Kasus Berulang, Nyawa Melayang


Oleh: Wulan (Singaraja)

Sungguh miris dan mengiris hati, kasus yang menimpa Marlena alias Tia (26) kembali menambah daftar panjang kasus gantung diri. Tia adalah warga Kel. Kemelak Indung Langit, Kec. Baturaja Timur, Kab. Ogan Komering Ulu Oku, Sumatera Selatan. Ibu muda yang memiliki dua anak ini tewas gantung diri diduga karena himpitan ekonomi hingga tidak memiliki beras untuk dimasak. Kehidupan dan keluarganya jauh dari kata cukup. Ia tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok.

Tak tahan dengan kehidupan yang ia jalani, ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri. Aksinya itu dilakukan saat suaminya keliling untuk mencari pekerjaan. Sungguh, fakta tragis yang berulang ini adalah akibat dari pemberlakuan aturan hari ini yaitu kapitalis sekuler.

Pemberlakuan sistem ekonomi kapitalisme menghasilkan kesenjangan antara si kaya dan si miskin yang luar biasa ekstrem. Negara yang menerapkan asas kapitalisme akan lepas tangan terhadap kebutuhan rakyatnya, bahkan lepas tangannya negara ini ada di dalam prinsip-prinsip pemberdayaan masyarakat yakni publik ideal. Prinsip ini maksudnya adalah ketika mampu membuat masyarakatnya mandiri dan tidak ada ketergantungan kepada bantuan Negara.

Aturan yang dibuat negara seperti ini sejatinya hanya memihak kelompok tertentu yakni oligarki, sedangkan rakyat harus berjuang mati-matian agar bisa bertahan dengan segala tantangan zaman.

Dari kasus ini menandakan bahwa sesungguhnya semua aturan kehidupan yang tidak berlandaskan kepada hukum Allah akan menyebabkan kerusakan dan kesengsaraan bagi umat manusia sehingga yang kita butuhkan adalah sistem yang berlandaskan Islam sebagai satu-satunya hukum Negara. 

Islam telah memiliki aturan khas dan terikat syariah yakni dalam naungan Khilafah. Di dalam Islam juga, nyawa manusia adalah anugerah Allah subhanahu wa ta'ala yang amat berharga. Oleh karena itu, Islam punya mekanisme penjagaan terhadap jiwa. Islam telah meletakkan tanggung jawab menjamin kesejahteraan seluruh individu rakyat di pundak kepala negara atau khalifah.

Kesejahteraan dalam Khilafah benar-benar dinilai dari terpenuhinya kebutuhan masyarakat dengan merata, mulai dari kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan hingga kebutuhan sekunder dan tersier. Tidak hanya itu, Islam juga menjamin kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Semua diurus oleh khalifah sebagai pemegang amanat, karenanya Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja yang layak agar para kepala keluarga mampu menafkahi keluarganya.

Maka sebaliknya, jika mereka tidak bekerja karena lalai dan tidak menjalankan kewajibannya, maka negara akan menjatuhkan sanksi kepada mereka. Apabila mereka tidak mampu bekerja karena cacat maupun unsur yang lain, maka khalifah akan menjamin kebutuhan mereka melalui dana Baitul Mal atau melalui kerabat ahli waris.

Adapun kebutuhan kolektif seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, termasuk sarana prasarana yang menunjang hal tersebut, maka beban ini dipikul khalifah dengan dana dari Baitul Mal. Jika di Baitul Mal tidak ada dana, beban ini bisa dipikul bersama-sama dengan kaum muslim melalui penarikan pajak hingga dana yang dibutuhkaan tercapai.

Tak cukup di situ saja, Islam juga memastikan rakyatnya memiliki mental yang kuat melalui sistem pendidikan yang berbasis akidah Islam. Rakyat di masa Khilafah dibentuk memiliki keimanan dan berkepribadian Islam sehingga rakyat akan memiliki mentalitas yang kuat yakni bersyukur ketika mendapat kenikmatan dan bersabar serta tabah ketika ditimpa kesulitan. Begitulah Islam memastikan.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar