KENAIKAN GAJI ASN, EFISIENKAH DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA?


Oleh : Mawarni Lubis, S.Pd

Presiden RI Joko Widodo  menyampaikan pidato di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8/2023). Presiden Joko Widodo mengumumkan kenaikan gaji pegawai negeri sipil, pensiunan ASN, TNI, dan Polri hingga mencapai 8 persen dalam Rancangan Undang-Undang APBN 2024.

Kenaikan gaji PNS sebesar 8% diharapkan ikut meringankan beban PNS untuk menghadapi tekanan kenaikan harga tahun depan. Asumsi inflasi memang diajukan sebesar 2,8% tetapi bukan tidak mungkin akan jauh di atas proyeksi. Pasalnya, masih ada ancaman perubahan iklim yang bisa melambungkan harga beras dan bahan pangan lain. Sebagai perbandingan, harga beras sudah jauh melonjak dalam setahun terakhir.

Data Pusat Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) menyebutkan harga beras kualitas medium pada akhir Juli 2022 masih dibanderol Rp 11.750 per kg. Harga beras sudah mencapai Rp 13.650/kg pada hari ini atau naik 16% dalam setahun.

Sebagai perbandingan lain, biaya sekolah juga sudah melonjak tajam. Di gerai ritel, mie instan Indomie kini dijual dengan harga Rp 3.100 per bungkus, harganya sudah naik Rp 400 atau 14,8% dibandingkan pada Maret 2022 yang ada di Rp 2.700 per bungkus.

Artinya, kenaikan gaji 8% mungkin tidak bisa menutup laju kenaikan harga-harga meskipun angka kenaikan gaji sudah cukup tinggi. Adapun kenaikan gaji ASN tersebut yang masih dalam tahap perencanaan tentu tidak dapat meningkatkan kinerja para ASN dalam produktivitas kerjanya. Sebab, berdasarkan data di atas, sekalipun gaji mengalami kenaikan beriring pula dengan kenaikan harga bahan pangan.

Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menyebut, kenaikan gaji ASN sebesar 8% dan uang pensiun 12% dinilai tidak tepat. Sebab, dilihat dari efisiensi dan efektivitas terjadi kenaikan dari belanja pegawai yang cukup tinggi. Dirinya mengatakan, pada tahun 2019 total belanja pegawai mencapai Rp370 Triliun sementara tahun 2023 mencapai Rp440 Triliun yang artinya terjadi kenaikan. “Kenaikan dari belanja pegawai khususnya adalah gaji dari ASN pada 2024 ini merupakan kebijakan yang sangat tidak tepat karena kita melihat dari efektivitas dan efisiensi belanja pegawai misalnya tahun 2019, pada saat itu total belanja pegawai 370 Triliun Rupiah, Kemudian pada tahun 2023 anggarannya melonjak menjadi 440 Triliun Rupiah yang artinya jika dibandingkan dengan periode pandemi terjadi kenaikan dari belanja pegawai yang cukup tinggi,” ucap Bhima pada Metro TV, Jumat (18/8).

Berkaca pada ada masa pemerintahan Khalifah Harun Ar-Rasyid, Baghdad mencapai puncak kejayaan dan kegemilangannya. Yang mana pada saat itu, tidak hanya kemajuan di bidang infrastruktur dan bangunan, tetapi kesejahteraan dan keamanan dirasakan oleh seluruh warga Khilafah, baik muslim maupun dzimmi.

Tidak terkecuali para hakim, wali kota, dan pejabat negara. Mereka fokus melaksanakan tugas mereka dengan sebaik-baiknya tanpa berpikir untuk mencari tambahan penghasilan dengan cara lain, apalagi mengorupsi harta baitulmal dan rakyat. Hal ini karena kebijakan Khalifah Harun ar-Rasyid yang me-riayah seluruh warga Khilafah, siapa pun ia, dan apa pun kedudukannya, sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

Kekayaan baitulmal didistribusikan di antaranya untuk gaji para hakim, wali kota, dan para pejabat negara lainnya. Khalifah Harun ar-Rasyid selalu menertibkan penarikan kharaj dan sumber pendapatan negara lainnya untuk mengisi baitulmal. Ia menghendaki agar sumber kekayaan baitulmal tersebut sesuai dengan aturan syariat sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw. dan para khalifah sesudah beliau.

Jadi, kenaikan gaji ASN tentu tidak membawa pengaruh besar bagi keberlangsungan efektivitas kerja dan produktivitas kinerja. Karena, kenaikan gaji juga beriringan dengan tidak stabilnya harga bahan pangan.

Dalam Islam, distribusi harta dialokasikan secara adil dan merata tanpa harus membuat kebijakan kenaikan gaji para pekerja tertentu tanpa melihat kesejahteraan pekerja lainnya. Islam sangat proporsional dalam penyelenggaraan keadilan bagi tiap orang-orang yang memberikan kontribusi daya pikir dan tenaga.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar