Menyoal Kebijakan Ekspor Pasir Laut yang Dianggap Membahayakan Ekosistem Laut


Oleh: Pudji Arijanti (Aktivis Literasi Untuk Peradaban)

Pemerintah akhirnya membuka kran eksport pasir laut usai dilarang selama 20 tahun. Hal ini diklaim oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, bahwa eksport tersebut bertujuan menjaga alur pelayaran dan mendatangkan nilai ekonomi bagi Indonesia.

Menurut Arifin Tasrif ekspor yang diizinkan adalah hasil sedimentasi pasir di laut atau pengendapan pasir di dasar laut, membuat terjadinya pendangkalan yang membahayakan alur pelayaran.

Hal ini diperkuat Presiden Jokowi menerbitkan PP No.26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Menurut pemerintah, kebijakan tersebut membuat pengelolaan hasil sedimentasi di laut menjadi lebih sistematis sebagai upaya terintegrasi. Meliputi perencanaan, pengendalian, pemanfaatan dan pengawasan terhadap sedimentasi di laut

Pelaksanaannya akan diawasi secara ketat oleh Lingkungan hidup dan kehutanan serta kementrian kelautan dan perikanan agar tidak memberikan dampak negativ bagi lingkungan (BeritaSatu, 5/Juni/2023).

Ekspor pasir laut meski dianggap menguntungkan sesungguhnya merugikan ekosistem laut, yang pada akhirnya akan membahayakan kehidupan rakyat. Banyak pihak-pihak menolak rencana pemerintah ini. Termasuk Wakil Ketua MPR RI. Sjarifuddin Hasan mengatakan, seharusnya aturan pemerintah terkait ekspor pasir laut lebih memperhitungkan dampak lingkungan dan merugikan untuk jangka panjang. 

Ekspor pasir laut akan menimbulkan kerusakan alam. Pengerukan pasir laut yang berlebihan juga menyebabkan hilang, rusak, atau berpindahnya spesies yang ada di laut dan menyebabkan kerugian bagi masyarakat, khususnya yang menggantungkan kehidupannya di laut.", Ungkap Syarief Hasan.

Kalaupun ada pengawasan secara ketat oleh Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementrian Kelautan dan Perikanan, sejauh mana pengawasan dilakukan? Menurut Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta dan CEO Narasi Institute Achmad Nur Hidayat PP No.26/2023 tersebut akan membahayakan ekologi, karena hasil dan lokasi sedimentasi itu definisinya absurd atau tidak jelas. Di sisi implementasi akan rawan manipulasi dan pelanggaran.

Masih menurut Achmad Nur Hidayat, jika benar sedimentasi tersebut merugikan ekosistem laut dan mengganggu alur pelayaran, semestinya cukup dibersihkan  tak perlu mengundang eksportir. Perlunya dipahami, tidak semua sedimentasi merugikan, bahkan bermanfaat bagi ketahanan nasional, ekosistem laut serta batas wilayah NKRI terjaga. 

Lalu bagaimana tugas DPR? Sudahkan menjalankan tugasnya sebagai wakil rakyat? Meminta keterangan Presiden serta Pejabat Menteri Terkait. DPR tak boleh tunduk apalagi bersikap permisif terhadap kebijakan ini. Menjual pasir laut sama halnya dengan menjual daratan, hal ini sangat membahayakan kepentingan kedaulatan nasional.

Jika benar eksport pasir laut membawa keuntungan bagi ekonomi Indonesia, untuk apa jika berdampak hilangnya sumber lain seperti pulau akan tenggelam dan ikan menghilang. Sejatinya PP Nomor 26 Tahun  2023 adalah kebijakan eksport pasir laut yang memberikan payung hukum kepada kepentingan asing dan menguntungkan oligarki eksportir yang berlindung di balik undang-undang ini.

Sesungguhnya Indonesia memiliki sumber kekayaan lain. Jika dibandingkan dengan ekspor pasir laut. Bahkan mampu memberikan keuntungan yang jauh lebih besar bagi negara. Namun, jika melalui pengelolaan Sumber Daya Alam secara mandiri. Bukan asing  pengelolanya. 

Hal seperti ini Islam telah memberikan tuntunan bagi negara tentang sumber pemasukan negara, salah satunya dengan mengelola Sumber Daya Alam. Hasil pengeloaan ini akan dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk fasilitas gratis dalam layanan pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan sebagainya.

Dalam Islam pantai di klasifikasikan pada kepemilikan umum (milkiyyah ‘ammah). Dengan demikian semua rakyat diizinkan untuk memanfaatkan sebagai lahan usaha bagi para nelayan, penelitian dan lain-lain. Dengan demikian pemberian konsesi pada pihak tertentu namun tertutup bagi warga yang lain atas pemanfaatan kepemilikan umum tersebut termasuk pantai adalah haram.

Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda: dari Ibnu Abbas dia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: “Kaum muslimin berserikat dalam 3 (tiga) perkara yaitu: Air, Rumput (pohon), Api (bahan bakar), dan harganya adalah haram. Abu Sa’id menambahkan yang dimaksud air dalam hadits tersebut adalah air sungai yang mengalir” (HR. Ibnu Majah)

Dengan demikian, kepemilikan umum (milkiyyah ‘ammah) siapa saja boleh mengambil manfaatnya dari benda tersebut dan tidak boleh melarang seorang pun dari memanfaatkannya. Apalagi sampai melakukan monopoli untuk kepentingan individu atau kepentingan komersial demi keuntungan. Wallahu'alam Bissawab[]




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar