Potret Buram Dunia Pendidikan di Sistem Kapitalisme


Oleh : Ayu Annisa Azzahro (Aktivis Dakwah Muslimah Mataram)

Belum lama ini  kita dapati sebuah berita yang menyayat hati dari dunia pendidikan yang di mana seorang mahasiswa Universitas Indonesia, MNZ (19 tahun) tewas dibunuh oleh seniornya. MNZ ditemukan di kolong tempat tidurnya dalam keadaan yang sudah terbungkus oleh plastik hitam serta kaki yang terikat lakban dan terdapat sejumlah luka di tubuh korban. Usut punya usut seniornya tega melakukan pembunuhan tersebut dikarenakan rasa iri terhadap korban serta terlilit hutang akibat pinjol (Pinjaman Online).
Bukan hanya di dunia kampus. Namun, terdapat juga kasus perundungan yang terjadi di kalangan SD, SMP dan SMA/SMK hingga pondok pesantren. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan pada bulan Januari-Juli 2023 terdapat 16 kasus perundungan pada satuan pendidikan di atas. Baik korban maupun pelaku berasal dari anak didik dan pendidiknya.
Mayoritas terjadi di jenjang pendidikan SD 25%, SMP 25%, SMA 18,75%, dan SMK 18,75%. Sedangkan di MTs 6,25% dan Pondok Pesantren 6,25%. Heru Purnomo, Sekjen FSGI mengatakan empat kasus yang terjadi selama Juli 2023, yaitu perundungan terhadap 14 siswa SMP di Kabupaten Cianjur mengalami kekerasan fisik karena terlambat ke sekolah. Ada pula kekerasan fisik dijemur dan ditendang yang dilakukan oleh kakak kelas yang sudah duduk di bangku SMA/SMK.  Kasus lain terjadi di salah satu SMAN di kota Bengkulu, di mana satu siswi yang didiagnosa autoimun mengalami perundungan dari empat guru dan sejumlah teman sekelasnya.  Ada pula kasus Rejang Lebong di Bengkulu di mana seorang guru olahraga diketapel oleh orangtua siswa dikarenakan sang guru menegur muridnya yang merokok.
Ini merupakan beberapa kasus dunia pendidikan yang tak bermoral dan tak mencerminkan sebagaimana tujuan pendidikan negeri ini yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Sistem demokrasi, Kapitalisme telah gagal mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 
Di tengah gegap gempitanya pemerintah dengan pemberlakukan sistem Merdeka Belajar serta Kampus Merdeka ini mencerminkan hal itu. Di mana seharusnya kurikulum ini bertujuan mengembangkan potensi peserta didik, menyiapkan lulusan sebagai pemimpin masa depan bangsa yang unggul. Namun, nyatanya dunia pendidikan dalam sistem Kapitalisme membentuk lulusan-lulusannya berorientasi pada dunia kerja dan tak berdaya terkait biaya dan beban hidup mahasiswa yang begitu berat. Kurikulum ini tidak membentuk generasi untuk menjalankan hidup yang benar karena kurikulum tersebut berlandaskan sistem sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan.
Ini benar-benar ironi dan terus terjadi seperti mata rantai yang tak pernah putus. Tersebab oleh negara yang menganut sistem sekulerisme tersebut sehingga pelajaran-pelajaran agama pun di sekolah diminimalisir jam ajarnya. Islam tidak dijadikan landasan dalam pengajarannya.
Negara seharusnya bertanggungjawab terhadap hak-hak rakyatnya khususnya dalam hal pendidikan yang harus dipermudah baik akses maupun biayanya. Karena melalui pendidikanlah yang akan membentuk calon-calon pemimpin masa depan yang akan membangkitkan negeri ini. Dalam islam tentu pendidikan menjadi salah satu hal urgent bagi negara untuk rakyatnya. Karena pemimpin di dalam islam akan memahami bahwa kelak mereka yang akan menjadi pondasi berdirinya sebuah negara. 
Dalam catatan islam peradabannya  telah melahirkan generasi-generasi cemerlang yang memiliki akhlak mulia dan ilmu  yang mumpuni. Misalnya saja  seperti Imam Syafi'i yang pada usia tujuh tahun telah menghafal kitab suci Al-Quran, syair, sastra serta bahasa Arab. Bahkan setelah dewasa beliau menjadi seorang mujtahid mutlak. Kita mungkin tahu Ibnu Sina (Avicenna) yang diberi julukan ''Father of Doctor'', kontribusinya di bidang kedokteran tak perlu diragukan lagi. Atau Muhammad Al-Fatih pada usia delapan tahun telah menguasai enam belas bahasa berikut juga ilmu agama dan juga Al-Quran.
Begitulah islam yang mampu mencetak generasi-generasi hebat berakhlak mulia karena sistemnya yang berdasarkan Al-Quran dan As-sunnah. Maka, negeri ini juga mampu menghasilkan generasi-generasi unggul seperti mereka apabila islam menjadi landasannya. 

Wallahu a'lam bishawab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar