Sayembara Tangkap Begal; Mempertanyakan Fungsi Negara Pelindung Rakyat


Oleh : Hanum Hanindita, S.Si.

Aksi begal Bekasi semakin mengkhawatirkan. Belum lama ini seorang ibu yang hendak jenguk anak di rumah sakit jadi korban begal di Fly Over Alindra Harapan Indah, Setia Asih, Tarumajaya, Kota Bekasi. Geram dengan aksi begal yang tak kenal pandang bulu itu, muncul sayembara tangkap begal Bekasi. Kepala Desa Burangkeng, Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi, Nemin bin Sain mengadakan sayembara untuk menangkap begal dengan iming-iming hadiah uang tunai sebesar Rp 10 Juta. Menurut Nemin, sayembara tangkap begal ini karena kondisi gangguan keamanan dan ketertiban pelaku penjahat jalanan ini sudah sangat meresahkan warga (bekaci.suara.com, 29/06/23).


Lunturnya Kepercayaan Masyarakat

Sebenaranya publik menyimpan tanya bagi penguasa negeri ini. Di mana fungsi negara pelindung rakyat? Apakah rakyat harus berjuang sendiri untuk melindungi diri? Siapa penjaga rakyat jika memang benar aparat kini sulit dipercaya untuk menjaga keamanan? Pada siapa lagi rakyat harus mengadukan berbagai tindakan kekerasan maupun kejahatan.

Dilansir dari bekaci.suara.com 29/06/23, Sosiolog dari Universitas Islam 45 Bekasi, Andi Sopandi memberi pandangannya bahwa fenomena sayembara penangkapan begal itu disebabkan karena kasus pembegalan yang terjadi secara berulang-ulang tidak diatasi dengan baik oleh penegak hukum, pemerintah maupun masyarakat. Kondisi ini akhirnya membuat masyarakat menilai bahwa upaya yang selama ini dilakukan untuk memberantas aksi begal tidak cukup untuk membuat pelaku begal merasa jera. Dengan kata lain masyarakat merasa tidak diberikan solusi nyata.

Sikap Kades Burangkeng membuat keputusan yang tidak berlandaskan hukum, bahasa praktisnya ‘hukum alam’ dengan sejumlah imbalan, bukanlah solusi yang tepat dalam mengatasi persoalan apalagi menyangkut ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Sebab, fenomena begal akan terus berulang dan sayembara hanyalah sebuah tindakan penyelesaian masalah dalam waktu sesaat saja. Tanpa memiliki dampak jangka panjang untuk ke depannya. Keefektifan sayembara pun dipertanyakan,  artinya ini tidak menjamin jika di kemudian hari tidak terjadi kejahatan yang serupa.

Di sisi lain, adanya sayembara ini  memang menunjukkan bahwa ada rasa hilangnya kepercayaan dari masyarakat kepada pihak kepolisian dalam hal layananan pengaduan. Ini perlu menjadi catatan penting yang wajib diperhatikan kepolisian. Di saat ini pun masih begitu sulit menghilangkan kesan aduan masyarakat ditangani dengan berbelit belit, image dipungut bayaran dan sebagainya. Sementara itu, pengamat kepolisian Bambang Rukminto menyatakan, gaya rekrutmen kepolisian selama ini masih memiliki unsur militer. Mengutamakan kekuatan fisik daripada karakter (jawapos.com, 07/09/22). Akibatnya kepolisian dan jajaran aparat penegak hukum lainnya telah kehilangan integritas dan kewibawaannya di mata masyarakat.

Sejatinya fenomena sayembara tangkap begal, sekali pun berangkat dari amarah warga yang lelah dengan tindak kejahatan dan ketidakpercayaan kepada kepolisian untuk mengatasi, namun ada hal mendasar yang menjadi pencetus itu semua. Sebab kepolisian juga tidaklah bekerja sendiri. Mereka berada dalam sebuah sistem dimana berdasarkan sistem tersebutlah kinerja aparat ditentukan. Sistem itu adalah yang mengatur sebuah negara, dan saat ini Indonesia berada dalam sistem demokrasi sekuler.


Demokrasi Sekuler Melahirkan Kejahatan

Maraknya kejahatan ialah buah dari penerapan sistem demokrasi sekuler yang hanya melahirkan kerusakan dan kebobrokan di segala aspek kehidupan. Demokrasi hanya menghasilkan kerusakan secara pemikiran, peraturan, dan perasaan. Ada dua faktor yang menyebabkan kekerasan sering terjadi dalam sistem demokrasi.

Pertama, faktor individu pelakunya, dimana sikap dan mentalnya sudah rusak, misalnya tidak takut dosa hingga meremehkan nyawa manusia. Kedua, faktor lemahnya penegakan hukum oleh negara, misalnya hukum yang bisa direkayasa atau dibeli, atau hukuman ringan yang tidak menimbulkan efek jera. Jika kedua faktor di atas terus dibiarkan berlarut-larut, akan mengakibatkan masyarakat semakin rusak. Mudahnya berbuat kriminal bahkan sampai tega menghilangkan nyawa, sudah sangat lebih dari cukup memberikan bukti kerusakan kehidupan masyarakat saat ini.

Dalam sistem saat ini pun kebahagian diukur dengan teraihnya kenikmatan yang bersifat materi. Negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalisme gagal menyejahterakan masyarakat. Kekayaan hanya dinikmati oleh segelintir para kapitalis, sedangkan masyarakat makin miskin dan daya beli makin rendah. Sementara itu, kebutuhan makin tinggi ditambah daya beli rendah, plus keimanan yang minim, menjadi formula yang ampuh untuk melahirkan tindak kejahatan. Inilah yang menyebabkan kejahatan bertebaran dimana-mana tanpa henti, bahkan kerap kali kejahatan yang terjadi di luar nalar manusia. 

Di sisi lain, pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh aparat juga terlihat abai dalam menangani kasus-kasus kejahatan. Memang ada langkah-langkah yang dilakukan untuk mencegah mau pun menanggulangi, tapi itu semua belum menjadi solusi yang menyentuh akar permasalahan. Terbukti di Bekasi sendiri angka kriminalitas terus tinggi, bukan hanya dalam kejahatan begal. Ini berarti tindakan yang dilakukan aparat sampai saat ini belum mampu menghentikan kejahatan secara tuntas dan meberi ketenangan bagi warganya.


Negara Islam Pelindung Rakyat

Negara adalah institusi tertinggi yang memiliki tanggung jawab untuk melindungi rakyatnya. Ibarat sebuah perisai, negara akan menangkis segala hal yang dapat merusak atau membahayakan negerinya dan setiap orang yang ada di dalamnya. Selain itu, negara juga memiliki tanggungjawab untuk menciptakan suasana aman dan tenteram bagi seluruh warga negaranya. Abai dan lengahnya negara di dalam melakukan kontrol terhadap rakyat dapat mengakibatkan keresahan di mana-mana. 

Dengan penjagaan yang dilakukan negara yang menerapkan hukum-hukum Islam, peluang terjadinya tindak kekerasan, pembunuhan, dan tindakan brutal dapat dicegah dan ditindak tegas Khalifah. Dalam hukum Islam akan didapati suatu cita-cita tertinggi manusia dalam bidang hukum di segala peradaban, yaitu keadilan. Keadilan merupakan sifat yang melekat pada Islam itu sendiri dan tak terpisahkan dari Islam. Allah SWT berfirman, “Telah sempurnalah Kalimat Tuhanmu (Al-Qur’an) sebagai kalimat yang benar dan adil.” (QS Al-An’am [6]: 115)

Dalam konsep Islam, kriminalitas atau kejahatan adalah perbuatan tercela (al-qabîh). Makna yang tercela (al-qabîh) adalah apa aja yang dicela oleh Asy-Syâri’ (Allah). Ketika syariat telah menetapkan suatu perbuatan itu tercela, maka sudah pasti perbuatan itu disebut kejahatan, tanpa memandang lagi tingkat tercelanya. Artinya, tidak lagi dilihat besar kecil kejahatan. 

Dengan demikian, maka solusi yang ditawarkan Islam bukan hanya solusi kuratif, tetapi mencakup pula tindak preventif (pencegahan). Selain itu disadari pula, tindak kriminal bukanlah berdiri sendiri karena sangat terkait dengan tata nilai kondisi dan kebijakan lain dalam negara. Oleh karena itu, solusi Islam merupakan solusi terkait, terpadu, dan utuh sehingga mampu menekan segala jenis tindakan kriminalitas termasuk begal.

Beberapa langkah yang dapat dilakukan Negara untuk mengatasi tindakan kriminalitas di antaranya adalah sebagai berikut, Pertama, membina masyarakat dengan landasan akidah Islam. Pembinaan berbasis akidah Islam akan membentuk manusia yang bertakwa dan beriman sehingga dalam melakukan aktivitas akan senantiasa berpegang teguh kepada perintah dan larangan Allah. Dengan demikian, ini akan mencegah manusia melakukan perbuatan maksiat.

Kedua, menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat berupa sandang, pangan, papan, keamanan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Terpenuhinya kebutuhan masyarakat dengan kepastian jaminan dari negara akan membuat tenang dan tentram kehidupan, sehingga orang tidak akan berpikir mencari materi dengan susah payah, terlebih lewat jalan kemaksiatan.

Ketiga, negara harus membersamai dan mengontrol kinerja aparat baik di pusat atau pun di tingkat daerah. Sebagai contoh, pemerintah daerah melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum untuk membangun sebuah sistem yang serius dalam memberantas aksi pembegalan. Di antaranya mengidentifikasi titik rawan dan waktu wilayah pembegalan, adanya alat deteksi dini yang terkoordinir dengan tim reaksi cepat penanganan begal, dan pemberian hukuman yang berat bagi pelaku pembegalan. Hukuman bisa berlaku qishas jika korban begal meninggal atau cacat bagian tubuhnya akibat perbuatan pelaku. Atau berlaku ta’zir (ditentukan qadhi/hakim) bila tidak sampai membunuh atau merusak anggota tubuh sampai cacat, sesuai dengan tingkat berat kejahatannya. Semua sanksi akan diterapkan dengan adil sesuai pandangan Islam.

Apabila keadilan Islam diimplementasikan dalam masyarakat, tidak akan muncul diskriminasi dan tebang pilih. Inilah keadilan hakiki yang akan terwujud sebagai implikasi penerapan syariat Islam dalam masyarakat. (Hamad Fahmi Thabib, Hatmiyah Inhidam ar-Ra’ sumaliyah al-Gharbiyah, hlm.191). Kehidupan yang tenang, aman, adil, penegakan hukum tidak tebang pilih, nyawa manusia terjaga, keselamatan rakyat terjamin negara untuk dilindungi hanya bisa didapatkan dalam kepemimpinan Islam yaitu Khilafah. Ustazah Fika Komara dalam akun Facebook-nya menyatakan, Khilafah telah memberikan jaminan harta, darah, dan kehormatan nyata bagi setiap warga negara. Jaminan ini adalah visi politik kewarganegaraan Islam yang memberikan ruang hidup bagi manusia dengan jaminan yang paripurna. Wallahu a’lam bishowab




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar