Konsumsi Hewan yang Sakit Potret Buram Kelalaian Penguasa


Oleh : Ummu Fadhilah 

Dilansir dari CNN Indonesia, penularan antraks terhadap puluhan warga Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta jadi buah bibir. Tradisi brandu disebut-sebut sebagai biang kerok masifnya penularan. Apa sebenarnya tradisi brandu?Penularan antraks sebenarnya bukan barang baru di Gunungkidul. Dalam beberapa tahun terakhir, penularan antraks terus ditemukan di sana.

Kementerian Pertanian menyebut tradisi brandu atau purak jadi salah satu faktor yang meningkatkan risiko penularan antraks di sana. Pemotongan sapi atau kambing yang sakit atau mati berkaitan dengan tradisi purak atau brandu.

Melansir REPUBLIKA.CO.ID bahwa tradisi mbrandu di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Kabupaten Gunungkidul diduga yang menjadi penyebab sebanyak 87 warga terpapar antraks. Menurut Kepala Dukuh (Dusun) Jati, Sugeng, tradisi tersebut memang sudah mengakar sejak nenek moyang mereka. Tujuannya baik, meringankan kerugian pemilik ternak yang ternaknya mati, entah karena sakit atau sebab lain.

Budaya brandu jelas menunjukkan potret kemiskinan yang parah di tengah masyarakat. Di sisi lain, juga menggambarkan betapa rendahnya tingkat literasi sehingga biasa mengkonsumsi binatang yang sudah sakit.

Hal itu menggambarkan lalainya penguasa dalam mengurus rakyat, sehingga tradisi yang membahayakan tetap berlangsung, bahkan yang melanggar aturan agama yang mengharamkan memakan bangkai  Nyawa masyarakat menjadi korban akibat kegagalan penguasa menyejahterakan warganya. Kemiskinan ini bersifat struktural sebagai akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme.

Untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat serta menjamin ketentraman bathin masyarakat hendaknya penyediaan pangan asal hewan diterapkan dengan pola ASUH (Aman, Sehat , Utuh  dan Halal. Aman mengandung arti bahwa daging tidak mengandung bahaya biologi, kimiawi dan fisik yang dapat menyebabkan penyakit serta menganggu kesehatan manusia. Sehat berarti daging meiliki zat-zat yang dibutuhkan dan berguna bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh manusia. Utuh,  adalah daging tidak dicampur dengan bagian lain dari hewan tersebut atau bagian dari hewan lain. Sedangkan Halal adalah berarti hewan maupun dagingnya disembelih dan ditangani sesuai syariat agama Islam.

Oleh karena itu, penyelesaian kasus antraks di Gunungkidul tidak cukup sekadar dari aspek kesehatan, tetapi juga butuh penyelesaian sistemis dengan menanggalkan sistem ekonomi kapitalisme yang melestarikan kemiskinan.

Islam mengharamkan umatnya memakan bangkai sebagaimana terdapat dalam QS Al-Maidah ayat 3. Allah Swt. berfirman,
Ø­ُرِّÙ…َتْ عَÙ„َÙŠْÙƒُÙ…ُ الْÙ…َÙŠْتَØ©ُ
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai.” 

Pengharaman ini ditegakkan melalui hukum positif, yaitu dengan pemberlakuan syariat kafah. Pemerintah tidak boleh sekadar memberi sosialisasi dan imbauan pada masyarakat. Namun, harus ada tindakan tegas karena menyangkut keselamatan nyawa manusia.

Masyarakat harus dilarang keras mengonsumsi bangkai. Jika ada yang membagikan atau memperjualbelikan daging bangkai, bisa diberikan sanksi tegas. Jika dirasa perlu, pemerintah bisa memberikan santunan pada warga yang hewan ternaknya mati agar tidak ada jual beli bangkai.Sistem Islam akan menjamin  rakyat hidup sejahtera  dan terdidik sehingga paham aturan agama maupun aturan terkait dnegan kesehatan dirinya.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar