Bahayanya Pergaulan di Sistem Kapitalisme


Oleh : Ai Sopiah

Melihat data statistik, praktisi psikolog keluarga, Nuzulia Rahma Tristinarum, mengungkapkan bahwa kasus remaja yang telah melakukan hubungan seksual termasuk besar. Jumlah pelakunya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. (REPUBLIKA, JAKARTA 16/4/2023).

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mencatat usia remaja di Indonesia sudah pernah melakukan hubungan seksual di luar nikah. Paling muda direntang umur 14 hingga 15 tahun tercatat sebanyak 20% sudah melakukan hubungan seksual. Lalu, diikuti dengan usia 16 hingga 17 tahun sebesar 60%. Sedangkan di umur 19 sampai 20 tahun sebanyak 20%.Hal itu diungkapkan BKKBN berdasarkan data Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2017.

"Usia hubungan seks semakin maju, sementara itu usia nikah semakin mundur. Dengan kata lain semakin banyak seks di luar nikah," kata ketua BKKBN Hasto Wardoyo ketika dihubungi merdeka. Sabtu (5/8/2023).

Di waktu dan tempat yang berbeda Hasto menjelaskan fenomena dari maraknya seks bebas di kalangan remaja disebabkan dari beberapa faktor. Dimulai dari adanya perubahan pada tubuh wanita yang setiap tahunnya mengalami kemajuan masa pubertas sekaligus masa-masa menstruasi.

"Jadi manusia dulu itu kalau perempuan menstruasi zaman nenek moyang kita dulu bisa umur 17 atau 18 tahun. Tapi makin lama makin maju," ujar Hasto.(Liputan6, Jakarta 6/8/2023).

Ada beberapa penyebab perzinaan marak di kalangan remaja saat ini.
Pertama, faktor individu. Saat ini, tanda pubertas makin dini, anak SD sudah banyak yang balig. Sementara itu, tidak ada kesiapan bekal pemahaman Islam pada sang anak sehingga tidak paham konsekuensi dari fase balig yang ia alami. Mereka balig, tetapi bisa jadi belum matang secara akil (berakal).

Kedua, faktor keluarga. Banyak keluarga yang abai terhadap anak-anaknya. Orang tua ada, tetapi seolah tidak ada karena tidak menjalankan perannya sebagai pendidik bagi anak. Kesibukan bekerja sering kali menjadi alasan mengabaikan pendidikan anak. Akibatnya, anak tumbuh tanpa pengawasan dan justru “diasuh” oleh pegawai.

Ketiga, faktor masyarakat. Seiring makin sekulernya sistem kehidupan, masyarakat juga makin individualis. Perilaku pacaran remaja yang kebablasan dibiarkan seolah hal yang lumrah. Pergaulan makin bebas, tetapi syariat makin ditinggalkan dan makin asing. Mirisnya, ketika ada kelompok yang giat berdakwah pada remaja agar terhindar dari pergaulan bebas, mereka justru dicap radikal dan distigma berbahaya.

Keempat, faktor media. Pada era digital seperti sekarang ini, media sosial bisa jadi hal yang sangat mengerikan bagi anak. Aneka konten yang merangsang syahwat tersebar di mana-mana sehingga pikiran anak teracuni, bahkan hingga kecanduan pornografi. Seharusnya anak usia dini tidak terlalu disuguhi alat media sosial.

Kelima, faktor pendidikan. Di tengah kebutuhan untuk membekali para remaja agar terhindar dari pergaulan bebas, pendidikan di Indonesia justru makin sekuler. Alhasil, nyaris tidak ada bekal tsaqafah Islam bagi anak untuk mengarungi kehidupan. Kalaupun ada pendidikan akidah, akhlak, dan fikih di sekolah, penyampaiannya dalam bingkai sekularisme. Perbaikan mental yang menjadi jargon juga ternyata diabaikan. Bahkan, kini pendidikan agama justru diarahkan pada moderasi beragama yang hakikatnya adalah sekularisasi.

Pada saat yang sama, pemerintah sibuk membangun infrastruktur, tetapi mengabaikan kondisi generasi. Demi pertumbuhan ekonomi, pemerintah mengizinkan adanya tempat hiburan malam, beredarnya minuman beralkohol, industri pornografi, hotel mesum, perayaan seks bebas seperti V-Day, dan lain-lain. Negara yang seharusnya melindungi remaja dari pergaulan bebas, justru menjadi bagian dari faktor yang merusak remaja.

Para orang tua, tentu miris dan sedih dengan fenomena ini. Saat ini saja anak SD pun sudah mengenal pacaran bagaimana jika masih kecil saja sudah berzina, mau jadi apa mereka nanti ketika dewasa?  Gaya hidup bebas yang sudah dianut akan terus berlangsung hingga kerusakan demi kerusakan terjadi tanpa bisa dibendung.

Zina di kalangan remaja berdampak pada banyak hal, yaitu tingginya angka pernikahan dini karena dianggap “solusi” ketika terjadi kehamilan pada remaja. Dampak lain adalah maraknya aborsi, penjualan atau pembuangan bayi, juga penyakit menular seksual.

Kehamilan pada remaja akibat pergaulan bebas memiliki banyak risiko. Psikis sang ibu yang masih “bocah” belum siap menjalani kehamilan, apalagi terjadi di luar pernikahan. Beban psikisnya tentu berat sehingga bisa memicu masalah mental berupa stres, bahkan depresi. Kondisi mental ibu yang tidak baik-baik saja tentu akan berdampak pada kesehatan mental janinnya. Belum lagi minimnya pengetahuan sang ibu terhadap asupan gizi, juga berpengaruh pada kesehatan fisik ibu dan janin.

Selain itu, persalinan anak remaja rentan terjadi infeksi, persalinan prematur, dan risiko preeklampsia. Risiko baby blues syndrome dan kesulitan laktasi makin besar karena psikis bermasalah. Belum lagi risiko stunting akibat kurang perhatian terhadap gizi anak. Lantas bagaimana nasib generasi yang dilahirkan dari orang tua yang tidak siap seperti ini?

Sungguh, semua kerusakan ini berpulang pada rusaknya aturan kehidupan kita. Sekularisme telah meminggirkan Islam dari kehidupan dan justru menerapkan nilai-nilai liberal. Akibatnya, pergaulan makin bebas dan bablas. Oleh karenanya, kita harus hijrah dari tata kehidupan yang rusak ini dan beralih ke sistem yang benar, yaitu sistem Islam yang berasal dari Sang Pencipta, Allah SWT.

Zina adalah perbuatan dosa besar yang dilarang dalam Islam, bahkan mendekatinya saja haram. Firman Allah Taala dalam QS Al-Isra: 32, 

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنٰىٓ اِنَّهٗ كَانَ فَاحِشَةً ۗوَسَاۤءَ سَبِيْلًا  

“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan jalan yang buruk.” 

Islam memiliki perlindungan yang berlapis agar remaja selamat dari pergaulan bebas. Diantaranya adalah mengatur pergaulan, pemisahan kehidupan antara laki-laki dan perempuan , kewajiban menutup aurat bagi laki-laki dan perempuan, kewajiban menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan, larangan khalwat dan ikhtilat, larangan mendekati zina, sanksi bagi pelaku zina, dan kemudahan menikah.

Islam memiliki seperangkat aturan yang membekali remaja agar sudah akil saat mereka balig. Dan khilafah/pemimpin akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang berbasis akidah Islam dan membentuk kepribadian Islam pada murid sehingga mereka memiliki bekal berupa tsaqafah Islam untuk mengarungi kehidupan agar selamat dunia akhirat.

Berbagai perkara yang merusak generasi akan dilarang, seperti konten-konten pornografi, baik di media sosial, game, dll. Budaya asing yang bertentangan dengan Islam akan dilarang masuk ke wilayah kaum muslim. Infrastruktur juga akan didesain sedemikian rupa dengan dasar akidah Islam sehingga mendukung ketakwaan umat.

Khilafah pun akan memasifkan dakwah melalui berbagai sarana yang ada. Para dai akan disebar untuk mengajarkan Islam di berbagai penjuru. Masyarakat didorong untuk beramar makruf nahi mungkar sehingga ada kontrol sosial untuk mencegah kemaksiatan.

Penerapan Islam ideologis secara kaffah ini akan menghadirkan generasi cemerlang. Mereka bertakwa dan sekaligus menguasai sains dan teknologi. Mereka akan menjadi generasi emas peradaban Islam yang menyebarkan kebaikan Islam ke seluruh penjuru alam. 

Wallahua'lam bishshawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar