Oleh: Maria Ulfa Sujari (Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali)
Tema Self love atau bahasan mengenai sikap 'mencintai diri sendiri' saat ini sedang menjadi trending baik di medsos ataupun di dunia nyata.
Sikap self-love memang patut untuk dipelajari, karena ini merupakan salah satu sikap yang bisa membuat seseorang bisa survive dalam menghadapi lingkungan yang tidak bisa menghargai keberadaan dirinya, atau lingkungan yang membuat diri merasa insecure atau tidak nyaman.
Lupakah kita bahwa Allah berfirman,
لَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ فِىٓ أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (TQS. At-Tiin: 4)
Kalau Yang Menciptakan kita saja menyatakan bahwa kita adalah sebaik-baik bentuk penciptaan-Nya, lalu apa lagi yang membuat kita tidak nyaman dengan diri kita atau insecure? Jangan izinkan perkataan makhluk lebih merasuk ke dalam hati dan pikiran kita daripada Kalamullah. Apalagi jika perkataan makhluk tersebut membuat diri berprasangka buruk kepada diri sendiri.
Self-love ini tidaklah mengajarkan kita untuk individualistik, tapi lebih ke melindungi diri sendiri dari sikap yang sering menyalahkan diri, underestimate kepada diri sendiri, merasa diri tidak baik, dan apapun yang mengarah pada mentoksik atau meracuni diri sendiri dengan pikiran-pikiran negatif tentang diri sendiri.
Ini tidak membuat individualistik karena bersikap self-love sebetulnya mencerminkan bagaimana seseorang ingin diperlakukan oleh orang lain, sehingga seseorang tersebut juga akan merespon orang lain dengan hormat karena memiliki pandangan bahwa orang lain juga punya self-love di dalam dirinya.
Tapi perlu diingat, bahwa sesuatu yang berlebihan itu tidak baik. Termasuk dalam hal mencintai diri sendiri atau self love ini, jangan sampai jatuh kepada selfish atau sifat egois. Mencintai diri sendiri perlu diimbangi dengan instropeksi diri agar tidak hanya menerima diri apa adanya dan selalu merasa benar, tetapi juga mampu menemukan dan mengakui kesalahan diri lalu memohon ampunan dengan bertaubat kepada Allah, dan memotivasi diri agar berbenah menjadi diri yang lebih baik dan lebih berkembang.
Satu-satunya cinta yang boleh berlebihan hanyalah cinta kepada Allah dan Rasulnya.
Dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu alaihi wasallam, beliau bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ، مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُـحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِـي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِـي النَّارِ.
"Tiga (perkara) yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman: Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya. Dan siapa yang bila mencintai seseorang, dia tidak mencintai orang itu kecuali karena Allah azza wajalla. Dan siapa yang benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka". (HR. Bukhari) [No. 21 Fathul Bari] Shahih.
Maka sebaik-baiknya self-love adalah mencintai diri sendiri dengan cara memaafkan diri yang pernah melakukan kesalahan di masa lalu, dan memotivasi diri agar lebih baik ke depannya dengan melakukan aktivitas-aktivitas pengembangan diri dan menghindari baper atau terlalu memasukkan apa kata orang tentang diri sendiri, padahal yang lebih bisa mengendalikan diri kita sendiri ya kita sendiri bukan orang lain.
Namun perlu kita batasi keinginan kita dengan batas-batas yang diperbolehkan oleh Allah dan Rasulullah. Agar terhindar dari selfishness atau sikap diri yang egois sehingga tidak mau menerima nasihat dari orang yang betul-betul peduli dengan diri kita, terlebih lagi nasihat Allah di dalam Al-Qur'an yang berupa pesan-pesan cinta-Nya kepada kita dan juga Rasulullah di dalam hadistnya.
Wallahua'lam bishawwab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar