KHUTBAH JUM'AT : HIJRAH DARI SISTEM JAHILIYAH


KHUTBAH PERTAMA

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَامَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ,أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا.
 وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
 اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى 
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ‏
(QS Ali ‘Imran [3]: 102)


Alhamdulillah, nikmat mana lagi yang Anda dustakan? Hanya karena rahmat dan karunianya, kita masih dalam kondisi iman dan Islam. Berkumpul di tempat mulia, di hari mulia, bersama dengan orang-orang yang insyaallah dimuliakan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan alam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Bertakwalah kepada Allah. Sungguh, inilah bekal terbaik kita di dunia dan di akhirat. Semoga kita semua diberikan keistiqamahan dalam takwa hingga akhir hayat, dan kita memperoleh derajat yang tinggi di sisi-Nya.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Saat ini kita sudah ada di penghujung tahun 1444 H. Beberapa hari lagi kita akan memasuki Tahun Baru Hijriyah, 1445 H. Sebagian umat Islam menjadikan Tahun Baru Hijrah sebagai momentum untuk melakukan refleksi (perenungan), kontemplasi (muhâsabah), bahkan mungkin menetapkan sejumlah resolusi (tuntutan) baru untuk masa depan hidupnya agar lebih baik. Tentu ini hal yang baik.

Namun, semestinya tak cukup hanya itu. Seharusnya, kita melakukan muhasabah secara kolektif. Sudahkah, kita ini hidup dengan Islam, di mana aturan Islam diberlakukan dalam seluruh aspek kehidupan? Baik secara hukum, ekonomi, politik, pendidikan, sosial, dan sebagainya? 

Jangan-jangan kita ini jatuh menjadi kaum sekuler, yang taat secara individual tapi ingkar terhadap aturan Allah menyangkut urusan pengaturan kehidupan manusia. Hijrah akhirnya dimaknai sangat sempit, sangat individual, dan tak membawa perubahan bagi umat ini dari waktu ke waktu.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Secara bahasa, al-hijrah merupakan isim dari fi'il ha-ja-ra. Maknanya adalah meninggalkan. Dalam hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dinyatakan, misalnya: 
وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ
“Orang yang berhijrah adalah orang yang meninggalkan apa saja yang telah Allah larang.” (HR al-Bukhari)

Hijrah dalam pengertian ini tentu wajib dilakukan oleh setiap Muslim. Tapi ingat, ada hijrah yang bermakna khusus. 

Menurut Ar-Raghib al-Ashfahany (w. 502 H), hijrah berarti keluar dari dârul kufr (yakni wilayah yang menerapkan hukum-hukum kufur) menuju Dârul Îman (yakni wilayah yang menerapkan seluruh hukum Islam) (Al-Ashfahâny, Al-Mufradât fii Gharîb al-Qurân, hlm. 833). 

Hal yang sama dikemukakan oleh Al-Jurjâni (w. 471 H) dan al-Qurthubi (w. 671 H) yang menyatakan:
الهِجْرَةُ وَهِيَ الخُرُوْجُ مِنْ دَارِ الْحَرْبِ إِلَى دَارِ الإِسْلاَمِ
Hijrah adalah keluar atau berpindah dari negara yang diperangi (negara kufur) ke Negara Islam. (Al-Qurthuby, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 5/349; Al-Jurjani, At-Ta’rîfât, 1/83).

Hijrah semacam inilah yang dilakukan oleh Baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam dari Makkah (yang saat itu merupakan dârul kufr [negeri kufur]) menuju Madinah (yang saat itu telah berubah menjadi Dârul Islâm (Daulah Islam/Negara Islam).

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ketahuilah, hijrah dalam makna khusus inilah yang dijadikan awal penanggalan dalam Islam. Oleh karena itu tatkala mendiskusikan tentang penanggalan Islam, setelah mendengar berbagai usulan para Sahabat, Khalifah Umar bin Khaththab ra menyatakan:
بَلْ نُؤَرِّخُ لِمُهاجَرَةِ رَسُوْلِ الله، فَإِنَّ مُهَاجَرَتَهُ فَرْقٌ بَيْنَ الْحَقِّ وَاْلبَاطِلِ
“Akan tetapi, kita akan menghitung penanggalan berdasarkan hijrah Rasulullah, karena sesungguhnya hijrah beliau itu telah memisahkan antara kebenaran dan kebatilan. (Ibn Al-Atsîr, Al-Kâmil Fî at-Târîkh, 1/3).

Inilah peristiwa penting yang mengubah wajah umat Islam saat itu. Umat yang awalnya tertindas dan teraniaya di Makkah selama 13 tahun, setelah hijrah ke Madinah dan menegakkan tatanan masyarakat yang islami dalam sebuah negara, berubah menjadi umat yang mulia, kuat dan disegani.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ketahuilah, sistem apapun, selain sistem Islam. adalah sistem jahiliyah. Termasuk sistem kehidupan sekuler yang diberlakukan di negeri ini. Apa tandanya? Syariah Islam tidak diterapkan, kecuali hanya sebagian kecil, seperti dalam urusan nikah, talak, dan rujuk; dalam urusan haji dan zakat; dan sebagainya. Sebaliknya, dalam berbagai urusan lain yang lebih besar (ekonomi, politik, hukum, peradilan, sosial, politik, pemerintahan, dan lain-lain) syariah Islam tidak digunakan. 

Padahal, Allah subhanahu wa taala telah mencela sikap manusia yang tidak mau memilih hukum-hukum Allah dan malah lebih lebih memilih hukum jahiliyah. Allah subhanahu wa taala berfirman:
Ketahuilah, hijrah dalam makna khusus inilah yang dijadikan awal penanggalan dalam Islam. Oleh karena itu tatkala mendiskusikan tentang penanggalan Islam, setelah mendengar berbagai usulan para Sahabat, Khalifah Umar bin Khaththab ra menyatakan:
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
“Apakah sistem hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Siapakah yang lebih baik sistem hukumnya dibandingkan dengan sistem hukum Allah bagi kaum yang yakin?” (TQS al-Mâidah [5]: 50).

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Karena itu, hijrah dalam pandangan Islam, berkaitan dengan upaya kaum Muslim, untuk segera meninggalkan sistem hukum jahiliyah ini menuju sistem Islam. Menerapkan hukum-hukum Allah dalam seluruh aspek kehidupan bernegara. Dan inilah yang dilakukan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam saat di Madinah. 

Di sana  beliau tidak sekadar menerima kekuasaan, karena kalau sekadar kekuasaan beliau bisa dapatkan di Makkah. 

Kekuasaan beliau di Madinah tidak lain adalah kekuasaan yang menolong (shultân[an] nashîr[an]). Ini sebagaimana turunnya ayat yang memerintahkan beliau hijrah:
وَقُلْ رَّبِّ اَدْخِلْنِيْ مُدْخَلَ صِدْقٍ وَّاَخْرِجْنِيْ مُخْرَجَ صِدْقٍ وَّاجْعَلْ لِّيْ مِنْ لَّدُنْكَ سُلْطٰنًا نَّصِيْرًا
“Katakanlah, "Tuhanku, masukkanlah aku secara masuk yang benar, dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar, dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (TQS al-Isrâ’ [17]: 80).

Kekuasaan “yang menolong” adalah kekuasaan yang dengan itu syariah Islam diterapkan secara kâffah.  Imam Ibnu Katsir, seraya mengutip Qatadah (w. 117 H), saat menjelaskan frasa “kekuasaan yang menolong”, menyatakan:
نَصِيرًا لِكِتَابِ اللَّهِ، وَلِحُدُودِ اللَّهِ، وَلِفَرَائِضِ اللَّهِ، وَلِإِقَامَةِ دِينِ اللَّهِ
“… untuk membela Kitabullah, hudûd Allah, hal-hal yang difardukan Allah, dan untuk menegakkan agama Allah”. (Ibnu Katsir, Tafsîr al-Qur’ân al-Adzîm, 5/111).

Karena itu, inilah esensi hijrah yang sebenarnya. Hijrah secara totalitas. Tinggalkan sistem jahiliyah, tegakkan sistem Islam dalam seluruh aspek kehidupan. []

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم




KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar