KHUTBAH JUM'AT : HARAM MERAMPAS LAHAN SECARA ZALIM


KHUTBAH PERTAMA

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ, نَحْمَدُهُ, وَنَسْتَعِينُهُ, وَنَسْتَغْفِرُهُ, وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا, وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَامَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ, وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ,أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا.
 وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا محَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
 اَللَّهُمَّ فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ اللهُ تَعَالَى 
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
(QS al –A’raf [7]: 96)


Alhamdulillah, atas nikmat Allah yang sangat besar. Dialah yang memberi rezeki tanpa henti. Dialah yang kuasa atas seluruh alam semesta. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada junjungan alam Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Bertakwalah kepada Allah. Jadilah muttaqin sejati dengan menjalankan seluruh perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya. Hanya aturan-Nya yang akan menjadikan manusia selamat di dunia dan akhirat.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Hanya Islam yang memiliki aturan yang sempurna. Urusan pribadi, baik makanan, minuman, pakaian, dan akhlak diatur oleh Islam. Bagaimana berhubungan dengan sesama manusia, Islam pun mengaturnya. Bagaimana mengatur urusan rakyat, dalam sistem kenegaraan, Islam pun punya aturan. Sungguh ini tidak dimiliki oleh agama lain di dunia ini. 

Maka ketika hari ini, tanah warga Melayu Rempang yang ditempati turun temurun akan diambil alih oleh negara atas nama investasi, Islam punya jawaban. Benarkah warga Rempang tak punya hak atas lahan tempat tinggalnya seperti yang diklaim oleh pemerintah?

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Beda dengan sistem hukum lahan di negeri ini, syariah Islam melindungi harta masyarakat secara total, termasuk lahan. Islam mengatur skema kepemilikan lahan dengan adil. Warga bisa memiliki lahan melalui pemberian seperti hadiah atau hibah dan warisan. Islam juga membolehkan Negara Khilafah membagikan tanah kepada warga secara cuma-cuma. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, misalnya, pernah memberikan tanah kepada beberapa orang dari Muzainah atau Juhainah. Beliau pun pernah memberikan suatu lembah secara keseluruhan kepada Bilal bin al-Harits al-Mazani.

Syariah  Islam juga menetapkan bahwa warga bisa memiliki lahan dengan cara mengelola tanah mati, yakni lahan tak bertuan, yang tidak ada pemiliknya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحْيَا أَرْضًا مَيْتَةً فَهِيَ لَهُ وَلَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ
Siapa saja yang menghidupkan tanah mati maka tanah itu menjadi miliknya dan tidak ada hak bagi penyerobot tanah yang zalim (yang menyerobot tanah orang lain) (HR at-Tirmidzi, Abu Dawud dan Ahmad).

Beliau juga bersabda:
‌مَنْ ‌سَبَقَ إِلَى مَا ‌لَمْ ‌يَسْبِقْ إِلَيْهِ مُسْلِمٌ فَهُوَ لَهُ
Siapa saja yang lebih dulu sampai pada sebidang tanah, sementara belum ada seorang Muslim pun yang mendahuluinya, maka tanah itu menjadi miliknya (HR ath-Thabarani).

Dengan demikian lahan yang tidak ada pemiliknya, lalu dihidupkan oleh warga dengan cara ditanami, misalnya, atau didirikan bangunan di atasnya, atau bahkan dengan sekadar dipagari, maka otomatis lahan itu menjadi miliknya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَحَاطَ حَائِطًا عَلَى أَرْضٍ فَهِيَ لَهُ
Siapa saja yang mendirikan pagar di atas tanah (mati) maka tanah itu menjadi miliknya (HR ath-Thabarani).
 
Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Islam memberikan kesempatan umatnya untuk menghidupkan tanah mati dan memilikinya. Namun syariah Islam juga mengingatkan para pemilik lahan agar tidak menelantarkan lahannya. Penelantaran lahan selama tiga tahun menyebabkan gugurnya hak kepemilikan atas lahan tersebut. Selanjutnya lahan itu bisa diambil paksa oleh negara dan diberikan kepada pihak yang sanggup mengelola lahan tersebut. 

Ketetapan ini berdasarkan Ijmak Sahabat pada masa Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. Imam Abu Yusuf dalam Kitab Al-Kharaaj mencantumkan perkataan Khalifah Umar ra., Tidak ada hak bagi pematok lahan setelah tiga tahun (ditelantarkan), (Abu Yusuf, Al-Kharaaj, 1/77, Maktabah Syamilah).

Imam Abu Ubaid dalam Kitab Al-Amwaal meriwayatkan bahwa Khalifah Umar ra pernah mengambil kembali lahan milik Bilal bin al-Harits al-Mazani. Sebelumnya lahan tersebut merupakan pemberian dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Namun, Khalifah Umar ra melihat lahan tersebut ditelantarkan. Kemudian beliau memerintahkan agar Bilal hanya boleh menguasai lahan seluas yang sanggup ia kelola (Abu Ubaid, Al-Amwaal, hlm. 328, Maktabah Syamilah).

Hukum yang jelas seperti ini akan memberikan keadilan bagi para pemilik lahan. Kepemilikan mereka yang telah puluhan tahun atas lahan tidak bisa dibatalkan atau diambil-alih oleh siapa saja, bahkan oleh negara sekalipun, hanya karena tidak bersertifikat. Malah terbukti, ketika sertifikat menjadi satu-satunya bukti keabsahan kepemilikan lahan, ini justru membuka terjadinya perampasan lahan. Semua tahu sertifikat bisa dipermainkan.

Hadirin jamaah jumah rahimakumullah,
Ingatlah, perampasan lahan tanpa alasan syari adalah perbuatan ghasab dan zalim. Allah subhanahu wa taala telah mengharamkan memakan harta sesama manusia dengan cara yang batil, termasuk dengan cara menyuap penguasa, agar diberikan kesempatan merampas hak milik orang lain. Allah subhanahu wa taala berfirman:
وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Janganlah kalian makan harta di antara kalian dengan cara yang batil. (Jangan pula) kalian membawa urusan harta itu kepada para penguasa dengan maksud agar kalian dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kalian tahu (TQS al-Baqarah [2]: 188).
Ayat di atas secara tegas mengancam siapa saja yang ingin menguasai harta orang lain, termasuk lahan orang lain, dengan cara menyuap penguasa. Suatu hal yang dipandang lumrah hari ini. Tidak jarang orang-orang kaya, termasuk pengusaha, menyuap pejabat agar dapat menguasai lahan sekalipun dengan cara merampas lahan tersebut dari orang lain.

Perhatikan ancaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para perampas lahan:
مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ ظُلْمًا، فَإِنَّهُ يُطَوَّقُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
Siapa saja yang mengambil sejengkal tanah secara zalim, maka Allah akan mengalungkan tujuh bumi kepada dirinya (HR Muttafaq alayh).

Akhirnya, sengketa lahan dan perampasan lahan tidak akan pernah tuntas selama tidak dikelola dengan syariah Islam. Aturan hari ini akan terus mengancam pemilik lahan, terutama rakyat. 

Hanya syariah Islam yang bisa memberikan perlindungan menyeluruh dan berkeadilan bagi seluruh umat manusia. Bergegaslah menuju penerapan Islam secara kaffah. Pasti di sana keberkahan berlimpah. []

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِى اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَافِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ وَإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ، وَأَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم




KHUTBAH KEDUA

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ الْمُسَبِّحَةِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلي وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآء مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ.

عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُبِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar