Peran Pasangan Tidak Berjalan, Perselingkuhan Menjadi Pilihan


Oleh : Ulianafia (Ummu Taqiyuddin)

Pernikahan menjadi mimpi indah bagi setiap insan. Hidup bahagia bersama pasangan untuk berjuang jalani lika liku kehidupan. Namun, sekarang gambaran indah itu seakan menjadi suram dan bahkan banyak menjadi bayangan yang menakutkan. Terkhusus bagi insan yang mau melabuhkan pernikahan. Dari berbagai banyaknya kasus dalam pernikahan, terkhusus perselingkuhan yang terus bertambah. Dan bahkan nampak telah menjadi jamur dalam bingkai rumah tangga.

Fakta mengerikan itu nampak terjadi di negeri muslim terbesar di dunia ini. Dimana Indonesia menjadi negara kedua Asia paling banyak kasus perselingkuhan. Dari hasil survei yang dilakukan Justdating, sebuah aplikasi pencari teman kencan. 


Faktor Dasar Perselingkuhan

Penyebab perselingkuhan yang diungkapkanpun beragam. Mulai dari Ketidakpuasan dalam hubungan, hanya sekedar bersenang-senang, kontrol diri yang lemah. Sampai rendahnya komitmen dalam pernikahan

Terlepas dari semua alasan-alasan di atas tentu ada faktor besar yang berperan, ialah sistem kehidupan. Dimana sistem kapitalis sekuler yang lemah dan rusak ini dipaksakan sebagai pengatur kehidupan. 

Kapitalisme mengajarkan kehidupan untuk mengejar kesenangan. Lebih parahnya lagi kesenangan itu disematkan pada pencapaian materi semata. Seperti, fun (lagu-lagu, olahraga), food, fashion, kedudukan, ketenaran dan harta kekayaan.

Selanjutnya, sekulerisme memisahkan agama dari kehidupan. Dimana agama dilarang masuk dalam ranah kehidupan. Yang berarti setiap permasalahan kehidupan tidak diselesaikan sesuai aturan Islam melainkan sesuai aturan hawa nafsu manusia. Padahal Islam harusnya menjadi pedoman hidup sebab ia berasal dari sang Pencipta. Maka, inilah pangkal dari semua problematika kehidupan, terkhusus dalam ranah keluarga. 

Keluarga yang terbangun dari tujuan yang salah tentu aktivitas didalamnya pun akan salah. Apalagi alasan pernikahan hanya sebatas perasaan suka semata, tentu ini adalah pondasi yang sangat rapuh. Yang akhirnya suami maupun istri tidak lagi berperan sebagaimana pasangan hidup.

Suami yang seharusnya menjadi qowam, yaitu pemimpin dan pelindung termasuk memberi nafkah pada keluarga hanya disematkan pada pemberian materi semata. Sedang, sistem kapitalis sendiri menciptakan banyak para suami yang tidak mampu memberi nafkah karena memang sulitnya mencari pekerjaan, sebab SDA yang dikuasai oleh para kapital. Sedang rakyat dalam kemelaratan. Dan memang inilah Thabi'i kapitalis, yaitu menumbuh suburkan kemiskinan secara sistemik. 

Demikian juga dengan istri yang harusnya menjadi ummu warobatul Bayt justru malah terjun keluar rumah untuk mencari nafkah. Baik karena memang membutuhkan ataupun sebagai korban pemahaman sesat wanita karir. 

Dengan demikian kebutuhan-kebutuhan akan kasih sayang, kebersamaan, perasaan, saling memotivasi dan pendidikan dalam ketaatan telah terkaburkan dengan tujuan materi tadi. Yang akhirnya kehidupan antar pasangan akan kering dan bahkan berubah pada ketidaksukaan ataupun kebencian saat masalah muncul. Yang ujungnya akan mencari pelarian di luar rumah. 

Begitupun masyarakat yang sekuler akan tumbuh kebebasan, termasuk kebebasan dalam pergaulan. Menjadikan pria dan wanita bebas dalam berinteraksi dan bertemu kapanpun dan dimanapun. Dalam berperilaku wanitanya pun akan bebas dalam perpakaian dan menampakkan kecantikan secara bebas dikhalayak umum.  

Ditambah lagi dari gempuran media yang merusak yang bebas ditayangkan. Serta tidak adanya hukum yang jelas bagi tindak perselingkuhan dari negara. Sebab, negara dalam sistem kapitalis hanya berperan sebagai regulator, menjadikan ia mandul dari kewajiban menjaga rakyatnya dari berbagai kerusakan. Maka banyak pasangan yang melakukan perselingkuhan tanpa ada rasa takut dan bersalah. Maka, menjadi lengkaplah peluang untuk berselingkuh, dengan alasan memburu kesenangan.


Kehidupan Islam Idealnya Bagi Setiap Pasangan

Kehidupan yang diatur dengan Islam, menjadikan ikatan pernikahan terbangun atas dasar ibadah kepada Allah. Dimana tujuan tertinggi dari pernikahan adalah mendapatkan keridhoan Allah SWT. Jadilah setiap pasangan akan menjalankan peran sebagai pasangan dengan petunjuk agama. Sebagaimana seorang suami yang berperan sebagai qowam, yaitu memimpin, menjaga dan melindungi. Hal ini bukan hanya dalam nafkah lahir semata, tetapi juga nafkah batin serta menjaga ketaatan keluarganya. 

Sebagaimana tanggung jawab suami adalah menjaga keluarganya dalam ketaatan dan menjauhkan dari maksiat. Sebab, setiap suami akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT atas kemaksiatan yang dilakukan istrinya.

Begitupun dengan seorang istri yang berperan sebagai ummu warobatul bayt, yaitu sebagai penjaga dan pengurus rumah, termasuk pendidik bagi anak-anaknya.  Iya akan melakukan perannya semata-mata mencari ridho Allah. Sehingga, ia akan menjalankan segala aktivitasnya dalam mengurus rumah dan anak-anak dengan ikhlas tanpa menuntut hak yang sama kepada laki-laki yang bekerja diluar rumah. Sebagaimana sabda Rasullullah Saw, "Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina) dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, “Masuklah dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka.” (HR. Ahmad)

Selain disisi keluarga, ada masyarakat Islam yang akan menjadi pengotrol setiap tindak manusia dari perbuatan maksiat. Dimana amar ma'ruf menjadi kewajiban setiap muslim untuk saling menjaga dan mengingatkan saudaranya dalam ketaatan. 

Selanjutnya negara sebagai pemiliki kakuasaan yang berperan sebagai raa'in dan junnah akan menjalankan perannya dengan memenuhi segala kebutuhan rakyatnya seperti, sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan,serta keamanan. Sehingga keluarga tidak akan terbebani kebutuhan hidup yang tinggi, yang berakibat sebagai pemicu munculnya masalah seperti halnya hari ini. 

Ditambah negara akan memberikan hukuman atau sanksi yang tegas bagi pelaku kemaksiatan termasuk perselingkuhan. Yang mana sanksi tersebut akan memberi efek jera bagi pelaku dan peringatan bagi masyarakat.
 
Namun,  jikapun dalam rumah tangga masih terjadi perselisihan maka Islam pun memiliki langkah-langkah aturan yang adil dan memuaskan akal. Seperti, memisahkan diri dari pasangan dalam waktu tertentu untuk merenung dan berfikir lebih jernih lagi dan jika dengan ini tidak terselesaikan maka mencari orang ketiga yang adil untuk menjadi pendamai. Kemudian jika tidak dapat terselesaikan maka Islam pun membolehkan untuk berpisah dengan cara yang baik.

Wallahu'alam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar