Oleh : Yuliana Suprianti, S. Pd (Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali)
Kapal induk Amerika Serikat, Ronald Reagan, merapat di Bali, Indonesia, untuk kunjungan pelabuhan usai operasi rutin di Samudera Hindia. USS Ronald Reagan (CVN-76), bersama dengan kapal perang USS Antietam (CG-54) dan USS Robert Small (CG-62) tiba Dermaga Tanjung Benoa pada Minggu (16/7). Kapal-kapal tersebut dikawal korvet pasukan Angkatan Laut Indonesia seperti KRI Sultan Hasanuddin (366), KRI Sultan Iskandar Muda (367), yang melaksanakan pengawasan dan pengamanan. Menurut pernyataan resmi militer Indonesia, kapal perang Amerika tersebut hadir dalam rangka melaksanakan diplomasi dengan TNI Angkatan Laut. Kegiatan semacam itu, lanjut mereka, aktivitas yang biasa dilaksanakan oleh Angkatan Laut di seluruh dunia jika kapal negara sahabat melintas dan memperoleh Diplomatic Clearance.
Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana TNI Muhammad Ali dan Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letnan Jenderal Bambang Ismawan sempat mengunjungi USS Reagan. Kedatangan kapal induk dan kapal perang AS di Indo-Pasifik sebagai bagian dari rangkaian latihan militer bersama antara pasukan Negeri Paman Sam, Jepang, dan Korea Selatan. Pasukan dari ketiga negara itu menggelar latihan militer di Laut Jepang. Latihan ini melibatkan kapal perusak seperti USS John Finn, JS Maya, dan ROKS Yulgok Yi. Selain itu, latihan ini muncul sebagai respons usai Korea Utara meluncurkan uji coba rudal balistik antar-benua, Hwasong-18, pada pekan lalu. "Peluncuran berulang kali, termasuk ICBM, dari Korea Utara secara serius mengancam perdamaian dan keamanan Jepang, Asia Timur, dan komunitas internasional, yang tak bisa diterima," ujar pasukan AL Jepang, demikian dikutip laman resmi Institut Angkatan Laut AS. Terlepas dari itu, latihan ini juga bertujuan mempromosikan kerja sama trilateral dan menanggapi tantangan keamanan regional.
Lebih lanjut, militer Jepang menyatakan latihan ini sebagai bentuk komitmen kuat kerja sama ketiga pihak untuk melindungi keamanan sebagaimana aturan internasional. Sementara itu, Kementerian Pertahanan Nasional Korea menyatakan latihan tersebut merupakan kerja sama Korsel, Jepang, dan AS. "Ini untuk menunjukkan respons ke Korea Utara baru-baru ini yang meluncurkan provokasi ICBM," ujar mereka.
Sikap Indonesia dalam menyambut kapal induk Amerika Serikat ini, mengindikasikan bahwa Indonesia belum memiliki landasan politik internasional yang khusus. Indonesia, masih mengikuti alur politik negara adidaya. Sejatinya sikap politik Amerika Serikat, Jepang ataupun Korea Selatan adalah wujud dari ideologi yang mereka emban.
Seharusnya negara Indonesia sebagai negeri dengan potensi jumlah kaum Muslim terbesar tidak cukup sebagai "Pembebek" dalam perpolitikan internasional. Seharusnya Indonesia bisa menjadikan islam sebagai acuan dalam mengambil sikap yang berkaitan dengan isu nasional bahkan internasional. Selama Indonesia belum memiliki ideologi islam, maka ia akan menjadi penonton atau bahkan tanpa sadar menjadi penyokong bagi ideologi lain baik Sekulerisme maupun sosialisme yang jelas-jelas merupakan 2 ideologi yang bersumber dari akal manusia yang terbatas. Dua ideologi ini hanya akan mengambil manfaat dari negeri penyokongnya baik berupa SDA atau bahkan SDM.
Relakah kita ketika SDA yang dimiliki bangsa ini digunakan untuk melancarkan politik dalam negeri atau bahkan politik luar negeri negara yang telah banyak berlumuran darah saudara muslim kita? Atau relakah kita SDM yang kita miliki justru menjadi pelindung bagi negara yang telah banyak mendzolimi islam dan kaum muslimin? Saya rasa saat pemikiran dan naluri kita diarahkan pada sepak terjang Amerika Serikat dan negara sekutunya jelas akan kita lihat bagaimana mereka menekan agar islam tidak muncul sebagai tandingan mereka.
Berbagai tuduhan sering kali dialamatkan kepada islam dan kaum Muslim. Inilah akibatnya ketika kaum muslim jauh dari penerapan islam secara sempurna (kaaffah). Mereka layaknya buih di lautan yang terombang ambing, banyak namun tidak memiliki kekuatan. Padahal Allah SWT telah memberikan predikat "Ummat Terbaik" Kepada kaum Muslim. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imron 110 yang artinya "Kamu (umat islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Karena kamu menyuruh berbuat yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah".
Predikat umat terbaik ini pernah dimiliki oleh kaum Muslim selama 1300 tahun lamanya dalam naungan khilafah. Mereka (kaum Muslim) ditakuti oleh lawan dan disegani oleh kawan. Dulu kaum Muslim tampil sebagai negara pertama yang memiliki pendirian yang kokoh.Bagi negara luar yang memusuhi islam dan kaum muslimin secara nyata maka tidak ada hubungan diplomatik dengan mereka kecuali hubungan perang. Dalam khilafah juga ditegakkan politik pertahanan yang bervisi menjaga umat islam dan wilayah islam dari kejahatan musuh baik nampak ataupun tidak. Khilafah Islam menempatkan pasukan-pasukan militer terbaik di wilayah yang berbatasan dengan musuh untuk berjaga-jaga dan melindungi kaum muslimin. Inilah yang dikenal dalam khazanah islam sebagai Ribath. Sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam Al Qur'an yang artinya "Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung". (QS. Ali Imran : 200).
Sudah waktunya bagi para penguasa Muslim mengadopsi kembali visi maritim Islam yang akan membebaskan tanah dan laut mereka dari ketundukan terhadap negara-negara kafir penjajah dengan supremasi hukum-hukum Islam.Sebuah visi yang menjadikan dorongan iman, jihad, dan ketakwaan sebagai fondasi, bukan keserakahan dan penjajahan ekonomi seperti hari ini. Wallahua'lam bi showwab.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar