Patung Haram, Jangan Terlena!


Oleh: Nuryanti (Jembrana-Bali)

Rencana pembangunan patung Soekarno belakangan ini sudah menjadi sorotan masyarakat, baik yang pro maupun yang kontra, termasuk para ulama, cendekiawan, ilmuwan, pejabat bahkan masyarakat awam pun ikut bersuara. Sejatinya  pembangunan patung dan biaya yang dikucurkan baik kecil ataupun besar, sama sekali tidak ada faedahnya, bahkan jelas  hukumnya haram di dalam Islam.

Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim semakin kesini semakin banyak ditemukan bangunan patung, bahkan di setiap sudut jalan ditemukan bangunan patung. Bahkan dengan adanya wacana pembangunan patung Soekarno di daerah Walini, Bandung, yang sudah memasuki tahap perizinan, dan tahap pembangunannya akan di mulai awal tahun mendatang.

Dari beberapa patung Soekarno yang telah dibangun, kali ini akan dibangun lebih besar, dari sisi luas wilayah dan anggarannya. Proyek ini diperkirakan memakan biaya Rp 10 Triliun dengan tinggi 100 meter di atas lahan seluas 1.270 hektar. Lalu di sekitar bangunan patung akan dibuat kawasan kota mandiri Walini Raya. Pembangunan akan dilakukan oleh konsorsium PT Ciputra, PTPN VIII, dan I Nyoman Nuarta secara kolaborasi.

Banyak kalangan yang mempertanyakan tentang manfaat apa yang didapat dalam pembangunan patung Soekarno itu untuk masyarakat. Oleh karena itu berbagai penolakan pun dilakukan. ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Cholil Nafis turut mengomentari akan hal ini. Menurut Kyai Cholil pembangunan patung Soekarno disamping menghabiskan banyak biaya juga mengarah kepada pengkultusan satu pahlawan terhadap pahlawan yang lainnya, ini tidak adil ucapnya.

Dari sudut pandang pembangunannya sama sekali tidak menguntungkan masyarakat yang ada di sekitar, apalagi masyarakat secara luas. Meskipun biaya yang dikeluarkan bukan dari dana APBD melainkan dari pihak luar, yakni murni investasi dari konsorsium Ciputra dan PTPN VIII, tetap saja daerah akan membantu perizinannya. Pihak inilah yang berkepentingan dalam memanfaatkan  proyek ini. Manfaat untuk masyarakat tidak ada. Proyek ini hanya untuk ambisi politik kelompok tertentu dan kepentingan oligarki. Apalagi pembangunan kota mandiri yang semakin marak di Indonesia terbukti hanya menjadi kawasan elitis yang bisa dinikmati oleh segelintir orang.

Sedangkan dari segi perekonomian dan kemiskinan masyarakat saat ini menunjukkan angka kemiskinan yang cukup tinggi di setiap tahunnya. Menurut Bank Dunia, ada 40% warga miskin di Indonesia, ada 81 juta warga milenial tidak punya rumah, juga ada 20 juta warga tinggal di kediaman yang tidak layak huni. Terutama yang tinggal di pelosok daerah juga masih kekurangan layanan kesehatan yang memadai. Ada 171 kecamatan di Indonesia belum punya puskesmas. Ada 586 puskesmas yang belum memiliki dokter, sementara 18.206 desa berada di daerah tertinggal, 34% di antaranya belum memiliki akses jalan yang layak.

Ini menunjukkan kondisi yang sangat miris jika mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim justru banyak di bangun patung-patung yang jelas keharamannya oleh syariah Islam. Apalagi biaya yang fantastis. Sementara manfaatnya hanya untuk estetika belaka. Pembangunan patung pahlawan bukan budaya kaum muslim, itu adalah tradisi kaum kafir sebagai bentuk pengkultusan.

Allah Swt berfirman dalam TQS Nuh (71) : 23 yang artinya "Dan mereka berkata, “Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwa', Yagus, Ya'uq dan Nasr.”

Ayat ini berkaitan dengan umat nabi Nuh as. yang biasa membuat patung-patung orang-orang salih diantara mereka untuk dikenang. Mereka sekaligus memberi nama patung tersebut.

Jelas hal ini bertentangan dengan syariat Islam, dimana masyarakat Indonesia dengan mayoritas penduduknya adalah muslim. Cukuplah kisah nabi Nuh as. menjadi pelajaran bagi kita, jangan sampai kisah itu terulang lagi, janganlah kita seperti mereka. Bangga dengan bangunan megah dan patung-patung, lalu membangkang pada hukum-hukum Allah SWT. Jangan sampai kaum muslimin kembali mengundang azab Allah SWT. Naudzubillah min dzalik.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar