didin Muhafidin yang menyatakan bahwa target tersebut hanya mimpi saja. Kebijakan ekonomi pemerintah masih bersifat parsial dengan program yang tumpang tindih, tidak ada kolaborasi dan sistemisasi. Apalagi, kebijakan penanganan pandemi pun belum berdampak pada pemulihan ekonomi.

Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah kemiskinan yang kian marak. Mulai dari memberikan bantuan pangan non tunai (BPNT),  Bantuan BLT 300 ribu rupiah, Bantuan KPM (Keluarga Penerima Manfaat), Menciptakan lapangan kerja produktif dan lain sebagainya.

Namun tampaknya upaya itu tidak membuahkan hasil serius dalam menyelesaikan problematika kemiskinan ini. Pasalnya sering kali bansos yang di berikan tidak tepat sasaran dan tidak merata. Maka dari itu, untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem tidak cukup dengan diberikan bantuan berupa uang, namun pemerintah harus memberi mereka akses dan fasilitas untuk bisa memiliki penghasilan sendiri.

Sungguh Malang bukan kepalang, Karena Indonesia termasuk negeri yang kaya raya dengan sumber daya alam yang berlimpah.  Mulai dari Minyak bumi, hasil hutan, hasil tambang dan lainnya. Negara yang harusnya mengelola seluruh kekayaan alam dengan baik dan memanfaatkan hasil nya untuk kepentingan rakyat. Justru tidak melakukan hal yang seharusnya.

Namun tak heran, sistem kapitalisme yang di adopsi untuk diterapkan di negeri ini. Sistem ini melahirkan kebebasan, salah satunya kebebasan kepemilikan. Kebebasan tersebut telah menyebabkan penguasa memberikan pengelolaan SDA yang melimpah kepada swasta dan asing. Hal inilah yang mengakibatkan terciptanya kemiskinan yang kian merebak di tengah masyarakat.

Padahal Rasulullah telah mengatakan bahwa, “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Maka seharusnya Penguasa Tidak memberikan akses pada Swasta dan Aseng untuk mengelola dan menikmati SDA, Karena ada hak rakyat di dalam situ yang harus di tunaikan.

Tercatat dalam sejarah, Bahwa di bawah kepemimpinan  sang khalifah Umar Bin Abdul Aziz  yang di dalam nya menerapkan syariat islam telah membuktikan bahwa Kebijakan nya mampu untuk mengentaskan kemiskinan, dan ekonomi pada saat itu sangat gemilang. Tidak ada rakyat yang kelaparan, pemimpin nya juga amanah dalam mengurusi urusan rakyat, SDA di kelola dengan baik hingga tak ada satupun rakyat yang mengalami kesusahan ekonomi.

Islam sebagai satu satu nya solusi tuntas yang memiliki panduan yang lengkap untuk mengatasi berbagai problem manusia, termasuk problem kemiskinan yang hari ini menjerat banyak rakyat. Dari pembahasan ini, tampak bagaimana keandalan Islam dalam mengatasi problem kemiskinan dan Telah di buktikan oleh salah satu khalifah  yaitu Umar Bin Abdul Aziz sepaket dengan kebijakan yang di pakai sesuai dengan syariat islam.

Oleh karena itu, persoalan kemiskinan, termasuk kemiskinan ekstrem akan bisa terselesaikan jika Islam diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Apabila saat ini kita menyaksikan banyak kemiskinan yang justru melanda umat Islam, hal itu disebabkan mereka tidak hidup dalam naungan Islam. Allah SWT berfirman, “Barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka baginya penghidupan yang sempit dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (TQS. Thahaa [20]: 124).

Wallahu 'alam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar