Eks Koruptor Bebas Melenggang Jadi Caleg


Oleh : Elly Waluyo (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)

Kebijakan yang berubah-ubah sesuai hawa nafsu pemangku kepentingan dan hukum yang tak pernah sekalipun menjerakan apalagi mencegah merupakan ciri khas dari penerapan sistem kapitalis. Tak pelak hal ini semakin memperparah segala problematika yang membelit negeri. Mantan koruptor bebas melenggang melakukan pekerjaan kotornya kembali menghisap darah rakyat seperti lintah. Para pengkhianat negara ini menjadikan hak asasi manusia (HAM) sebagai dalih dalam mengubah kebijakan sekehendak hati agar dapat kembali duduk manis dikursi panas legislatif dan kembali melakukan korupsi. Sistem yang menjauhkan individu dari agama ini membentuk individu-individu didalamnya menjadi tak tahu malu dalam berbuat maksiat karena berpatokan pada kepuasan materi yang didapatkan tanpa mempedulikan halal dan haram.

Kekahawatiran rakyat akan semakin parahnya kasus korupsi di negeri ini bukan tanpa alasan karena Indonesian Corruption Watch (ICW) telah mengidentifikasi sekitar 15 mantan koruptor berada dalam daftar calon sementara (DCS) bakal calon Legislatif (Bacaleg) ditingkat DPR RI dan DPD RI yang telah di rilis Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kurnia Ramadhan, Peneliti ICW sangat menyesalkan sikap KPU yang tidak segera mengumumkan status hukum bacaleg, sehingga terkesan KPU menutupi dan tidak komitmen antikorupsi. Untuk itu pihaknya pun mendesak KPU untuk segera mengumumkan nama bacaleg yang pernah terjerat kasus korupsi di tingkat manapun baik tingkat kabupaten/kota, tingkat propinsi maupun di tingkat pusat. (https://www.voaindonesia.com :26 Agustus 2023).

Hasyim Asy’ari ketua KPU juga membenarkan adanya 68 mantan terpidana berbagai kasus termasuk kasus korupsi, terdaftar sebagai calon legislatif di berbagai daerah. Beliau pun menyampaikan bahwa informasi status mantan terpidana tidak menjadi syarat untuk di isi karena status tersebut dapat dilihat dalam Silon yang memuat surat pernyataan bakal calon, surat keterangan pengadilan negeri, putusan pengadilan dan dokumen pendukung lainnya bagi calon yang berstatus eks koruptor. (https://kumparan.com (27 Agustus 2023).

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu, untuk syarat administratif pencalonan, seorang eks napi hanya membuat surat keterangan pernah dipenjara sedangkan pada Undang-Undang Pemilu pasal 240 ayat(2) huruf c dikatakan bahwa untuk calon anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD Kabupaten/kota yang tidak pernah dipidana 5 tahun atau lebih menggunakan surat pernyataan bermaterai. Bagi calon legislatif eks koruptor wajib mengumumkan statusnya di media massa. Tidak adanya larangan bagi eks koruptor untuk ikut serta didalam pemilu 2024, menurut Idham Holik selaku Komisioner KPU RI  adalah adanya Hak untuk dipilih yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 yakni pada Pasal 28D Ayat (3) UUD 1945, Pasal 27 Ayat (1) UUD, sedangkan pada Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) mengatur hak untuk memilih dan dipilih,  Pasal 43 Ayat (1) UU HAM menyatakan pada intinya bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih melalui pemilu. (https://nasional.kompas.com 12 September 2022).

Banyaknya bacaleg eks koruptor merupakan suatu keniscayaan dalam sistem sekuler kapitalis yang meletakkan kedaulatan ditangan manusia sehingga kebijakan dan hukum yang dibuat mudah sekali untuk di intervensi bahkan diubah-ubah sesuai pesanan. Sistem yang menjauhkan individu dari agamanya ini menitikberatkan kriteria pejabat pada kekayaan dan popularitas tanpa mempedulikan karakter kepribadian Islam. oleh karenanya calon pejabat harus memiliki kekuatan modal, dengan menggandeng korporat yang tentunya menginginkan timbal balik atas gelontoran dana pembukaan jalan mulus kursi pejabat tersebut. Akibatnya pejabat yang dihasilkan tak mampu mengemban amanah dan aji mumpung memanfaatkan kekuasaan untuk memperkaya diri. 

Demikian pula di bidang hukum, menjadi sangat lemah tak mampu menjerakan apalagi mencegah sehingga tak heran jika menimbulkan kekhawatiran dalam masyarakat bahwa pejabat eks koruptor tersebut mengulangi lagi perbuatannya.

Berbeda halnya dengan sistem Islam yang meletakkan kedaulatan di tangan syariat yang tak mungkin di intervensi oleh siapapun. Pejabat-pejabat dalam sistem Islam memiliki kepribadian Islam karena terlahir dari sistem pendidikan Islam. Sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi pembangun peradaban yang cemerlang. Serangkaian sistem Islam telah disiapkan untuk mencegah seorang pejabat melakukan tindakan maksiat seperti gaji yang layak, aturan yang mengharamkan memanfaatkan harta yang diamanatkan, menerima suap dan hadiah. 

Pengawasan perkembangan harta pejabat sebelum menjabat dan setelah menjabat, sanksi yang bersifat zawajir dan zawabir berupa ta’zir diberikan pada seorang koruptor atas keputusan khalifah yang disesuaikan dengan kadarnya. Sanksi dapat berupa peringatan atau nasihat, diumumkan ke publik, dicambuk hingga hukuman mati. Demikian aturan Islam menjaga individu dari segala macam bentuk kemaksiatan.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar