Oleh: Lisa Izzate (Jembrana-Bali)
Rasulullah SAW pernah bersabda bahwa "Perumpamaan kaum Muslimin dalam urusan kasih sayang dan tolong-menolong bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh merasa sakit, maka menjalarlah penderitaan itu ke seluruh badan hingga tidak dapat tidur dan (merasa) panas." Demikian suatu hadis Nabi Muhammad SAW, sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim.
Namun fakta hari ini berkata lain, sungguh dapat kita saksikan bagaimana penderitaan rakyat Palestina yang dikangkangi oleh kaum zionis Isr4el. Wanitanya dirampas kehormatannya, sedangkan para lelaki dan anak-anak habis dibantai. Di Myanmar ada Rohingya yang tak kalah menderitanya dengan Palestina, di mana kaum muslim Rohingya dibabakar hidup-hidup, begitu juga di Uighur dan India. Sedangkan di Indonesia dengan jumlah penduduk mayoritas muslim justru bermesra-mesra dengan kaum kafir penjajah.
Hal ini lumrah terjadi karena adanya nasionalisme di bidang politik. Asalkan bukan bangsa dan negaranya yang terancam, maka kata "bukan urusan saya" akan senantiasa terlontar. Sungguh ini sama sekali tidak mencerminkan tabiat seorang muslim. Mereka sudah mati rasa, tak terpengaruh sama sekali dengan luka yg dirasakan oleh saudara seiman.
Menurut Hans Kohn, nasionalisme merupakan suatu keadaan pada individu ketika ia merasa bahwa pengabdian yang paling tinggi adalah untuk bangsa dan tanah air (Lihat: Sardar Z, Rekayasa Masa Depan Islam, 1986). Dengan nasionalisme, persaudaraan antarmuslim di dunia sangat dibelenggu oleh batas-batas hukum dan teritorial. Akibatnya, dasar akidah dimusnahkan, lalu digantikan dengan ikatan kebangsaan yang imajiner.
Kaum muslim dahulunya hanya memiliki satu kepemimpinan dalam Daulah Khilafah Islamiyah. Sebelum dipecah oleh kafir imperialis menjadi dunia Arab dan dunia Islam non-Arab. Dunia Arab kemudian dipecah menjadi 23 negara, sedangkan dunia Islam dikerat-kerat menjadi belasan negara kecil-kecil. Negara yang kecil-kecil itu pun kini tengah dipotong-potong lagi. Contoh saja, Melayu dipecah menjadi Indonesia dan Malaysia. Malaysia pun kemudian dipecah menjadi Malaysia dan Singapura.
Padahal ketika Islam masih berjaya dengan hukum syariatnya, Islam mampu menyatukan dua pertiga belahan dunia hingga semua penduduk yang berada di bawah naungannya merasa aman, tentram dan terlindungi. Tak ada satupun musuh Islam dari kaum kafir penjajah yang diberikan ruang walau hanya sekedar menunjukan gigi taringnya.
Prajurit islam yang terkenal berani dan tak terkalahkan, selalu siap membela rakyat yang terzalimi walaupun mereka bukan seorang muslim. Di bawah pemerintahan khilafah yang menegakan syariat Islam secara kaffah, semua rakyat baik muslim maupun non muslim amatlah terjamin kesejahteraan dan ketentramannya.
Masalah umat tidak hanya berhenti di sini, di Indonesia sendiri begitu banyak masalah dan kerusakan yang terjadi, misal: kemiskinan yang menyebar dari perkotaan hingga pedesaan, hingga orang yang kelaparan mengais rezeki dengan penuh penderitaan, bahkan ada yang sampai rela menjual harga dirinya demi sesuap nasi.
Banyak sekali fakta yang bisa kita ambil dari kemiskinan ini, dampak dari kemiskinan pun mulai menjalar dari rusaknya moral umat, pembulian, pemerkosaan hingga pembunuhan. Belum lagi kenakalan remaja dengan adanya tawuran, hingga pergaulan bebas.
Ini disebabkan karena telah diterapkan sistem kapitalisme sehingga merusak tatanan keluarga. Kursi kedudukan keluarga telah diporak-porandakan hingga tidak lagi berada di tempatnya. Para ibu yang seharusnya menjadi ummu warobatul bayt, kini berubah peran menjadi pencari nafkah sehingga tak ada lagi yang bisa mendidik anak dengan maksimal. Anak-anak dibiarkan dengan kehidupan dan lingkungan yang telah dirusak oleh kemajuan zaman dan internet.
Tak dapat kita pungkiri bahwa internet ini telah mengambil sebagian atau bahkan seluruh peranan ibu. Padahal internet telah lolos membawa masuk budaya barat yang jauh sekali dari norma Islam. Dari mulai fashion, food, film dan lain sebagainya, dan parahnya kini menjadi trend viral yang justru banyak digandrungi para generasi muda.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (TQS. Ar-rum: 41-42)
Maka jelas bahwa problematika umat akan selalu ada dan tak akan pernah usai selama pengaturan kehidupan diserahkan pada manusia yang tidak berkompeten. Aturan dibuat seenaknya sendiri tanpa mengindahkan syariat Allah.
Allahua'lam bishawab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar