Ilusi Pemberantasan Korupsi


Oleh: Nani, S.PdI (Pegiat Literasi Andoolo)

'Pasien' KPK terus bertambah, kali ini adalah kejadiannya di lapas. Di mana lapas yang dikenal masyarakat adalah tempat untuk membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana. Sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. 

Lantas jika mereka yang masuk bui, siapa yang  bina warga?

Sebagaimana dilansir kompas.com, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, pengelolaan lembaga pemasyarakatan (Lapas) di Indonesia rawan terjadi tindak pidana korupsi. Juru bicara penindakan dan kelembagaan KPK, Ali Fikri mengatakan, pihaknya menerima beberapa aduan dari masyarakat mengenai sejumlah modus korupsi di lapas.

Modus itu antara lain, dugaan pungutan liar, suap-menyuap, penyalahgunaan wewenang hingga pengadaan barang dan jasa. “KPK telah melakukan identifikasi terhadap pengelolaan lapas, yang juga diduga merupakan salah satu sektor yang rentan terjadinya tindak pidana korupsi,” kata Ali dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Selasa (9/5/2023).

Korupsi  menunjukkan lemahnya integritas pegawai karena menghalalkan segala cara demi mendapatkan harta dunia. Selain karena lemahnya iman, juga karena buah penerapan sekularisme. Selain itu dipengaruhi oleh sistem hukum tidak tegas dan tidak membuat jera.


Dampak Buruk Korupsi

Perbuatan busuk budaya kapitalisme sekularisme yang mempunyai daya rusak yang sangat luar biasa, antara lain memengaruhi perekonomian nasional, meningkatkan kemiskinan dan ketimpangan sosial, merusak mental dan budaya bangsa serta memengaruhi kualitas layanan publik. 

Makin tinggi korupsi di suatu negara, bisa dipastikan negara tersebut tidak sejahtera atau tidak berkembang dan layanan publiknya memprihatinkan. Sebaliknya, negara yang sangat rendah tingkat korupsinya, negara tersebut cenderung sejahtera/maju, kehidupan sosial dan pelayanan publiknya pun baik.

Dalam sistem kapitalisme sekular yang dibangun dari asas manfaat dan motif materi, wajar jika lahir manusia-manusia rakus. Perilaku korupsi pun bisa dianggap perbuatan yang biasa ketika masyarakat sudah bersikap permisif terhadap korupsi dan tidak membangun sikap anti korupsi.

Ketika korupsi sudah menjadi semacam kebiasaan atau tradisi dari para pemangku kebijakan dan pelaksana undang-undang menunjukkan bahwasanya korupsi bukan sekadar masalah moral individual yang bobrok. Akan tetapi, budaya korupsi telah terjadi secara lestari. Hal seperti ini tidak akan mungkin bisa berjalan jika tidak ditopang oleh sebuah sistem yang memunculkan ekosistem korupsi ini.

Hemat saya bahwa Faktor yang mendorong seseorang melakukan tindakan pidana korupsi, yakni karena kerakusan, kurangnya integritas dan moral, adanya kesempatan, serta masyarakat yang serba membolehkan.


Pemberatasan Korupsi dalam Islam

Dalam Islam ada langkah dalam memberantas bahkan mencegah korupsi yaitu penerapan ideologi Islam, yang meniscayakan penerapan syariat Islam secara kafah dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam hal kepemimpinan. Misalnya seseorang diangkat untuk menjalankan pemerintahan sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah. 

Kemudian pemilihan penguasa dan para pejabat yang bertakwa dan zuhud. Dalam pengangkatan pejabat atau pegawai negara. Pemimpin menetapkan syarat takwa sebagai ketentuannya selain syarat profesionalitas. Takwa dalam Artian menjalankan tugasnya selalu merasa diawasi oleh Allah Swt, mengurusi rakyat dengan sepenuh hati dan jiwa sesuai dengan tuntutan syariat Islam, bukan politik yang tunduk pada kepentingan oligarki dan pemilik modal.

Serta Penerapan sanksi tegas yang berefek jera. Dalam Islam, hukuman tegas tersebut bisa dalam bentuk publikasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk hingga hukuman mati.

Wallahu a'lam bish-shawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar