Oleh : Ummu Bisyarah
Stunting menjadi masalah yang serius di Indonesia. Pasalnya sebanyak 5,33 juta anak Indonesia mengalami stunting di masa emas kehidupannya. Hal ini membuat Indonesia berada di urutan ke-4 negara dengan angka stunting terbanyak di dunia. Bahkan peringkat kedua di Asia Tenggara. Merupakan PR besar pemerintah untuk menanggulangi stunting di negeri tercinta.
Alih-alih serius menanggulangi masalah ini, para pejabat malah bikin geleng-geleng kepala. Pasalnya anggaran 10 miliar untuk tanggulangi stunting, 8 miliarnya hanya digunakan untuk rapat dan perjalanan dinas. Sedangkan yang sampai ke masyarakat kurang dari 2M.
Sungguh ironi melihat fakta diatas. Anggaran stunting untuk anak-anak penerus bangsa malah nyasar ke pejabat yang tak jelas kerjanya. Pantas saja angka stunting di Indonesia tak kunjung mencapai target penurunan.
Padahal stunting ini akan mempengaruhi kwalitas generasi penerus kita nanti. Banyak sekali dampak buruk akibat stunting ini. Mulai dari menurunnya kecerdasan, lemahnya daya tahan tubuh anak, resiko berbagai penyakit kronis di kemudian hari, hingga berbagai dampak psikologis yang akan di tuai kemudian hari. Dimana letak hati nurani para pejabat negeri hingga tega menggadaikan masa depan puluhan juta anak bangsa?
Pantas saja bila stunting tak kunjung tertangani bila paradigma pejabatnya hanya ingin untung sendiri. Bukan rahasia umum lagi bila korupsi gaya baru ini sudah sering terjadi di negeri ini. Tersistematis dengan apik dan terstruktur mengatasnamakan kepentingan rakyat, padahal ingin meraup untung pribadi dan oligarki. Untung rugi begitulah standar berperilaku para pejabat kita. Menjadi pejabat dengan modal besar, ketika sudah menjabat ya harus balik modal. Beginilah jika sistem kapitalis diterapkan di negeri ini. Ujung-ujungnya oligarki yang berkuasa dan rakyat selalu jadi alibi. Dengan paradigma seperti ini mustahil stunting akan teratasi.
Berharap solusi kepada sistem ini hanyalah ilusi, sebab dalam kapitalisme hanya akan memuluskan kepentingan oligarki. Sistem seperti ini sudah jelas tak layak diterapkan di negri ini, bahkan di seluruh penjuru dunia sekalipun.
Disinilah Islam datang sebagai solusi. Islam bukan hanya agama ritual semata, di dalamnya terpancar aturan-aturan yang sangat lengkap dan komperhensif yang mengatur urusan umat. Dalam mengatasi stunting ada beberapa solusi yang ditawarkan Islam.
Pertama, di dalam islam Islam ditetapkan bahwa setiap laki-laki, terutama kepala rumah tangga, bertanggung jawab bekerja untuk menafkahi keluarganya. Hal ini tentu akan didukung dengan lapangan kerja yang memadai yang disediakan negara.
Kedua, daulah Islam akan mendorong masyarakat untuk saling tolong-menolong jika terjadi kesulitan atau kemiskinan yang menimpa individu masyarakat. Keluarga dan tetangga akan turut membantu mereka yang dalam kondisi kekurangan dengan berbagai macam aturan Islam, semisal zakat, sedekah, dan lainnya.
Ketiga, Khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam. Dalam hal kepemilikan, baik individu, umum, dan negara, semua diatur untuk kemakmuran rakyat. Negara juga menjamin kehidupan setiap individu masyarakat agar benar-benar mendapatkan sandang, pangan, dan papan yang layak.
Khalifah pun mengupayakan agar pertanian dapat ditingkatkan untuk memproduksi kebutuhan pangan. Tidak akan ada impor pangan yang justru mematikan harga jual masyarakat. Kebijakan khalifah dalam ketahanan pangan negara dipastikan untuk memenuhi gizi masyarakat.
Kebijakan Khilafah ialah politik pelayanan untuk rakyat, bukan kapitalisasi kepentingan atau keberpihakan pada korporasi. Khalifah memahami bahwa ia adalah pengurus dan bertanggung jawab atas rakyatnya sebagaimana sabda Rasulullah Saw., “Imam (Khalifah) raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad dan Bukhari)
Kehadiran pemerintah dan negara adalah pengurus pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu publik. Setiap kebutuhan individu masyarakat akan terpenuhi secara makruf. Demikian pula, Khilafah tidak akan melakukan kerja sama dengan asing untuk mengatasi stunting karena berpotensi masuk ke dalam perangkap kepentingan mereka. Wallahualam
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar