Sengkarut PPDB Sistem Zonasi Hanya Terjadi di Sistem Kapitalisme, Sistem Islam Mampu Memberikan Pendidikan Merata dan Berkualitas


Oleh : Setyowati Ratna Santoso, S.Si (Guru Madrasah)

Sebagai upaya menghilangkan kastanisasi sekolah unggulan pemerintah menetapkan kebijakan sistem PPDB zonasi berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 51 tahun 2018, sayang kegiatan ini semakin membawa kisruh. PPDB di berbagai daerah mulai dari Bogor Bekasi hingga Kepulauan Riau diwarnai dengan berbagai kecurangan, berbagai modus dilakukan agar calon siswa dapat diterima di sekolah favorit melalui jalur zonasi. Berdasarkan catatan tempo praktik curang tersebut terbagi menjadi beberapa modus yakni pertama terjadi praktik jual beli kursi di Karawang dan Bengkulu, untuk jalur ini salah seorang warga Kecamatan Karawang Timur mengaku harus mengeluarkan uang sekitar 3 juta rupiah agar anaknya dapat diterima di SMP Negeri di wilayah Karawang Barat. Kedua pungutan liar di Karawang salah satu SMP Negeri di kecamatan Karawang Timur diduga menarik sejumlah uang kepada seluruh orang tua siswa dengan nominal 1 juta rupiah, ketiga domisili yang tidak sesuai KK di Bogor, keempat terjadi manipulasi dan pemalsuan KK di Bogor, Bekasi dan Pekanbaru. Praktik ini ditemukan setelah sejumlah nama calon siswa yang beralamat dikontrakkan atau kos kosong atau kos yang dihuni oleh para pekerja. Selain itu ada juga dugaan menitipkan identitas di KK terdekat zonasi dengan membuat KK palsu, kelima pejabat menitipkan calon siswa ke SMA tertentu di Kepulauan Riau.

Efek domino keculasan dari sistem PPDB zonasi menjadi bukti tidak tepatnya kebijakan yang ditetapkan. Masalah fundamental sistem PPDB saat ini ialah paradigma tentang sekolah. Sistem kehidupan yang memisahkan agama dari kehidupan(sekulerisme) serta kapitalisme menjadikan standar keberhasilan sekolah diukur dari materi, bahwa sukses adalah mereka yang pintar dan kaya, cara pandang inilah yang memunculkan sekolah favorit atau unggulan dan sekolah pinggiran, ditambah negara kapitalisme memang setengah hati membangun negeri hingga terjadi diskriminasi infrastruktur penunjang pendidikan, buktinya ada sekolah yang begitu bagus dari segi fasilitas namun tidak sedikit sekolah yang hanya ala kadarnya. Perbedaan fasilitas ini membuat sebagian orang tua yang kaya rela menghalalkan segala cara agar anaknya dapat masuk ke sekolah yang fasilitasnya sudah bagus dan dikenal sebagai sekolah unggulan atau berprestasi sedangkan untuk orang tua dari golongan ekonomi menengah ke bawah tidak bisa berbuat banyak. Salah satu buktinya adalah Yati Ibu Anastasia siswa SMP di Kelurahan Pondok Kelapa Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur anaknya tidak lolos jalur zonasi lantaran kalah dengan siswa lain yang usianya lebih tua padahal secara nilai sudah memenuhi, meski berat karena sang suami hanya pekerja ojol ibu yati terpaksa menyekolahkan anaknya ke sekolah swasta yang berbiaya mahal. Inilah kegagalan sistem pendidikan sekulerisme kapitalisme, sistem ini sampai mendorong masyarakat berbuat curang demi bisa masuk sekolah yang dikehendaki. 

Sangat berbeda dengan sistem PPDB dalam sistem Islam, sekolah adalah hak bagi setiap anak baik mereka yang berasal dari keluarga miskin atau kaya muslim atau non muslim. Sekolah yang merupakan sarana pendidikan akan dijamin oleh  secara langsung sebab pendidikan termasuk salah satu kebutuhan dasar publik. Dalilnya adalah perbuatan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam yang menetapkan kebijakan bahwa untuk sebagian tawanan yang tidak sanggup menembus pembebasannya diharuskan mengajari baca tulis kepada 10 anak-anak Madinah sebagai ganti tembusannya. Kebijakan ini muncul ketika Rasulullah menjadi pemimpin negara Islam di Madinah, jaminan secara langsung pendidikan oleh negara dalam naungan sistem Islam akan membuat sekolah akan memiliki kualitas yang sama. Negara akan membangun infrastruktur dan fasilitas penunjang untuk kegiatan belajar dan mengajar di sekolah seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, teknologi yang mendukung KBM dan sebagainya. Negara dalam sistem Islam juga akan menjamin tenaga pengajar dan administratif sekolah adalah orang yang amanah kompeten dan ahli di bidangnya sehingga atmosfer sekolah akan benar-benar khidmat sebagai tempat mencari ilmu bahkan sekolah-sekolah disediakan gratis kepada seluruh warga negara tanpa memandang kelas sosial, dari konsep ini saja dapat membuat stereotipe sekolah unggulan dan biasa sebagaimana yang terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini dan tidak perlu ada sistem zonasi, semua sekolah diunggulkan dan para siswa mau sekolah di mana saja karena fasilitasnya yang merata, selain itu kurikulum sekolah dalam negara dalam sistem Islam menjadikan akidah Islam sebagai asasnya, dengan demikian dalam setiap proses pembelajaran anak didik senantiasa diingatkan akan keberadaannya sebagai hamba Allah. Hal inilah yang akan menjamin kualitas hasil pendidikan. 

Keberhasilan pendidikan dalam negara yang memakai sistem Islam kaffah bukan terletak pada prestasi eksakta namun bagaimana anak-anak didik memiliki kepribadian Islam dalam diri mereka. Anak-anak akan dikatakan berhasil ketika mereka mampu menjadikan pola pikir dan pola sikap mereka tunduk pada syariat Islam, selanjutnya mereka juga akan dibekali dengan ilmu alat seperti sains, teknologi, humaniora demi menunjang kehidupan dunia mereka sehingga kelak mereka akan siap memperdalam keilmuannya di jenjang pendidikan tinggi dan memanfaatkan ilmu mereka untuk keilmuan Islam dan kebaikan kaum muslimin dengan demikian tidak ada sekolah unggulan atau biasa dalam sistem Islam karena semua sekolah memiliki kualitas yang sama dan gratis untuk semua kalangan dan golongan selama mereka warga negara dalam naungan sistem Islam.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar