Oleh : Hanum Hanindita, S.Si.
Seorang imam masjid tewas setelah segerombolan umat Hindu sayap kanan membakar dan melepaskan tembakan ke sebuah masjid di Gurgaon, kota di barat daya New Delhi di India utara, pada Selasa (1/8/2023). Masjid tersebut diserang oleh massa pada Selasa pagi. Insiden ini terjadi beberapa jam setelah kekerasan komunal mematikan di distrik Nuh di negara bagian Haryana utara. Massa berkeliaran di jalan-jalan, membakar toko-toko bekas dan merusak restoran-restoran kecil, yang sebagian besar milik warga Muslim.
Ini terjadi ketika kelompok sayap kanan Hindu yang bersekutu dengan Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa telah berkampanye menentang salat Jumat di Gurugram. Insiden itu terjadi menyusul bentrokan kekerasan antara komunitas Hindu dan Muslim di distrik Nuh, di mana pihak berwenang memberlakukan jam malam. Kekerasan meletus ketika prosesi keagamaan Hindu melewati wilayah mayoritas muslim. (cnbcindonesia.com, 02/08/23)
Swedia dan Denmark baru-baru ini menjadi lokasi rentetan aksi pembakaran kitab suci Al-Quran. Terbaru, aksi pembakaran itu dilakukan lagi oleh imigran asal Irak, Salwan Momika, di depan Parlemen Swedia, Senin (30/7/2023). Ini merupakan ketiga kalinya Salwan membakar dan menistakan kitab suci itu. Di Denmark, aksi pembakaran kitab suci itu baru ini dilakukan selama tiga hari berturut-turut oleh kelompok anti-Islam, Danske Patrioter. Mereka melakukan aksinya di depan Kedutaan Turki di Kopenhagen.
Sejauh ini, aksi pembakaran kitab suci semacam ini belum mendapatkan tindakan tegas pemerintah setempat. Ini memicu pandangan bahwasannya pemerintah Swedia dan Denmark mengamankan kegiatan penistaan semacam itu. (cncbindonesia.com, 03/08/23)
Faktor Penyebab Islamophobia
Di beberapa negara masih terdapat Islamophobia, yaitu pandangan yang merujuk pada diskriminasi, ketakutan, dan rasa benci terhadap Islam dan umat Muslim. Saat ini Islamophobia umumnya terjadi di negara-negara dengan penduduk minoritas muslim. Hingga kini Islamophobia terus terjadi tanpa henti disebabkan dari faktor-faktor sebagai berikut:
Pertama, ide kebebasan. Hal paling mendasar yang terus menyebabkan terjadinya penyerangan terhadap Islam karena kebebasan dijadikan sebagai senjata bagi para pembenci Islam untuk terus menyudutkan, mengkriminalisasi bahkan menghina Islam. Kebebasan ini selalu dipropagandakan menggunakan ide HAM dan kebebasan berekspresi. Di Swedia dan Denmark sendiri yang merupakan salah satu negara paling liberal dan sekular di dunia, kebebasan berbicara diabadikan dalam konstitusi mereka. Negara mereka juga tidak memiliki undang-undang penodaan agama. Ini berarti menghina agama atau menodai teks-teks agama seperti Al-Quran bukanlah tindakan ilegal. Dilansir dari cnnindonesia.com (03/08/23), menurut Marten Schutlz, seorang profesor hukum di Universitas Stockholm, di Swedia kebebasan berekspresi mendapatkan pelrlindungan terkuat di dunia dari konstitusi, bahkan lebih dari amandemen pertama di Amerika Serikat. Di Swedia, polisi hanya dapat menolak izin dengan alasan keamanan. Aturan ini pernah diuji saat otoritas polisi Swedia berusaha mencegah Salwan Momika melakukan aksi pembakaran Al-Quran dengan menolak izinnya pada bulan Februari yang kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Banding Swedia.
Begitu pula di India, tidak ada bedanya. Alasan Hindu adalah agama mayoritas tak pelak membuat Islam dan kaum Muslim semakin terdiskriminasi karena pemerintahnya mendukung kebebasan beragama pada umat Hindu, sementara tidak bagi kaum muslim. Sebagai contoh, pemerintah di beberapa negara bagian di India melarang pemotongan hewan sapi karena sapi disembah oleh umat Hindu yang menjadi mayoritas di sana. Sementara di dalam Islam, sapi adalah makanan halal yang diperbolehkan dikonsumsi dengan disembelih sesuai syariat. Bukan hewan yang disucikan. Karena dukungan dari penguasanya umat Hindu seringkali berbuat semena-mena kepada kaum muslim di sana.
Dunia tak bisa menghentikan Islamophobia selama HAM dan kebebasan berekspresi menjadi asas yang dibiarkan tetap ada. Penetapan Hari Anti Islamophobia oleh PBB pun tak mampu mencegah Islamophobia karena nyatanya kebencian terhadap Islam dan anarkisme yang menyerang umat Islam tak pernah padam.
Kedua, latar belakang politis dan klaim sejarah. Di India, konflik horizontal antar dua kelompok agama di India berakar dari konflik filosofis yang tertanam sejak lama. Pada saat pemisahan India-Pakistan pada 1947, sepuluh juta warga Hindu dan Sikh terpaksa keluar dari Pakistan, yang pada waktu itu masih terbagi menjadi dua bagian, dan tujuh juta Muslim harus pindah dari India. Namun, masih banyak penduduk beragama Islam yang enggan pindah ke Pakistan. Begitu pula sebaliknya.
Ketika Pakistan didirikan untuk mewadahi umat Islam dalam rangka kemerdekaan India, jutaan Muslim beremigrasi. Sejak itu, mereka yang tetap bertahan di India diperlakukan berbeda oleh orang-orang Hindu. Benih ketidakpercayaan dan kecurigaan diperkuat oleh fakta bahwa kaum Muslim memiliki sistem masyarakat yang tidak dapat disesuaikan dengan sistem kasta umat Hindu. Dengan cara ini, kedua kelompok agama hidup berdampingan, tetapi dengan persepsi berbeda. Orang Hindu menganggap orang muslim tidak baik. Mereka juga kesal karena warga Muslim tidak tunduk pada program keluarga berencana. Perselisihan antar dua kelompok masyarakat ini, dalam perkembangannya, beberapa kali meletup dan memicu kerusuhan (cnnindonesia, 28/02/2020)
Di Swedia, Islam sebenarnya bukan agama baru di Swedia. Dari kajian Dewan Peninggalan Bersejarah Nasional Swedia, ditemukan bahwa bangsa Viking yang merupakan nenek moyang bangsa Swedia sudah menjalin hubungan dengan Muslim sejak abad ke-7-10. Dalam sejarah Swedia modern, kelompok muslim Swedia sebagian berasal dari bangsa Tatar yang berimigrasi dari Finlandia dan Estonia pada 1940-an. Gelombang imigran Muslim disusul dari bangsa Timur Tengah pada 1970-an. Setelah itu, muslim dari pecahan negara Yugoslavia dan Somalia ikut menambah populasi.
Buku Islam Outside the Arab World karya Ingvar Svanberg menyebut Swedia terbuka untuk menyediakan tempat beribadah bagi komunitas Muslim. Banyak sekali masjid-masjid dibangun di Swedia. Keterbukaan ini membuat populasi Muslim di Swedia terus berkembang. Jumlah Muslim di Swedia diperkirakan mencapai 810 ribu orang atau sekitar 8,1 persen dari total populasi pada 2016. Jumlah Muslim diprediksi melonjak sampai 1,1 juta orang atau 11,1 persen dari populasi pada 2050 dalam skenario minimal imigran.
Sedangkan dalam skenario maksimal imigran, jumlah muslim diprediksi sebanyak 4,4 juta atau 30,6 persen total populasi. Data ini merupakan hasil kalkulasi lembaga riset Pew yang mengkaji pertumbuhan muslim di Eropa. Sedangkan data resmi jumlah muslim dari pemerintah Swedia justru tidak ada. Kemungkinan karena prediksi jumlah muslim inilah yang dianggap mengancam kelompok sayap kanan Swedia. Mereka khawatir muslim "menguasai" Swedia. Alhasil mereka melakukan aksi-aksi terencana agar muslim yang telah tinggal puluhan tahun di Swedia terusir. Termasuk yang dilakukan oleh politisi anti-muslim Rasmus Paludan. (khazanah.republika.co.id, 01/09/2020)
Di Denmark, di masa lalu sejumlah tentara Salib Denmark serta raja-raja Denmark mengambil bagian dalam Perang Salib melawan Muslim. Analisis khotbah abad pertengahan juga menunjukkan bahwa banyak orang Denmark biasa yang mengenal Islam dan muslim sebagai sesuatu yang mengancam dunia Kristen.
Di awal abad ke-16 selama reformasi, ketika itu Bani Utsmaniyah berusaha untuk menguasai Denmark, namun tidak mampu. Selama akhir abad ke-16 dan sepanjang abad ke-17 dan awal abad ke-18, Islam menjadi lebih tertanam dalam kesadaran kolektif Denmark daripada sebelumnya. Perdagangan Denmark yang meluas melalui laut dengan dunia muslim ternyata memiliki konsekuensi yang tidak terduga.
Sejak akhir 1970-an, orang yang memeluk Islam meningkat karena semakin seringnya interaksi antara muslim dan masyarakat asli Denmark, dan juga banyaknya pendirian masjid lokal, sekolah Al-quran, sekolash muslim swasta dan organisasi budaya muslim di semua bagian Denmark termasuk tempat tinggal keluarga muslim. (khazanah.republika.co.id, 11/10/2020)
Benang merah dari ketiga negara tersebut adalah ketidaksukaan mereka dengan berkembangnya populasi muslim di negara mereka yang berpengaruh pada cara pandang kehidupan dan interaksi di masyarakat. Rasa tidak suka ini semakin membesar menjadi ketakutan dan kebencian yang mengakar terhadap Islam dan umatnya.
Semua ini terjadi karena, Islam adalah agama yang paling sempurna di antara agama yang lain. Dalam Islam bukan hanya membahas seputar ibadah ritual saja seperti sholat, puasa, zakat dan lain-lain, tapi Islam lebih dari itu. Islam mempunyai seperangkat aturan yang mengenai tentang kehidupan bermuamalah mulai dari politik, ekonomi, pendidikan, kesehatan dan lain-lain semua masing-masing ada aturannya dalam Islam. Itulah mengapa sebabnya banyak yang terkena racun Islamophobia, karena tak ingin Islam menjadi agama yang paling diunggulkan, apalagi sampai Islam bangkit karena kesempurnaan Islam itu akan mengganggu kekuasaan mereka dan menjadi hambatan para penguasa untuk mencuri, menggali, dan menguasai segala kekayaan yang umat Islam miliki.
Umat Butuh Pelindung Sejati
Umat Islam harus memiliki kekuatan besar dalam bentuk institusi negara yang kuat dan adidaya agar mampu mencegah Islamophobia. Institusi negara itu adalah Daulah Khilafah Islamiyah yang dipimpin oleh Khalifah dengan menerapkan sistem Islam secara kafah. Daulah Khilafah ini mengemban ideologi Islam.
Masyarakat dalam sistem Islam tidak akan menemukan penghinaan atau penindasan antar beragama, karena sistem Islam mempunyai perisai yang kokoh untuk menjaga dan membela kehormatan umat muslim. Dalam hadis Nabi saw., telah menerangkan kepada kita bahwa betapa penting keberadaan Khalifah/imam sebagai perisai umat. Beliau bersabda, ”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud).
Dulu Rasul saw. menegakkan kekuasaan dengan mendirikan pemerintahan Islam (Daulah Islam) di Madinah. Kemudian diteruskan oleh Khulafaur Rasyidin dengan sistem Khilafahnya. Khilafah ini berlanjut pada masa Umayah, ‘Abasiyah dan Utsmaniyah selama lebih dari 13 abad. Selama itu kekuasaan selalu diorientasikan untuk menerapkan, menegakkan, memelihara, menjaga dan mengemban Islam serta memelihara urusan umat Islam dan melindungi mereka. Begitulah posisi dan fungsi kekuasaan yang disyariatkan oleh Islam. Sepanjang sejarahnya Khilafah terus menjadi perisai yang menjaga kemuliaan Islam, pelaksanaan hukum-hukumnya dan kemurnian ajarannya. Inilah pelindung sejati bagi umat. Khilafah pun terus mendakwahkan Islam ke seluruh dunia.
Islam Menjunjung Tinggi Toleransi
Meski pun Khilafah akan tegak sebagai negara yang kuat powernya, Islam tetap mengajarkan nilai-nilai toleransi. Konsep toleransi dalam Islam juga mampu menyatukan berbagai agama dalam satu kepemimpinan negara Khilafah. Allah Swt. berfirman dalam surah Al Kafirun ayat 6 yang artinya, “Untukmu agamamu, untukku agamaku." (TQS Al-Kafirun: 6) Berkaitan dengan toleransi, Islam menggariskan sejumlah ketentuan antara lain,
Pertama, Islam tidak akan pernah mengakui kebenaran agama dan keyakinan selain Islam. Seluruh keyakinan dan agama selain Islam adalah kekufuran. Demokrasi, pluralisme, sekularisme, liberalisme dan semua paham yang lahir dari paham-paham tersebut adalah kufur.
Kedua, tidak ada toleransi dalam perkara-perkara yang telah ditetapkan oleh dalil-dalil qathi, baik menyangkut masalah akidah maupun hukum syariah. Dalam perkara akidah, Islam tidak pernah menoleransi keyakinan yang bertentangan pokok-pokok akidah Islam semacam ateisme, politheisme, keyakinan bahwa Al-quran tidak lengkap, keyakinan adanya nabi dan rasul baru setelah wafatnya Nabi saw., pengingkaran terhadap Hari Akhir dan lain-lain. Adapun dalam persoalan hukum syariah, Islam, misalnya, tidak menoleransi orang yang menolak kewajiban shalat, zakat, puasa dan berbagai kewajiban yang telah ditetapkan berdasarkan dalil qathi.
Ketiga, Islam tidak melarang kaum muslim untuk berinteraksi dengan orang-orang kafir dalam perkara-perkara mubah seperti jual-beli, kerjasama bisnis, dan lain sebagainya. Larangan berinteraksi dengan orang kafir terbatas pada perkara yang dilarang oleh syariat, seperti menikahi wanita musyrik (kecuali Ahlul Kitab), menikahkan wanita muslimah dengan orang kafir, dan lain sebagainya. Ketentuan ini tidak bisa diubah dengan alasan toleransi.
Keempat, adanya ketentuan-ketentuan di atas tidak menafikan kewajiban kaum muslim untuk berdakwah dan berjihad melawan orang-orang kafir di mana pun mereka berada. Hanya saja, pelaksanaan dakwah dan jihad harus sejalan dengan syariah. Orang kafir yang hidup di Negara Islam dan tunduk pada kekuasaan Islam, dalam batas-batas tertentu, diperlakukan sebagaimana kaum muslim. Hak dan kewajiban mereka sebagai warga negara Daulah Islam sama dengan kaum muslim. Harta dan jiwa mereka dilindungi. Adapun terhadap kafir harbi maka hubungan dengan mereka adalah hubungan perang. Seorang muslim dilarang berinteraksi dalam bentuk apapun dengan kafir harbi fi’lan.
Sejarah panjang Khilafah sudah membuktikan bagaimana Islam mewujudkan toleransi di dunia. Perlakuan adil Negara Khilafah terhadap nonmuslim bukan sekadar konsep, tetapi benar-benar diaplikasikan. Bukan juga berdasar pada tuntutan toleransi ala Barat, melainkan karena menjalankan hukum syariah Islam. Hal ini terus berlangsung selama Islam menguasai dunia dalam kurun waktu 13 abad.
Khatimah
Saat ini umat Islam telah sampai pada titik kritis membutuhkan pelindung sejati dari berbagai serangan pembenci Islam. Untuk melawan itu semua memang tidak bisa dilakukan secara individu. Akan tetapi butuh adanya persatuan dari seluruh kaum muslimin untuk membasmi kebatilan ini dengan terus menyuarakan Islam secara komprehensif. Melakukan interaksi kepada umat secara terus menerus bahwa Islamophobia hanya bisa hilang secara tuntas ketika ada perisai yang menaungi umat Islam. Dengan adanya penerapan Islam secara totalitas maka dengan mudah Islamophobia bisa dicegah hingga ke akar-akarnya dan negara melarang pemikiran asing masuk ke wilayah kepemimpinan Islam agar akidah umat terus terjaga.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar