Profil Pelajar Rahmatan Lil ‘Alamin


Oleh: Umma Jinan (Maknathul Aini)

Profil Pelajar Pancasila dan Profil Pelajar Rahmatan Lil Alamin 

Profil Pelajar Pancasila dan Profil Pelajar Rahmatan lil Alamin yang selanjutnya disebut profil pelajar, merupakan pelajar yang memiliki pola pikir, bersikap dan berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai luhur Pancasila yang universal dan menjunjung tinggi toleransi demi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa serta perdamaian dunia. Profil Pelajar juga memiliki pengetahuan dan keterampilan berpikir antara lain: berpikir kritis, memecahkan masalah, metakognisi, berkomunikasi, berkolaborasi, inovatif, kreatif, berliterasi informasi, berketakwaan, berakhlak mulia, dan moderat dalam keagamaan. 

Profil pelajar memiliki komitmen kebangsaan yang kuat, bersikap toleran terhadap sesama, memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal dan menghargai tradisi. Kehadiran profil pelajar di tengah kehidupan mampu mewujudkan tatanan dunia yang penuh kedamaian dan kasih sayang. Profil pelajar selalu mengajak untuk merealisasikan kedamaian, kebahagiaan, dan keselamatan baik di dunia maupun akhirat bagi semua golongan umat manusia, bahkan seluruh alam semesta. Profil pelajar dirancang untuk menjawab satu pertanyaan besar, yakni peserta didik dengan profil (kompetensi) seperti apa yang ingin dihasilkan oleh sistem pendidikan Indonesia.

Dalam konteks tersebut, profil pelajar memiliki rumusan kompetensi yang melengkapi fokus di dalam pencapaian standar kompetensi lulusan di setiap jenjang satuan pendidikan dalam hal penanaman karakter yang sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia dan moderasi beragama. Kompetensi profil pelajar memperhatikan faktor internal yang berkaitan dengan jati diri, ideologi, dan cita-cita bangsa Indonesia, serta faktor eksternal yang berkaitan dengan konteks kehidupan dan tantangan bangsa Indonesia di Abad ke 21 yang sedang menghadapi masa revolusi industri 4.0, serta moderasi beragama. 

Dalam profil pelajar terdapat beberapa dimensi dan nilai yang menunjukkan bahwa profil pelajar tidak hanya fokus pada kemampuan kognitif, tetapi juga sikap dan perilaku sesuai jati diri sebagai bangsa Indonesia sekaligus warga dunia yang: 1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia 2. Berkebhinekaan global 3. Bergotong-royong 4. Mandiri 5. Bernalar kritis 6. Kreatif. Sekaligus pelajar juga mengamalkan nilai-nilai beragama yang moderat, baik sebagai pelajar Indonesia maupun warga dunia. Nilai moderasi beragama ini meliputi: 1. Berkeadaban (ta’addub) 2. Keteladanan (qudwah) 3. Kewarganegaraan dan kebangsaan (muwaṭanah) 4. Mengambil jalan tengah (tawassuṭ) 5. Berimbang (tawāzun) 6. Lurus dan tegas (I’tidāl) 7. Kesetaraan (musāwah) 8. Musyawarah (syūra) 9. Toleransi (tasāmuh) 10. Dinamis dan inovatif (taṭawwur wa ibtikār)

Jadi intinya “Pelajar Pancasila merupakan pelajar sepanjang hayat yang kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila” sedangkan “Pelajar Rahmatan lil-‘Alamin merupakan pelajar yang bertakwa, berakhlak mulia, serta beragama secara moderat.” Antara Profil Pelajar Pancasila dan Profil Pelajar Rahmatan lil Alamin merupakan satu nafas yang saling menguatkan antara satu dengan lainnya. Keduanya berdiri pada falsafah Pancasila, yang menghormati kebhinekaan dan kemanusiaan untuk mewujudkan Indonesia yang aman, tentram, damai dan sejahtera.


Fakta Gonta-Ganti Kurikulum di Indonesia

Setelah lebih dari 70 tahun merdeka, dari masa orde lama (Sukarno), orde baru (Soeharto) hingga masa reformasi (BJH, AW/Abdurrahman Wahid, MGW, SBY, dan JK). Setidaknya telah 10 kali Indonesia gonta-ganti kurikulum pendidikan. Pergantian tersebut didasari tuntutan kebutuhan zaman, atau bahkan bersifat politis. Hingga kini diganti lagi dengan “Kurikulum merdeka” yang katanya semenjak Pandemi COVID-19 membuat hampir dua tahun pelajar di Indonesia harus menempuh pembelajaran secara daring. Di tengah peralihan kembali ke pembelajaran tatap muka, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, meluncurkan Kurikulum Merdeka. Ini adalah kurikulum yang ke-11 sejak masa kemerdekaan.

Menurut Nadiem, munculnya kurikulum baru ini dilatarbelakangi oleh krisis pembelajaran di Indonesia dalam 20 tahun terakhir. Kondisi ini diperparah oleh pandemi COVID-19 dengan hilangnya pembelajaran (learning loss) dan meningkatnya kesenjangan pembelajaran, begitu kata Nadiem.

Lalu kurikulum merdeka ini menyasar para madrasah dan katanya madrasah mengemban dua tugas besar, yaitu; 1) membekali peserta didik kompetensi dan keterampilan hidup agar bisa menghadapi tantangan di zamannya, dan 2) mewariskan karakter budaya dan nilai-nilai luhur kepada generasi penerus bangsa agar peran generasi kelak tidak terlepas dari akar budaya, nilai agama dan nilai luhur bangsa. Untuk menjalankan dua amanat besar tersebut, maka kurikulum harus selalu dinamis berkembang untuk menjawab tuntutan zaman. Perubahan akan terus terjadi. Hal yang abadi di dunia ini adalah perubahan itu sendiri. Perubahan ini setidaknya terjadi pada tuntutan dunia global.
 
Dunia modern dan ekonomi global tidak lagi memberikan penghargaan besar terhadap seseorang karena apa yang diketahui, karena teknologi telah menyediakan pengetahuan yang dibutuhkan. Namun dunia modern lebih menghargai seseorang karena apa yang bisa dilakukan dengan pengetahuan itu. Dengan demikian, kurikulum madrasah tidak boleh hanya fokus kepada pengetahuan apa yang harus dikuasai peserta didik, namun lebih penting adalah membekali peserta didik kompetensi, keterampilan hidup (life skils), dan cara berpikir-bersikap untuk mengantisipasi dan menyikapi situasi yang selalu berubah itu. 

Kurikulum merdeka yang akan memandu memberikan pilihan-pilihan untuk membentuk karakter, menumbuhkan keberanian berpikir kritis, kreatif dan inovatif harus terus dikembangkan. Di samping itu, nilai-nilai agama sebagai ruh madrasah mesti ditanamkan secara terintegrasi sejalan dengan implementasi kurikulum. Sehingga nilai religiusitas mewarnai cara berpikir, bersikap dan bertindak warga madrasah dalam menjalankan praksis dan kebijakan pendidikan. 

Fakta lainnya juga dilansir dari Muslimah News, Pusat Pendidikan Karakter menggelar Festival Generasi Pancasila bertema “Pelajar Pancasila Bangga Punya Pancasila”. Festival diselenggarakan dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional, Hari Keluarga Nasional, dan Hari Lahir Pancasila.

Festival tersebut melibatkan 1.995 pelajar dari jenjang PAUD, TK, SD, SMP, hingga SMA/SMK. Pelaksana tugas (Plt.) Kepala Puspeka Hendarman mengatakan bahwa festival bertujuan menyebarluaskan dan memperdalam pemahaman peserta didik jenjang PAUD hingga SMA/SMK dan keluarga tentang Profil Pelajar Pancasila, dan mendorong implementasi penguatan karakter berbasis Profil Pelajar Pancasila kepada peserta didik serta orang tua dan keluarga di seluruh Indonesia. 

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim bersama Penasihat Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kemendikbudristek Franka Makarim mengharapkan generasi muda mengetahui enam Profil Pelajar Pancasila sekaligus mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Enam profil tersebut adalah beriman/bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, serta berkebinekaan global, bergotong-royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. (Paudpedia, 06/07/2022).


Semakin Kuatnya Arus Moderasi dengan Kurikulum P5 dan RLA dan Orientasi Pendidikan Kapitalisme

Penguatan karakter Profil Pelajar Pancasila digadang-gadang sebagai solusi atas krisis moral dan buramnya potret generasi saat ini. Namun, apakah benar bisa menyelamatkan generasi? Jangan-jangan hanya sebatas harapan kosong.

Darmaningtyas selaku kritikus Pendidikan pernah mengatakan bahwa Mendikbudristek saat ini tidak memiliki visi untuk Pendidikan, melainkan menyerahkan pengelolaan pendidikan pada (kebutuhan) pasar. (IB Times). Generasi diformat sebagai salah satu faktor produksi bagi kebutuhan industrialisasi sistem kapitalistik. Wajar jika mereka diharapkan jauh dari nilai-nilai agama (Islam) yang akan membahayakan eksistensi kapitalisme.

IDN Research Institute dan Alvara Research Center pernah menyurvei 1.400 milenial yang menunjukkan bahwa mereka mulai permisif dengan kemaksiatan. Hasil survei menunjukkan 2,4% (kurang lebih 33 orang) menganggap tidak ada persoalan dengan pergaulan bebas. Sebanyak 14,9% responden menganggap clubbing bukan masalah; 2,4% milenial mengatakan lokalisasi bukanlah persoalan; dan 1,9% (kurang lebih 26 orang) mendukung L687. (IDN Times).

Kondisi generasi sudah babak belur dalam sistem sekuler yang hanya berorientasi pada sistem pendidikan kapitalis. Sikap pemerintah yang menyolusi dengan penguatan karakter Profil Pelajar Pancasila justru melahirkan sikap apolitis dan enggan memahami agama secara kaffah namun bagaimana mereka di arahkan untuk beragama secara moderat/wasatiyah (moderasi beragama). Terbukti, banyaknya keterlibatan generasi dalam aksi tren tanpa memahami implikasi bagi mereka sendiri. Sebut saja, aksi anak Ciyatam di daerah Sudirman yang meresahkan para orang tua, serta para fans fanatik K-Pop yang makin menggila.


Keikutsertaan Asing/Barat dalam Kurikulum P5 dan RLA

Kampanye Profil Pelajar Pancasila yang dilakukan lewat penyelenggaraan Festival Generasi Pancasila dimotori pemerintah dan disponsori oleh Asing/Barat. Kok bisa? Sebabnya, Barat memiliki program-program yang terarah untuk meliberalkan generasi muslim.

Hal ini tertuang dalam dokumen Plan of Action to Prevent Violent Extremism yang diadopsi PBB pada 2016. Di antara program-program tersebut ialah dialog dan pencegahan konflik, memperkuat tata pemerintahan yang baik, hak asasi manusia, dan supremasi hukum. Selain itu, melibatkan komunitas, memberdayakan pemuda, kesetaraan gender, dan pemberdayaan perempuan; kemudian pendidikan, pengembangan keterampilan, fasilitas lapangan kerja, dan komunikasi strategis, serta internet juga media sosial.

Pemuda atau generasi menjadi sasaran utama rencana aksi PBB untuk mencegah ekstremisme kekerasan. Ini karena pemuda memiliki jangkauan sangat luas dan dalam ke relung-relung struktur sosial masyarakat. Program PBB langsung ditindaklanjuti oleh BNPT dengan menggagas pendekatan lunak dengan strategi kontra radikalisme. Strategi dijalankan dengan menanamkan nilai-nilai kebangsaan, menghidupkan nilai-nilai Pancasila, dan kontra propaganda membumikan Islam damai.

Jika program Barat berjalan mulus, terjadilah penyesatan profil generasi muslim. Lahir pelajar-pelajar berjiwa Pancasila yang diarahkan berkiblat pada Barat yang jauh dari kepribadian Islam. Potensi generasi muslim pun terbajak. Akibatnya, generasi muslim kehilangan identitas sebagai anak-anak umat yang seharusnya menjaga dan memperjuangkan Islam.

Mereka berganti peran menjadi pelajar yang memiliki nilai-nilai sekuler Barat, mengusung toleransi, pluralisme, moderasi dan nilai-nilai kebangsaan yang kosong dari nilai Islam. Generasi terseret arus liberalisasi karena tipu daya Barat yang diterima dengan tangan terbuka oleh penguasa.


Sistem Pendidikan dan Kurikulum dalam Islam serta Peran Pengemban Dakwah dalam Arus Kurikulum yang Semakin Menjamur

Sistem pendidikan dan kurikulum dalam islam akan melahirkan Profil Generasi Hebat  dan juga Taat Syariat. Dimana sistem pendidikan dalam  islam melahirkan kurikulum pendidikan yang wajib berlandaskan Akidah Islam. Dimana mata pelajarannya serta metodologi penyampaian pelajaran seluruhnya disusun tanpa adanya penyimpangan sedikitpun dalam pendidikan dari asas tersebut. (Nizdamul-Islam hal.208 pasal 170)

Politik pendidikan dalam islam juga bertujuan untuk membentuk pola pikir dan pola jiwa islami. Seluruh mata pelajaran disusun berdasarkan dasar strategi tersebut. Tujuan pendidikan dalam islam untuk membentuk kepribadian islam serta membekalinya dengan berbagai ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan. Begitupun dengan kerikulum pendidikannya hanya satu. Tidak boleh digunakan kurikulum selain kurikulum negara. (Nizdamul-Islam hal.208-210 pasal 171,172,176)

Karena Generasi saat ini adalah tokoh pada masa yang akan datang. Maka Islam mencurahkan perhatian yang besar kepada mereka. Pada masa kegemilangan Islam (Khilafah) banyak lahir generasi hebat. Orang tua muslim mendidik sedari kecil dengan hafalan Al-Qur’an. Generasi tumbuh dalam ketaatan pada syariat. Inilah karakter orang beriman yang dijelaskan Allah Swt., “Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, Apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan, ‘Kami mendengar dan kami patuh.’ Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS An-Nur: 51)

Generasi muslim memiliki visi menjadi pejuang Islam untuk izzul Islam wal muslimin. Mereka senantiasa membela Islam, menjaga dirinya, dan berjuang agar hukum Islam diterapkan secara kaffah. Profil generasi muslim berkepribadian Islam senantiasa memperhatikan umat agar terbebas dari ide-ide sesat yang bersumber dari kapitalisme dan sekularisme.

Negara (Khilafah), masyarakat, dan keluarga berperan dalam membentuk karakter dan kepribadian mereka. Tidak heran jika kita mengagumi peradaban Islam yang diisi oleh pemuda seperti Alfiyah bin Malik (ulama nahu), Iyash bin Mu’awiyah (ulama tabiin), atau Muhammad bin Idris asy-Syafii yang bisa memberikan fatwa saat usianya belum genap 15 tahun.

Kewajiban kita sebagai muslim atau peran kita yang mengaku sebagai pengemban dakwah ialah terus menerus melakukan amal makruf nahi mungkar dalam rangka mempersiapkan generasi hebat taat syariat dengan membentuk pola pikir dan pola sikap berdasarkan akidah Islam. Dengan demikian, terbentuk tingkah laku yang juga berdasarkan akidah Islam dan senantiasa mengikuti Al-Qur’an dan Sunah. (Taqiyuddin an-Nabhani, Syakhshiyyah Islamiyyah Juz I, Darul al-Ummah, hlm. 20).
Ismail R. al-Faruqi dalam bukunya, Atlas Budaya Islam, menyatakan bahwa masa kekhalifahan Islam memiliki pendidikan yang melahirkan ulama-ulama besar dan mengantarkan kemajuan di bidang ilmu-ilmu Islam. Mereka mengukir sejarah dengan tinta emas, salah satunya Imam Bukhari (ahli hadis) yang meneliti lebih dari 300.000 hadis.

Profil generasi muslim yang dibentuk oleh Islam telah terbukti berhasil terdepan dalam mengisi peradaban. Sedangkan profil Pelajar Pancasila, masih jauh dalam angan-angan, belum teruji berhasil membentuk generasi hebat. (Wallaahu A’lam)…


Sumber: 
[MuslimahNews/Tim WAG]
https://www.detik.com/edu/sekolah/d-6019791/11-wajah-dalam-75-tahun-lika-liku-perjalanan-kurikulum-indonesia.
https://kumparan.com/kumparannews/10-kali-gonta-ganti-kurikulum-pendidikan/full
(Nizdamul-Islam hal.208/210 pasal 170,171,172,176)
file:///C:/Users/dsety/Downloads/3__Kirim_Panduan_P5_PPRA_(26_10_2022)2.pdf




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar