Oleh : Yuliana Suprianti (Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali)
Pemerintah resmi mengesahkan kebijakan golden visa. Para pemegang visa ini hanya diberikan kepada warga negara asing (WNA) berkualitas demi perkembangan ekonomi negara, salah satunya adalah penanam modal secara mandiri maupun korporasi. Aturan ini berlaku setelah Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM (Permenkumham) Nomor 22 tahun 2023 tentang Visa dan Izin Tinggal serta Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82 tahun 2023 yang disahkan 30 Agustus 2023 lalu.
Golden visa adalah visa yang diberikan sebagai dasar pemberian izin tinggal dalam waktu 5 tahun hingga 10 tahun dalam rangka mendukung perekonomian nasional. Kebijakan ini diambil untuk meraup manfaat positif seperti menarik investor hingga mendorong inovasi. Untuk dapat tinggal di Indonesia selama 5 tahun WNA dengan status investor perorangan yang akan mendirikan perusahaan di Indonesia diharuskan berinvestasi sebesar 2,5 juta dolar AS (Rp 38 Miliar). Sementara itu, untuk masa tinggal selama 10 tahun nilai investasi yang disyaratkan adalah 5 juta dolar AS (Rp 76 Miliar). Sementara itu untuk perusahaan korporasi yang membentuk perusahaan di Indonesia, diwajibkan menanamkan investasi sebesar 25 juta dolar AS atau sekitar Rp 380 miliarmiliar. Bagi yang berinvestasi dengan nilai tersebut berhak mendapatkan golden visa selama 5 tahun bagi direksi dan Komisarisnya. Di sisi lain untuk nilai investasi sebesar 50 juta dolar AS, berhak mendapatkan golden visa selama 10 tahun.
Sungguh ironi, rasanya ungkapan ini tepat untuk memberikan penilaian terhadap sikap Indonesia terhadap investor baik dari kalangan perorangan maupun korporasi asing. Kebijakan ini merupakan angin segar bagi asing yang tergiur dengan potensi Indonesia. Pasalnya kekayaan sumber daya alam Indonesia sungguh diakui dunia. Perut bumi Indonesia memiliki berbagai kandungan SDA berharga. Karena itulah, masih banyak perusahaan-perusahaan asing yang "betah" menanamkan modalnya di negara ini. Seringkali harapan semu yang dijual oleh Indonesia adalah jaminan bahwa dengan terbukanya investasi maka akan berdampak pada ketersediaan lapangan pekerjaan bagi penduduk negeri ini. Atau investasi adalah langkah bagi negara ini akibat ketidakmampuan dalam mengelola kekayaan alam sendiri.
Namun, benarkah semakin besar arus investasi rakyat semakin mudah memiliki lapangan pekerjaan? Jikapun benar adanya bahwa keberadaan perusahaan asing mampu memberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat setempat, masih banyak yang ternyata menjadi karyawan dengan upah minimum dan sulitnya untuk mendapatkan kenaikan upah, walhasil rakyat akhirnya lebih rela diupah minim daripada tidak memiliki lapangan pekerjaan sama sekali. Ketersediaan lapangan pekerjaan ini tentu saja tidak mampu diserap oleh semua kalangan dan tetap saja akan menyisakan pengangguran walaupun di tengah arus investasi. Lapangan pekerjaan ini juga disediakan oleh investor bukan oleh negara yang bertanggung jawab penuh terhadap rakyatnya. Negara hanya sebagai regulator saja. Jika demikian Siapakah penguasa di negeri ini? Pemangku jabatan atau investor?
Masuknya investor asing juga berdampak pada lemahnya independesi penguasa dalam menjalankan pemerintahannya. Kebijakan yang diambil akan bersinggungan dengan kehendak investor. Dan sering kali rakyat dinomorduakan demi hubungan baik dengan para investor ini baik perorangan maupun korporasi. Jadilah rakyat menjadi sapi perah bagi hubungan antara penguasa dan pengusaha asing. Bukankah ini semakin memperjelas bahwa kedaulatan tertinggi ada di tangan rakyat adalah sebuah ilusi saja? Dan ini juga semakin memperjelas bahwa investasi asing adalah penjajahan gaya baru di negeri ini.
Selain itu, izin tinggal bagi WNA juga berpengaruh pada aspek sosial dimana yang mereka bawa juga adalah budaya yang bisa mempengaruhi generasi muda khususnya dan masyarakat pada umumnya. Ini tentu merupakan efek yang tidak bisa dibantah lagi di tengah bonus demografi Indonesia yang mayoritas nya adalah generasi muda. WNA yang akrab dengan nilai dan gaya hidup yang tidak sama bisa di adopsi oleh generasi yang memang sudah hidup sekuler (pemisahan agama dari kehidupan) di negeri ini. Maka jadilah generasi yang semakin jauh dari identitas islam.
Hal ini tentu saja sangat berbeda dengan islam. Islam sebagai agama yang sempurna memiliki konsep dalam mengatur urusan negara. Dalam pemerintahan, seorang penguasa menjalankan pemerintahannya dengan mengacu pada hukum-hukum Allah yang dterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Negara mengelola kekayaan alam yang Allah limpahkan untuk kesejahteraan rakyat yang diukur dari terpenuhinya semua kebutuhan primer (sandang, pangan, papan, Keamanan, pendidikan, dan kesehatan) individu per individu. Negara juga memudahkan rakyat untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier mereka dengan menyediakan lapangan pekerjaan.
Ketersediaan lapangan pekerjaan adalah hak yang harus dipastikan, mengingat ada banyak penanggung nafkah membutuhkan lapangan pekerjaan agar bisa menunaikan kewajibannya. Kesejahteraan rakyat juga ditopang oleh upah atau gaji yang sangat besar. Seorang guru saja dalam islam digaji dengan 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas). Sumber dana ini telah diatur dalam bentuk pengelolaan harta milik umum berupa tanah dengan segala kandungannya, air laut, dan energi yang di hasilkan. Harta milik umum ini di kelola oleh negara bukan oleh individu baik swasta maupun asing.
Selain itu, kedudukan negara asing dalam islam sesuai dengan sikap atau respon mereka kepada islam dan kaum muslimin. Asing akan tetap menjadi lawan jika mereka memusuhi islam dan kaum muslimin tanpa memandang keuntungan yang bisa diperoleh dari negara asing tersebut. Negara-negara yang memusuhi islam secara nyata maka diperlakukan sebagai kafir harbi fi'lan yakni tidak ada hubungan diplomatik selain perang. Berbeda dengan negara yang tidak memusuhi islam maka dia berstatus kafir harbi hukman yang bagi negara islam boleh untuk menjalin hubungan kerja sama tentunya dengan rambu-rambu islam. Dua istilah ini barangkali sangat asing bagi kaum Muslim hari ini namun Inilah dua istilah yang lahir dari islam dan sangat bertolak belakang dengan ideologi kapitalisme hari ini. Inilah peraturan islam dalam bernegara yang pernah ditegakkan oleh Rasulullah SAW dan para khalifah setelah beliau.
Para penguasa hari ini haruslah sadar bahwa rakyat adalah amanah mereka dan kelak mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan mereka. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW yang artinya Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. "Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya dan demikian juga seorang pria adalah seorang pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari: 2278).
Wallahua'lam bi showwab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar