Komunitas LaGiBeTe Menggelar Pertemuan, Wajib Menolak Keras!


Oleh: Rhany (Pegiat Literasi Andoolo)

Pernah duduk dibangku TK? pasti sudah familiar dengan lagu ini, "Pelangi-pelangi alangkah indahmu, Merah-Kuning-Hijau di langit yang biru, pelukismu agung siapa gerangan, pelangi-pelangi ciptaan tuhan". Menunjukan pelangi adalah sesuatu yang indah, identik dengan anak-anak, bahkan digambarkan ciptaan sang maha penguasa langit dan bumi.

Tapi taukah sobat? Sekarang pelangi digambarkan sosok yang menghinakan, mengklaim identik dengan kepunyaan komunitas tertentu yakni L98T. Dengan terang-terangan betapa pedenya akan menggelar pertemuan di Jakarta sebentar lagi.

Dilansir dari tempo.com, pertemuan aktivis Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) se-ASEAN yang kabarnya akan digelar di Jakarta mendadak ramai jadi sorotan. Majelis Ulama Indonesia (MUI) angkat bicara terkait hebohnya kabar pertemuan aktivis LGBT seASEAN itu.

Wakil Ketua Umum MUI Anwar Abbas meminta pemerintah menolak pertemuan aktivis LGBT tersebut. Anwar mengatakan “Pemerintah telah melanggar ketentuan yang telah ditetapkan konstitusi terutama Pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945". (12/7/2023).

Berbagai platform media sosial menggema dengan hesteg #MenolakPertemuanKomunitasLGBTSeASEAN, membuktikan mayoritas masyarakat Indonesia menolak keras komunitas tersebut.

Padahal negara ini adalah mayoritas penduduk beragama Islam dan tentu Islamlah yang paling menolak keras terkait keberadaan kaum Luth ini.  Framing yang menggelikan selalu dilontarkan dengan alasan kebebasan dan HAM. Jika alasan karena HAM, tentu menolak perbuatan mereka juga  merupakan HAM. Apakah hanya mereka yang bisa menggunakan slogan ini? Atau hanya kemaksiatanlah yang selama ini dipakai khusus kata HAM tersebut.

Apalagi muncul dengan dalih atas nama kebebasan hidup dan menghormati keberadaan mereka serta hak untuk hidup. Jelas keberadaanpun sudah menganggu ketertiban umum dan mengurangi produktivitas ekosistem manusia serta merusak. Keyakinan dalam beragama tentu menjadi kebebasan dan hak untuk berpendapat, memangnya mereka saja yang boleh bebas berpendapat dan berisik? 

Mengenai hak untuk hidup, sudah jelas dari sisi media penyakit yang ditularkan sangat berbahaya dan dari segi kuantitas sudah banyak yang terpapar. Dari penyakitnya saja sudah berbagai jenis temuan varian baru, apakah ini tidak meresahkan hak hidup orang lain? Mau jadi apa jika kaum seperti mereka memimpin negara? Dan lebih mencengangkan lagi berbagai upaya telah dilakukan serta pendanaan besar-besaran telah dikeluarkan demi mendukung agar hak mereka diakui.

Seluruh kaum muslimin tanpa terkecuali harus turut langsung menolak acara tersebut entah itu menyuarakan di media sosial atau mengingatkan sanak saudara kita. Kita punya kewajiban beramar ma'ruf nahi mungkar atas hal ini, sebab azab Allah datang tanpa pilih dan memilah. Jika meyakini Islam sebagai agama kebenaran, cukup bagi kita dalil dalam al-Qur'an sebagai pengingat tanpa keraguan.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: "Maka mereka dibinasakan oleh suara yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka kami jungkir balikkan (negeri itu) dan kami hujani dengan batu dari tanah yang keras". ( QS. Al-Hijr : 73-74)

Menyelamatkan kaum muslimin adalah kewajiban bersama. Apakah sudi jika esok hari keluarga kita yang terpapar. Tentu tidak turut membenci pelakunya, sebab mereka butuh dirangkul dan bisa berubah. Namun, yang kita benci adalah perilakunya yang menyimpang dari fitrah manusia.

Sungguh sangat menodai jika acara pertemuan tersebut berhasil dilangsungkan. Negara harus berperan aktif untuk menolak, sebab punya andil besar dalam membuat kebijakan. Dalam pancasila pun jelas tertera sila pertama ketuhanan yang maha esa, artinya negara ini landasan pertama dan tolak ukur berdasarkan moralitas beragama. Jika negara tidak menolak, jelaslah kekuasaan berpihak kepada siapa. Wallahu a'lam bishowab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar