HIV/AIDS Mengancam Generasi Bekasi


Oleh : Lia Ummu Thoriq (Aktivis Muslimah Peduli Generasi)

Kasus HIV di Jawa Barat masih tinggi. Terhitung sejak Januari-Agustus 2023, kasus orang dengan HIV yang ditemukan di 27 kabupaten/kota di Jabar mencapai 6.379 kasus. Dari jumlah itu Kota Bekasi dan Kota Bandung jadi penyumbang terbanyak."Kota Bekasi dan Kota Bandung paling tinggi kasusnya. Kemudian ada Kabupaten Bekasi juga, Kabupaten Bogor, dan Indramayu juga tinggi," kata Ketua Tim Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinkes Jabar Yudi Koharudin. 

Untuk menekan kasus HIV dan AIDS, Yudi menegaskan Pemprov Jabar turut melakukan beberapa tindakan yang sifatnya langsung menyentuh Orang dengan HIV/AIDS (ODHA) seperti pemberian obat Arv. Adapun konsumsi obat Arv sendiri dapat menurunkan daya tular ODHA ke warga lainnya. Sehingga kasus HIV juga bisa turut teratasi dengan baik. (detik.com, 25/9/2023).

Pada kelompok usia 15-25 tahun yang dikategorikan sebagai remaja menjadi kelompok paling banyak terinfeksi HIV. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 2022, baru 76 persen orang dengan HIV mengetahui statusnya, 41 persen orang dengan HIV mendapatkan pengobatan, serta baru 16 persen orang dengan HIV yang mendapatkan pengobatan, virusnya tersupresi. Inilah mengapa, sangat penting untuk memberikan edukasi seksual dan kesehatan organ reproduksi sejak dini pada anak-anak. Bukan soal tabu, lebih pada bagaimana selanjutnya generasi muda mendapatkan informasi dan akses yang tepat sehingga tidak berisiko tertular HIV. (herminahospitals.com, 14/9/2023).

Kasus AIDS terdeteksi pertama kali pada lima pria homoseksual di Los Angeles, Amerika Serikat, tahun 1981. Di Indonesia, penyebaran HIV di Indonesia memiliki dua pola setelah masuk pada tahun 1987 sampai dengan 1996. Pada awalnya hanya muncul pada kelompok homoseksual. Pada tahun 1990, model penyebarannya melalui hubungan seks heteroseksual. Prosentase terbesar pengidap HIV AIDS ditemukan pada kelompok usia produktif (15-49 tahun): 82,9%, sedangkan kecenderungan cara penularan yang paling banyak adalah melalui hubungan seksual berisiko (95.7%), yang terbagi dari heteroseksual 62,6% dan pria homoseksual/biseksual 33,1%. (Stranas 1994). Oleh karenanya, bisa disimpulkan bahwa penyakit ini sangat erat kaitannya dengan perbuatan manusia yang melakukan seks bebas.

Berbagai solusi dan penanganan dilakukan oleh UNAIDS (United Nations Programme on HIV/AIDS), tetapi hal tersebut pada faktanya malah makin memperburuk keadaan. Seperti Anjuran seks aman, setia pada pasangan, pemberian obat-obatan, dan lain sebagainya, justru seperti memberi jalan pada kebebasan berperilaku. Indonesia sendiri juga mengikuti arahan tersebut. Alih-alih mampu mengatasi permasalahan penyebaran HIV/AIDS, kasusnya malah terus bertambah setiap tahunnya. 

Sejatinya, akar masalah HIV/AIDS adalah karena liberalisme dan sekularisme yang menjadi landasan dalam kehidupan. Dalam pandangan sekuler agama haram mengatur kehidupan sehari-hari. Menurut paham ini agama adalah candu yang dapat mengekang hidup manusia. Aturan agama hanya mereka gunakan dalam ruang lingkup ibadah saja. Dalam kehidupan sehari-hari mereka menggunakan aturan manusia yang sarat dengan mengagungkan akal. Hasilnya manusia bebas melakukan kumpul kebo atau sex bebas. Bisa melakukan hubungan sejenis, bahkan berhubungan dengan binatang sekalipun hal yang lumrah dalam faham ini. Hasil yang diterima dari perilaku manusia yang bejat ini adalah HIV/AIDS yang sampai sekarang belum ada obatnya.

Selain sekuler, akar masalah HIV/AIDS adalah liberalisme. Liberalisme adalah adik kandung dari sekularisme. Liberalisme adalah faham yang mengagungkan kebebasan. Ada empat kebebasan dalam faham ini salah satunya adalah kebebasan dalam bertingkah laku. Manusia bebas melakukan apa saja sesuai dengan keinginannya. Alhasil sex bebas pun menurut mereka sah sah saja dilakukan oleh siapapun asalkan suka sama suka. Akibat dari kebebasan ini timbullah masalah baru yaitu HIV/AIDS. 

Jelas sekulerisme dan liberalisme telah menjerumuskan manusia pada perilaku hewani yang serba bebas tanpa aturan. Ketika landasan yang digunakan adalah sesuatu yang rusak (baca: sekulerisme-liberalisme) alhasil setiap solusi yang dilakukan hanya tambal sulam dan tidak menyentuh akar persoalan. Untuk itu perlu adanya solusi komprehensif untuk menuntaskannya. Maka  sistem yang  berlandaskan akidah Islam sajalah yang mampu mengatasinya. Dalam Islam Allah-lah yang berhak membuat hukum, manusia haram membuat hukum. Hukum dari Allah wajib hukumnya dilaksanakan atau dilakukan oleh setiap hambanya. Hukum ini bertujuan untuk kesejahteraan manusia di dunia dan di akhirat. 

Dalam sistem Islam, tidak ada ruang bagi manusia melakukan kebebasan seksual. Islam sangat menjaga agar manusia senantiasa berada dalam perilaku mulia dan memuliakan. Islam menjadi pondasi kehidupan individu, masyarakat ataupun negara.  Maka halal-haram yang menjadi standar tindakan, perbuatan dan perilaku dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara. Ini bisa diwujudkan dengan keterikatan yang kuat dengan hukum.

Dengan begitu jasa dan produksi barang yang mengarahkan pada pergaulan bebas maka akan ditutup rapat-rapat oleh negara. Karena hal ini akan memicu pergaulan bebas. Sebagai contoh gambar, VCD, situs, majalah dan lain-lain yang berbau pornografi tidak akan ditemukan di masyarakat. Karena memproduksi, mengkonsumsi dan mendistribusikannya adalah tindakan kriminal.

Selain faktor barang dan jasa pergaulan sehat diberlakukan oleh negara. Larangan berkhalwat dan ikhlitat antara pria dan wanita. Ikhtilat diperbolehkan di tempat umum untuk tujuan yang dibenarkan oleh syara seperti jual beli, umrah, haji, dan sebagainya. Dengan adanya pemisahan secara total dalam kehidupan individu, masyarakat dan negara maka stimulus rangsangan seksual ini pun bisa dihilangkan.

Ketika semua pintu yang mendorong terjadinya pergaulan bebas tersebut ditutup rapat-rapat, dari mulai hulu hingga hilir. Maka Islam menetapkan sanksi yang keras dan tegas kepada siapa yang melanggarnya. Khalifah tidak akan mentolerir siapapun kejahatan ini.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar