Oleh : Maria Ulfa, S.S (Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali)
Iklim ekstrem yang terjadi sejak bulan Juni lalu menimbulkan sejumlah permasalahan. Sebanyak enam orang warga meninggal dunia akibat bencana kekeringan yang melanda Distrik Lambewi dan Distrik Agandugume, Kabupaten Puncak, Papua Tengah. (Kompas.com , 30 Juli 2023)
Disebutkan sebab dari kelaparan yang menimpa warga adalah karena mereka gagal panen sehingga tidak ada bahan makanan yang bisa mereka makan untuk bertahan hidup. Sebagian lagi terkena penyakit diare karena memakan ubi busuk.
Bisa dibayangkan kebutuhan untuk makan saja mereka sangat sulit di tengah bencana kekeringan. Dalam kondisi seperti ini maka siapa lagi yang patut untuk bertanggung jawab memberikan solusi? Tentu pemerintah dan jajarannya yang menjadi penanggung jawab utama yang pekerjaannya memang mengurusi urusan rakyat.
Sedihnya, pak presiden mengatakan bahwa alasan ke dua selain alasan Iklim yg ekstrem, adalah soal mengirimkan bantuan kepada mereka terkendala keamanan.
"(Persoalan) yang kedua, bantuan untuk makanan juga (menghadapi) problem di urusan keamanan. Pesawat tidak berani turun sehingga problem lagi," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut. (Kompas.com, 31 Juli 2023)
Kemudian diperjelas oleh Willem Wandik, Bupati Puncak. Bahwa yang disebut persoalan keamanan oleh pak presiden itu adalah kekhawatiran akan penyerangan KKB.
”Maskapai penerbangan tak berani membawa bantuan makanan dari Sinak ke Distrik Agandugume. Mereka takut pesawatnya ditembak Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).” ujar Willem. (Kompas.com, 31 Juli 2023)
Menyoal Keamanan Dalam Negeri dan KKB
Secara de jure kita merdeka tertanggal 17 Agustus 1945. Namun secara de facto, sajian berita tak sedap mengenai keamanan dalam negeri yang ternyata masih tak terjamin ini menimbulkan banyak tanda tanya. KKB ini bagaimanapun adalah orang kita, rakyat kita. Namun mengapa sampai sekelas pejabat level presiden belum juga bisa menindak dan menertibkan mereka?
KKB ini sudah lama ada, tapi tindakan tegas apa yang sudah diupayakan untuk menertibkan mereka ini masih menjadi tanda tanya juga.
Dalam pandangan Islam, tindakan KKB ini sama dengan bughot yang di mana apabila ada kelompok separatis dan pemberontak semacam ini di dalam negeri maka tindakan negara adalah memerangi mereka apabila jalur damai tidak bisa dilakukan.
Bughat dilarang dalam ajaran Islam, karena banyaknya dampak buruk yang akan ditimbulkan. Para Imam madzhab seperti ImamAbu Hanifah berpendapat bahwa hukuman bagi pelaku bughat adalah diperangi hingga tercerai berai. Sedangkan menurut Imam Hanafi para pelaku bughat harus diperangi namun dengan cara yang baik dengan menjaga hak mereka. Hal tersebut berlaku jika pelaku bughat adalah seorang muslim. Jika pelaku bughat adalah orang kafir maka harus diperangi tanpa ampun. (Kumparan.com, 28 Januari 2022)
Namun tindakan semacam ini hanya akan diterapkan oleh pemerintahan Islam. Sedangkan yang dilakukan oleh pemerintah sistem demokrasi yang berjalan saat ini adalah sebagaimana yang kita saksikan. KKB masih tidak bisa ditertibkan, keberadaannya masih menjadi teror bahkan bagi pemerintah sendiri. KKB ditakuti penyerangannya, bahkan mempersulit pemerintah sekedar untuk mengirimkan bantuan kepada rakyat sendiri yang sedang terkena wabah kelaparan.
Alhasil permasalahan yang terjadi sejak sekitar dua bulan yang lalu baru mulai teratasi dalam pekan ini, di saat 7500 warga terdampak kelaparan dan 6 nyawa sudah tidak bisa tertolong lagi.
Mengingat Cara Umar Bin Khattab atasi Paceklik
Di masa pemerintahan Islam dulu, khususnya pada masa kepemimpinan Khalifa Umar bin Khattab, Madinah pernah mengalami masa paceklik. Namun sebagai sosok pemimpin beliau sangat terlihat tindakannya terfokus pada menemukan solusi untuk rakyatnya, bukan berfokus pada masalah. Beliau berusaha memberikan segala pertolongan agar rakyat tidak kelaparan, bahkan sampai membiarkan dirinya sendiri kelaparan.
Umar saat itu hanya makan sedikit roti dioles minyak biasa, bukan minyak samin.
Saat perutnya berbunyi saking laparnya, beliau tabuh perutnya dengan jari jemarinya seraya berkata:
"Berkeronconglah sesukamu, dan kau akan tetap menjumpai minyak ini, sampai para rakyatku bisa kenyang dan hidup dengan wajar."
Begitulah akhlak Umar, akhlak seorang pemimpin yang teramat dirindukan.
Beliau juga mengirimkan surat kepada para wali atau kalau sekarang setara dengan gubernur provinsi, agar mengirimkan bantuan. Lalu bantuan besar-besaran datang dari Mesir, Amr bin Ash yang menjadi wali kala itu.
Amr pun segera mengirim bantuan makanan dan pakaian. Semua jalur, baik darat dan laut digunakan untuk mengirim logistik. Lewat laut, dia mengirim 20 kapal yang memuat gandum dan lemak. Sementara jalur darat, disiapkan 1.000 unta yang mengangkut gandum dan ribuan helai pakaian.
Kafilah berjalan dari Lembah Nil melintasi Semenjanjung Sinai, lalu ke selatan melalui pegunungan Hijaz ke Madinah. Perjalanan ini menempuh jarak sekitar 1.300 kilometer atau 800 mil, sehingga membutuhkan waktu untuk sampai di Madinah.
Sesampainya di sana, pemimpin kafilah membawa surat tanggapan dari Amr ke khalifah. “Aku sudah mengirimu unta. Yang pertama bersamamu di Madinah, yang terakhir meninggalkanku di Mesir,” tulis Amr.
Bantuan lain juga datang dari Muawiyah bin Abi Sufyan di Syam, Sa'ad bin Abi waqqash di Irak.
Betapa soal distribusi bantuan dalam mengatasi bencana seharusnya umat Islam tidak boleh lupa dengan kisah ini dan menjadikannya sebagai pelajaran.
Sesungguhnya Islam adalah agama yang sempurna dan paripurna. Ia tak hanya mengajarkan soal shalat, puasa dan ibadah ritual lainnya yang bisa dilakukan secara munfarid atau individu perorangan saja, melainkan ada syari'at dalam bermasyarakat dan juga bernegara.
Maka sebaik-baik teladan adalah Nabi Muhammad Shallallahualaihi Wassalam, yang hanya mewariskan bentuk pemerintahan negara bernama daulah Islamiyah yang kemudian disebut Khilafah Islamiyah karena sepeninggal beliau tak ada lagi Nabi, dan umatnya akan diurusi oleh para khalifah atau pengganti Rasulullah dalam hal pengurusan umat dengan hukum Islam. Khalifah nama pemimpinnya, Khilafah nama negaranya. Maka sepeninggal Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam, kepengurusan umat Islam dilanjutkan oleh khulafaurosyidin dan khalifah-khalifah selanjutnya hingga runtuhnya Khilafah terakhir di Turki. Keruntuhan Khilafah menjadi titik awal kesengsaraan bagi umat manusia hingga hari ini.
Sudah saatnya umat terbangun dan sadar akan pentingnya pengaturan Islam dalam kehidupan, karena jika tidak diatur dengan Islam maka aturan lainlah yang akan diterapkan.
Allah berfirman,
اَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُوْنَۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)? (QS. Al- Maidah: 50)
Wallahua'lam bishawwab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar