Oleh : Sukma Putri (Aktivis Dakwah)
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menunjuk Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebagai ketua pelaksana Sekretariat Bersama Moderasi Beragama. Hal itu tertuang dalam Presiden Nomor 58 tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. (https://tirto.id/jokowi-tunjuk-menag-yaqut-pimpin-sekretariat-moderasi-beragama-gQyE)
Moderasi Beragama makin dikuatkan, seolah bisa menjadi solusi berbagai persoalan negeri ini. Padahal sejatinya Persoalan utama justru tingginya kemiskinan dan stunting, rusaknya generasi, tingginya kekerasan dsb. Konflik horisontal antar umat hanya sebagian kecil saja.
Perlu diketahui, istilah “moderasi beragama” diperkenalkan pertama kali oleh lembaga think tank Amerika, RAND Corporation, dalam dokumennya berjudul “Building Moderate Muslim Networks” (Membangun Jaringan Islam Moderat) pada 2007. Artinya, istilah moderasi beragama bukan berasal dari para ulama.
Mirisnya, agenda global ini malah dipatuhi oleh negeri-negeri muslim, tidak terkecuali Indonesia. Negeri-negeri muslim menjadi pembebek sejati agenda global yang diciptakan Barat.
Moderasi beragama lahir dari Barat yang memiliki pemahaman sekuler. Siapa pun yang menyetujui konsep tersebut, berarti ia telah sepakat agamanya harus disesuaikan dengan pemahaman kufur Barat. Artinya lagi, moderasi beragama sama dengan ‘beragama sesuai keinginan Barat’. Tentu ini sangat berbahaya bagi akidah umat Islam terutama untuk Generasi Pemuda.
Pemuda adalah generasi penerus suatu perubahan dan kebangkitan,siapa saja yang menginginkan perubahan akan berfokus pada mereka. Apalagi jika melihat potensi besar generasi, semua itu dapat menjadi aset berharga untuk menyemai keberhasilan. Inilah sebabnya program moderasi beragama gencar di kalangan anak muda. Apa saja program moderasi beragama pada pemuda?
Kemenag telah merilis buku Pedoman Penguatan Moderasi Beragama yang menjadi panduan untuk lembaga pendidikan, baik di madrasah, sekolah, maupun perguruan tinggi dalam menerapkan nilai-nilai keagamaan yang moderat.
Bahkan, pengarusan moderasi beragama telah dilakukan sejak dini sebab anak PAUD dianggap rentan menerima pemikiran radikal. Ingat saat “tepuk anak soleh” dianggap bibit Islam radikal? Sefobia itulah umat Islam pada agamanya. Bahkan, Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Yogyakarta mengenalkan model parenting moderasi beragama.
Proyek moderasi beragama juga gencar diaruskan melalui media. Pemuda sebagai penduduk asli dunia maya berperan mempercepat pemahaman kufur ini masuk di tengah pemikiran pemuda lainnya. Kehidupan yang serba hedonistik dan liberal membawa tingkah laku mereka jauh dari kata manfaat. Jangankan bermanfaat bagi umat, bagi dirinya sendiri saja mereka bagai “sampah” yang layak dibuang.
Ditambah dengan moderasi beragama yang terus diaruskan media. Semua ini menjadikan akidah para pemuda makin dangkal dan mudah goyah. Akhirnya, kenakalan remaja makin tinggi dan meresahkan. Narkoba, seks bebas, aborsi, geng motor, eljibiti, dsb, menjadi problem akut yang sulit diselesaikan.
Islam, melalui sistem pendidikan Islam, memiliki visi untuk menjadikan generasi berkepribadian Islam, yakni mereka berpola pikir dan sikap Islam. Dengan landasan Islam, mereka akan mampu membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka pun akan memahami mana tindakan yang boleh dilakukan dan mana yang tidak.
Pembentukan kepribadian Islam ini dimulai sejak sekolah dasar dengan mengutamakan pemberian akidah Islam dan hukum Islam. Harapannya, ketika mereka balig, mereka dapat menjalankan syariat Islam dengan baik.
Selain menerapkan sistem pendidikan Islam, keluarga juga akan menjaga lingkungan dengan membentuk lingkungan yang islami. Dengan demikian, para pemuda akan senantiasa tersuasanakan dengan syiar Islam.
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar