Penolakan Terhadap Perilaku Menyimpang Bermula dari Rumah


Oleh: Astriani Lydia, S.S

Tergelitik dengan suatu tayangan di salah satu kanal sosial media, dan siapapun yang menyaksikan tayangan itu pasti ikut terharu. Pada tayangan tersebut salah satu pesohor merasa mendapat karunia anak yang “terjebak” raga yang salah.  Dimana sang anak merasa sebagai seorang perempuan, namun terjebak dalam tubuh laki-laki. Sang ibu bercerita dengan berlinang air mata bahwa ia mencoba memahami dan merasakan penderitaan batin anaknya. Hingga akhirnya ia pun merelakan sang anak melakukan operasi kelamin. Bagi para penonton yang tidak memiliki pemahaman agama dan bekal iman yang cukup bukan hal yang mustahil akan setuju dengan pernyataan ibu tersebut. Dan ini adalah sesuatu yang berbahaya ditengah gempuran perilaku menyimpang yang menyasar generasi.


LGBT Perilaku Menyimpang 
LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) bukan fitrah. LGBT justru merupakan perilaku menyimpang dari fitrah manusia. Manusia pada fitrahnya terdiri dari laki-laki dan perempuan. Adapun yang berkelamin ganda (hermaprodit) atau dalam fikih disebut sebagai khuntsa (banci), bukanlah perilaku gay atau lesbian. Melainkan orang yang secara fisik memiliki dua kelamin. Tentang khuntsa Prof. Dr. Rawwas Qal’ahji menyatakan, “Orang yang mempunyai alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan, atau orang yang kencing melalui suatu saluran, sementara dia tidak mempunyai alat kelamin laki-laki dan alat kelamin perempuan. “ (Rawwas Qal’ahji, Mu’jam Lughat al-Fuqaha, hlm. 179). Namun setelah baligh, kondisinya tampak dengan salah satu ciri menonjol. Jika dia keluar jenggot, mengeluarkan sperma melalui testis, atau bisa menghamili perempuan, maka dia dihukumi laki-laki. Begitu juga ketika tampak ciri-ciri keberaniannya, sikap kesatria dan sabar menghadapi musuh, maka ini menjadi indikasi kejantanannya. Ini sebagaimana yang disebutkan oleh Imam As-Suyuthi, menukil dari pendapat Imam Al-Isnawi.
Oleh karenanya Islam mengharamkan perlaku menyimpang ini dan mengkategorikannya sebagai dosa besar. Allah SWT berfirman: “(Kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka, ‘Mengapa kalian mengerjakan perbuatan keji itu, yang belum perbah dikerjakan oleh seorang pun (di dunia ini) sebelum kalian? Sungguh kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada perempuan. Kalian ini adalah kaum yang melampaui batas.” (TQS. Al A’raf: 80)


Mengoptimalkan Peran Keluarga dan Negara
Prof Dr Ir Aida Vitalaya S. Hubeis dari Institut Pertanian Bogor (IPB), pengajar dari Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, mengatakan keluarga memiliki peran sangat primer untuk mencegah anak-anaknya terjebak pada perilaku LGBT. Ia menambahkan bahwa keluarga memiliki peran pertama untuk sosialisasi dalam membentuk kepribadian , watak, moral dan etika anggota keluarga yang sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, bangsa, dan negara. Keluarga juga mempunyai peran penentu di dalam pembentukan dan perwujudan kepribadian anggota keluarga sesuai dengan identitas fitrah biologi primer yang dibawa, yakni laki-laki dan perempuan. 
Rumah dimana tempat orang tua dan keluarga menanamkan suatu pemikiran dan kebiasaan baik, memiliki peran penting dalam mencegah perilaku menyimpang. Diantaranya dengan memperkokoh keimanan anak sejak usia dini, membiasakan anak menutup dan menjaga auratnya sekalipun dengan sesama jenis, memahamkan larangan menyerupai lawan jenis, memahamkan anak tentang pergaulan dalam Islam dan haramnya perilaku LGBT. Sehingga muncul pada diri anak penolakan terhadap perilaku-perilaku menyimpang dan tidak terdorong melakukannya.
Selain keluarga, negara juga berperan penting dalam mencegah perilaku menyimpang ini dan melakukan penolakan atasnya. Ketika ditemukan indikasi ada yang ingin berperilaku menyimpang seperti  LGBT, negara langsung mengambil tindakan tegas dengan menasehati, bahkan sampai memberi sanksi jika nasehatnya tidak dihiraukan. Negara memang berperan penting atas hal ini karena LGBT merupakan permasalahan sistemis, yang menyangkut banyak faktor yang saling terkait, maka solusinya pun harus solusi sistemis. Dan ini tidak dapat terealisasi jika negara masih menerapkan ideologi Kapitalis yang mendukung perilaku menyimpang. Maka umat butuh negara yang menerapkan Islam Kaffah. Wallahua’lam bishshawab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar