KHUTBAH JUM'AT : KEMERDEKAAN UNTUK SIAPA?


KHUTBAH PERTAMA

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَامَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ,أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا.
 وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
 اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى 
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ‏
(QS Ali ‘Imran [3]: 102)

Alhamdulillah, atas izin Allah kita dipertemukan di tempat mulia ini, di hari yang mulia, bersama dengan orang-orang yang insyaallah dimuliakan-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa Allah curahkan kepada junjungan alam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Pertama dan paling utama, bertakwalah kepada Allah di mana pun dan kapan Anda berada. Taati perintah-Nya dan jauhi larangan-Nya. Sungguh takwa menentukan derajat kita di sisi Allah subhanahu wa taala.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Sesaat lagi negeri ini merayakan Hari Kemerdekaan ke-78. Tentu ini patut disyukuri. Alhamdulillah, tak ada lagi penjajah yang bercokol di negeri ini. 

Hanya saja kita mesti merenungi, sudahkah kemerdekaan ini mendatangkan kemakmuran dan keadilan bagi seluruh penduduk negeri? Sudahkah keadilan dirasakan oleh semua kalangan? Sudahkah negeri ini berdaulat tanpa tekanan dari pihak asing dan tidak bergantung pada mereka? Renungan ini penting, sebagai refleksi menuju kondisi yang lebih baik. Kecuali kita tak mau berubah dan pasrah, sebuah sikap yang tak mencerminkan sikap islami.
 
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Mari kita coba buka fakta. Negeri yang kaya raya ini masih terjerat utang. Bukan sedikit. Banyak. Data April lalu, utang mencapai Rp 7.849,89 triliun. Kalau utang itu dibagi seluruh rakyat Indonesia, maka setiap orang menanggung utang negara sebesar Rp 28 juta.

Prihatinnya lagi, dengan utang sebanyak itu nikmat kemerdekaan dan ekonomi hanya dinikmati segelintir orang. Laporan Global Wealth Report 2018 yang dirilis Credit Suisse menunjukkan: 1% orang terkaya di Indonesia menguasai 46,6% total kekayaan penduduk dewasa di Tanah Air. Dan 10% orang terkaya menguasai 75,3% total kekayaan penduduk. Artinya, pembangunan selama masa kemerdekaan ini hanya dinikmati oleh sebagian kecil penduduk di negeri ini.

World Bank melaporkan bahwa 40% warga Indonesia terkategori miskin. Perhitungannya, garis kemiskinan ekstrem ditetapkan sebesar 2,15 dolar AS perkapita perhari. Ini setara dengan Rp 967.950 perkapita perbulan. Artinya, warga yang berpenghasilan di bawah itu patut disebut sebagai miskin. Ini berarti ada 108 juta warga miskin Indonesia.

Akibat kemiskinan, ada 1,9 juta lulusan SMA yang tidak bisa melanjutkan kuliah. 17 juta warga Indonesia terpapar gizi buruk. Ini adalah angka tertinggi di Asia Tenggara. Ada 81 juta warga milenial tidak memiliki rumah. Ada 14 juta warga menempati hunian tidak layak huni. Jutaan rakyat Indonesia juga terbelit utang pinjol hingga puluhan triliun rupiah.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Dalam situasi perih seperti ini, justru pembangunan yang tidak langsung berhubungan dengan peningkatan taraf hidup rakyat yang dilakukan. Pembangunan ibukota baru, kereta cepat, dan proyek infrastruktur lainnya. 

Sementara itu sumberdaya alam yang harusnya bisa menyejahterakan rakyat justru banyak dikuasai korporasi lokal, asing, dan aseng. Tambang emas, migas, dan mineral malah diberikan kepada asing. 

Harapan rakyat untuk mendapatkan keadilan, jauh panggang dari api. Orang kuat bisa selamat, meski merampok duit rakyat. Sebaliknya, rakyat kecil tersayat, pilu, menghadapi sanksi hukum yang menjerat.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Mungkin ada di antara kita yang menyatakan bahwa jika seorang Muslim terus-menerus mencari kekurangan dalam perjalanan kemerdekaan negara ini, maka itu adalah tanda kufur nikmat. Sebab, Allah subhanahu wa taala memerintahkan setiap hamba mensyukuri nikmat-Nya dan melarang kufur nikmat. Allah subhanahu wa taala berfirman:
‏ وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ
(Ingatlah) saat Tuhan kalian memaklumkan, “Sungguh jika kalian bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) untuk kalian. Namun, jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), pasti azab-Ku sangat berat. (TQS Ibrahim [14]: 7).

Pertanyaannya, benarkah kita sudah bersyukur? Berkaitan dengan ayat ini, Imam Jarir Ath-Thabari menjelaskan makna bersyukur: Jika kalian bersyukur kepada Tuhan kalian, dengan ketaatan kalian kepada-Nya dalam hal yang Dia perintahkan kepada kalian dan yang Dia larang kepada kalian, niscaya ditambahkan untuk kalian apa yang ada pada tangan-Nya dan nikmat-Nya atas kalian.

Menurut Imam al-Ghazali, makna syukur yang hakiki adalah juga dengan ketaatan: Makna syukur adalah menggunakan nikmat dalam menyempurnakan hikmah untuk apa nikmat itu (diciptakan), yaitu ketaatan kepada Allah, (Al-Ghazali, Ihyaa Uluum ad-Diin, [Beirut, Darul Fikr: 2015 M], Juz IV).

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Dari penjelasan dua ulama besar itu, pertanyaannya, benarkah kita sudah mensyukuri nikmat kemerdekaan dalam bentuk ketaatan pada perintah dan larangan Allah? Apakah bangsa ini telah menggunakan seluruh nikmat kemerdekaan ini di jalan Allah, dengan menerapkan hukum-hukum-Nya untuk menata negara dan masyarakat? 

Jawabnya, jelas belum. Padahal jika saja itu dilakukan, pastilah Allah akan menambah terus nikmat kemerdekaan dengan limpahan berkah yang menciptakan keadilan, kemakmuran dan keamanan yang sentosa.

Akibat bangsa ini tidak mensyukuri kemerdekan dengan ketaatan kepada Allah, dengan cara melaksanakan semua aturan-Nya, maka yang terjadi adalah sebaliknya, Allah menimpakan berbagai bencana karena mereka kufur nikmat, yakni tidak menggunakan semua nikmat itu di jalan-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
‏ وَضَرَبَ اللّٰهُ مَثَلًا قَرْيَةً كَانَتْ اٰمِنَةً مُّطْمَىِٕنَّةً يَّأْتِيْهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِّنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِاَنْعُمِ اللّٰهِ فَاَذَاقَهَا اللّٰهُ لِبَاسَ الْجُوْعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوْا يَصْنَعُوْنَ
Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dulunya aman lagi tenteram. Rezekinya datang kepada mereka melimpah-ruah dari segenap tempat. Namun, (penduduk)-nya mengingkari nikmat-nikmat Allah. Karena itu Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan karena dosa-dosa yang selalu mereka perbuat (TQS an-Nahl [16]: 112).

Semua bencana hari ini terjadi akibat umat justru menjauhkan hukum-hukum Allah dari kehidupan. Hukum-hukum buatan manusia yang terbukti rusak dan merusak malah ditegakkan.

Alhasil, jika bangsa ini ingin benar-benar merdeka, mereka harus mau diatur oleh hukum-hukum Allah dalam semua aspek kehidupan mereka. Hanya dengan itulah mereka mampu mewujudkan cita-cita kemerdekaannya, yakni kehidupan yang sejahtera, adil, makmur dan mendapatkan ridha Allah subhanahu wa ta’ala. []

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم





KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.
عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar