10 Triliun Untuk Bangun Patung, Padahal Jutaan Rakyat Membusung


Oleh : Shita Istiyanti

Patung Soekarno dengan nilai investasi 10 Triliun akan dibangun di kawasan Perkebunan Walini, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat (KKB), Jawa Barat. Patung setinggi 100 m ini akan mulai dibangun tahun depan di lahan seluas lebih dari 1000 hektar.

Setelah diklarifikasi ternyata anggaran sebesar itu bukan hanya digunakan untuk membangun patung, namun juga membangun kawasan kota mandiri. Bupati Bandung juga menjelaskan bahwa dananya bukan dari Pemda, melainkan para investor.

Terlepas dari penjelasan beliau, rencana pembangunan ini menuai pro kontra dari warga net. Banyak yang kontra dengan pembangunan ini karena mereka merasa ini bukan hal yang urgent. Walau dana bukan dari Pemda melainkan dari investor, warganet menyayangkan dana sebesar itu hanya digunakan untuk infrastruktur yang tidak urgent.

Pasalnya di Indonesia sendiri banyak sekali masalah urgent yang masih menjadi PR. Semisal tingginya angka stunting, busung lapar, maraknya pengangguran, menjamurnya kemiskinan, meroketnya angka putus sekolah hingga infrastruktur di daerah tertinggal yang belum terjamah. 

Tercatat pada 2021 angka kelaparan di Indonesia menurut Global Hunger Index (GHI) tertinggi ketiga di Asia Tenggara. Menurut Organisasi Pangan Dunia (FAO), diperkirakan sebanyak 19,4 juta warga Indonesia masih mengalami kelaparan. Artinya mereka  tidak memiliki cukup makanan untuk mereka makan, mayoritas karena faktor kemiskinan. Tercatat juga terdapat 20.9  juta penduduk Indonesia yang miskin.

Melihat fakta ini harusnya pemerintah fokus menyelesaikan permasalahan ini, bukan malah memberi izin swasta untuk melakukan pembangunan kota mandiri yang mungkin hanya bisa dihuni oleh orang berdasi. Orang-orang kaya ini mendominasi kekayaan di Indonesia. Laporan Global Wealth Report 2018 yang dirilis Credit Suisse mencatat bahwa 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6% total kekayaan penduduk dewasa di Indonesia, sedangkan 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan penduduk. Miris sekali bukan. Pantas saja rencana-rencana mereka selalu mulus dikabulkan oleh para penguasa.

Bila kita amati bersama, kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang terjadi hari ini merupakan problem sistemik yang disebabkan kekacauan struktur ekonomi. Sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan di Indonesia hari ini menciptakan struktur ekonomi yang timpang karena faktor kebebasan berkepemilikan. Kebebasan ini akan mendorong setiap orang berorientasi pada profit dan materialistik. Artinya siapa yang kaya dia yang menang, sedangkan yang lemah atau miskin dia kalah. Hukum alam berlaku disini.

Disisi lain para Kapitalis Barat yang ingin memiliki profit setinggi-tingginya menciptakan kemiskinan masal pada negara berkembang dengan cengkraman hutang luar negerinya dengan suku bunga yang sangat memberatkan dan memanipulasi mata uang melalui IMF. Dengan lilitan hutang ini para kapitalis barat meminta negara berkembang yang terlilit hutang untuk menerapkan aturan yang menguntungkan bagi mereka. Namun aturan-aturan ini justru menyengsarakan rakyatnya. Contohnya, privatisasi BUMN, mengetatkan pajak untuk rakyat, privatisasi berbagai sumber daya alam dll. Hal ini menyebabkan pemerintah tidak lagi memiliki kontrol terhadap sumberdayanya sendiri. Maka tak heran jika para kapitalis ini memiliki proyek tertentu akan sangat mudah mendapat izin dari pemerintah.

Terlihat jelas bahwa kesenjangan ini adalah efek domino dari diterapkannya ideologi kapitalisme di negri kita. Ideologi ini bersifat merusak dan menyengsarakan rakyat. Ideologi seperti ini jelas tak layak untuk diterapkan.

Dalam Islam kesenjangan seperti ini jelas tidak akan terjadi. Dalam sistem ekonomi Islam sangat diperhatikan masalah distribusi kekayaan. Karena problem distribusi yang salah inilah yang akan menyebabkan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Ada beberapa strategi Islam mengatur distribusi harta ini.

Pertama, Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok (pangan, papan, sandang, kesehatan, pendidikan dan keamanan) bagi warganya. Jika seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya beserta keluarganya, maka kewajiban nafkah ini beralih kepada kerabat terdekatnya. Jika belum cukup maka akan diambilkan dari harta zakat, bila belum cukup pula maka kewajiban beralih ke negara. Negara akan memberi bantuan secara langsung ataupun berupa lapangan kerja.

Kedua, Islam mengatur kepemilikan. Dalam ekonomi Islam ada tiga jenis kepemilikan. Pertama kepemilikan umum. Rosul bersabda :
اَلنَّاسُ شَرَكَاءٌ فِي ثَلَاثٍ اَلْمَاءُ وَالْكَلأ وَالنَّارُ
“Manusia berserikat dalam tiga hal yaitu air, padang rumput, dan api.”

Maka segala sesuatu yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak, seperti sumber air, sumber energi, tambang dll akan dikelola bersama untuk kemaslahatan semua rakyat. Kepemilikan umum ini bisa digunakan untuk menggratiskan biaya pendidikan, kesehatan, transportasi dll. Kedua yakni kepemilikan negara, yakni harta yang pengolahannya diwakilkan kepada Kholifah. Contohnya seperti ghonimah, kharaj, zakat, tanah-tanah yang dimiliki negara dll. Ketiga adalah kepemilikan individu, yakni harta yang Allah izinkan untuk seseorang memilikinya dan negara wajib melindunginya.

Dengan konsep seperti ini dan dikuatkan dengan sistem lain yang saling terintegrasi dengan baik, maka tak heran jika sejarah emas pernah tertoreh ketika Islam diterapkan di suatu negri.  Pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz masyarakat hidup berkecukupan dan tidak ada penduduk miskin satupun. Hal ini tergambar dari perkataan seorang petugas zakat masa itu bernama Yahya bin Said, “Saat hendak membagikan zakat, saya tidak menjumpai seorang miskin pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan setiap individu rakyat pada waktu itu berkecukupan.” masyaAllah begitulah tatanan kehidupan Islam ketika diterapkan di suatu negri. Islam menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahualambissawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar