Oleh : Setyowati Ratna Santoso, S.Si (Guru Madrasah)
Praktisi hukum Todung Mulya Lubis menilai berbagai kasus yang terkuak dari internal Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK seperti pungutan liar di rutan KPK, pelecehan oleh pegawai rutan dan korupsi dana dinas terjadi karena adanya revisi undang-undang dan krisis kepemimpinan di lembaga anti korupsi tersebut, ia berpandangan lembaga anti korupsi itu tidak bisa disamakan dengan kepolisian ataupun kejaksaan dalam konteks pemberantasan korupsi ini karena KPK adalah lembaga yang super, lembaga yang spesial ekstra ordinary dan oleh sebab itu dituntut lebih tidak bisa disamakan dengan kepolisian dan Kejaksaan. Pengamat korupsi ini pun berpendapat kekuatan KPK telah digerogoti dengan revisi undang-undang nomor 19 tahun 2019 padahal menurutnya undang-undang sebelum revisi memberikan kekuatan KPK untuk bisa memberantas korupsi secara maksimal tanpa pandang bulu, sebelumnya dewan pengawas KPK mengungkapkan adanya kasus pungli KPK temuan dugaan tindak pidana ini terungkap saat lembaga itu memproses laporan dugaan pelanggaran etik ketua KPK Firly bahuri anggota dewan pengawas Albertinaho mengatakan bahwa nilai pungli di rutan KPK cukup fantastis yakni 4 miliar rupiah dalam satu tahun kasus korupsi yang banyak terjadi bahkan di rutan KPK sendiri.
Hal ini menegaskan kronisnya masalah korupsi di negeri ini harus diakui bahwa krisis kepemimpinan memang sedang terjadi tak hanya di lembaga KPK tetapi dihampir seluruh instansi pemerintahan sementara itu dugaan adanya upaya pelemahan fungsi KPK melalui pengesahan revisi undang-undang KPK memang sudah tercium bahkan sebelum revisi undang-undang tersebut disahkan, fungsi KPK sebagai pemberantas korupsi dipandang dimutilasi dan dilucuti wewenangnya jauh sebelumnya lembaga yang dibentuk pada awal pendiriannya yaitu pada masa Presiden Megawati sudah mendapatkan banyak sorotan. KPK memang makin eksis di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena mampu menguak beberapa skandal mega korupsi namun kesan tebang pilih lembaga KPK juga makin kental pasalnya KPK tidak mampu menguak mega korupsi BLBI yang berkaitan dengan rezim berkuasa saat itu, begitupun lembaga KPK di era Presiden Jokowi. Adanya revisi undang-undang KPK yang semakin melemahkan fungsi KPK ditambah krisis kepemimpinan seolah menunjukkan bahwa KPK berada di bawah bayang-bayang oligarki kekuasaan.
Oleh karena itu persoalan korupsi yang makin marak di negeri ini bukan hanya karena wewenang KPK yang disetir oleh kekuasaan sehingga kasus korupsi tidak banyak terkuak namun juga karena penerapan sistem demokrasi kapitalis yang menyuburkan aktivitas korupsi, tak khayal dikatakan bahwa lembaga apapun yang dibentuk untuk memberantas korupsi tidak akan mampu memberantas korupsi di negeri ini selama sistem yang diterapkan adalah demokrasi kapitalis yaitu sistem politik berbiaya mahal yang sangat sarat dengan kongkalikong antara penguasa dan pengusaha serta upaya menghalalkan segala cara demi mengembalikan modal pemilu.
Oleh karena itu korupsi di negeri ini hanya akan musnah jika diterapkan sistem sahih yang berasal dari sang pencipta sekaligus pengatur kehidupan manusia yaitu sistem Islam kaffah yang akan menutup rapat semua celah terjadinya korupsi melalui aturan yang komprehensif. Dalam sistem Islam motif kerakusan harta di babat dengan penegakan hukum atas kasus korupsi.
Syariah Islam memberi batasan yang jelas dan hukum rinci berkaitan dengan harta para pejabat, harta yang diperoleh dari luar gaji atau pendapatan mereka dari negara diposisikan sebagai kekayaan gelap. Selain itu individu yang bertakwa yang lahir dari penerapan sistem pendidikan Islam akan mampu menyokong negara dalam menjalankan perannya sebagai pelaksana hukum Islam serta akan didukung oleh lingkungan yang kondusif yang akan mencegah melakukan tindak korupsi karena ketakwaannya.
Dalam sistem Islam kebiasaan Amar ma'ruf nahi mungkar akan terjadi di tengah masyarakat masyarakat bisa menjadi penjaga sekaligus pengawas diterapkannya syariat, dengan begitu jika ada anggota masyarakat yang terindikasi berbuat kriminal atau korupsi mereka mudah melaporkannya pada pihak berwenang, selain itu dalam sistem islam memiliki sistem kerja lembaga yang tidak rentan korupsi.
Dalam sistem pemerintahan Islam ada Lembaga yang bertugas memeriksa dan mengawasi kekayaan para pejabat yaitu badan pengawas atau pemeriksa keuangan hal itu pernah dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khattab beliau mengangkat Muhammad bin maslamah sebagai pengawas keuangan tugasnya adalah mengawasi kekayaan para pejabat negara yakni menghitung kekayaan pejabat sebelum menjabat dan setelah menjabat jika terdapat kelebihan harta yang tidak wajar pejabat bersangkutan harus membuktikan dari mana harta itu didapat jika tidak bisa membuktikannya berarti harta tersebut termasuk harta korupsi.
Dalam Islam tidak akan ada jual beli hukum seluruh lembaga dan perangkat hukumnya hanya menggunakan hukum Islam sebagai perundang-undangan negara ketika hukum yang dipakai adalah aturan Allah. Ketika manusia bukan sebagai pembuat hukum maka tidak ada kompromi terhadap hukum sebagaimana yang diterapkan dalam sistem politik hari ini. Pemberantasan korupsi semakin ampuh dengan sanksi hukum Islam yang memberikan sistem sanksi yang tegas.
Dalam Islam sanksi memiliki dua fungsi yaitu sebagai penembus dosa dan efek Jera, dengan sanksi yang berefek Jera para pelaku dan masyarakat yang punya niatan untuk korupsi akan berpikir seribu kali untuk melakukan kejahatan untuk kasus korupsi, akan dikenai sanksi ta'zir dimana khalifah berwenang menetapkannya.
Demikianlah strategi sistem Islam Kaffah memangkas dan memberantas korupsi dengan penegakan syariat Islam secara menyeluruh korupsi dapat dibasmi hingga tuntas.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar