PROYEK ISLAM MODERAT, PATUT DITINJAU ULANG



Oleh: Siti NR

Presiden Joko Widodo atau Jokowi menunjuk Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebagai ketua pelaksana Sekretariat Bersama Moderasi Beragama. Hal itu tertuang dalam Presiden Nomor 58 tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Sekretariat Bersama bertugas untuk mengkoordinasikan, memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan penguatan moderasi beragama di tingkat kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi dan kabupaten kota. Pelaporan pelaksanaan moderasi beragama pun dilakukan secara berjenjang. Yaqut selaku ketua diminta melapor paling tidak sekali per tahun. "Menteri sebagai ketua pelaksana Sekretariat Bersama menyampaikan laporan capaian dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 kepada Presiden paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu apabila diperlukan," bunyi pasal 13 Perpres tersebut sebagaimana dikutip dari laman JDIH Setneg, Sabtu (30/9/2023). Dalam Perpres yang ditandatangani 25 September 2023 ini, tugas utama Yaqut adalah memperkuat moderasi agama. Perpres tersebut menekankan terhadap cara pandang dan praktik beragama secara moderat untuk memantapkan persaudaraan dan kebersamaan umat beragama.(tirto.id)

Malangnya, ada saja internal umat yang mengaku sebagi cendekia atau bahkan ulama ikut-ikutan memutarbalikkan ajaran Islam. Dengan dalih menyesuaikan Islam dengan kemajuan peradaban, agar tidak kalah dengan Barat, mereka merekayasa berbagai pemikiran untuk disusupkan ke dalam ajaran Islam. Tidak jarang mereka mengadopsi pemikiran dari Barat yang menurut mereka maju untuk diterapkan ke tengah umat.

Salah satu pemikiran yang sama sekali tidak genuine dari Islam namun terus menerus dicangkokkan kedalam agama ini adalah paham moderasi beragama. Pemikiran yang sebenarnya dirancang oleh Barat, khususnya RAND Corporation, untuk melumpuhkan Islam. Namun paham moderasi beragama ini sudah dianggap sebagai bagian dari ajaran Islam, walaupun para pendukungnya belepotan melintir berbagai dalil untuk melakukan cocokologi pemikiran.

Ditanah air, paham moderasi beragama terus dikampanyekan bahkan oleh negara. Masuk dalam kurikulum pendidikan, pesantren-pesantren, dialog-dialog, sambil melakukan perang terhadap apa yang mereka sebut radikalisme beragama.

Istilah Islam moderat yang dipopulerkan belakangan ini, sejatinya bukan istilah yang bersumber dari Al-qur'an, sunnah, dan lisan al-Arab. Moderasi Islam dan Islam moderat, dicetuskan pertama kali oleh pemikir-pemikir sekuler-liberalis Barat, terutama mereka yang terlibat aktif dalam proyek pengendalian dan riset kebijakan-kebijakan global. Istilah "moderasi Islam" atau Islam moderat lebih merupakan istilah politik daripada istilah agama. Munculnya istilah ini tidak bisa dipisahkan dari agenda war on terorism yang digaungkan Amerika Serikat, setelah peristiwa gedung WTC tahun 2001.

Gagasan moderasi Islam dan Islam moderat merupakan ide untuk memasukkan cara pandang baru terhadap Islam. Tujuan moderasi Agama adalah agar kaum Muslim menerima dimensi kunci peradaban demokrasi, termasuk didalamnya gagasan tentang HAM, kesetaraan gender, pluralisme, dan menerima sumber-sumber hukum non sektarian.
Itulah makna, arah, tujuan dan berbagai upaya untuk memperkuat moderasi agama (Islam), serta menangkal radikalisme. Yang menjadi persoalan adalah, jika moderasi agama ditujukan agar mainset beragama dan berpikir kaum Muslim sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi-sekularisme-liberalisme, faktanya, demokrasi, sekularisme, HAM, pluralisme, dan hukum-hukum non syariah dalam banyak hal bertentangan dengan Islam.

Bahkan, pluralisme, sekularisme, dan liberalisme, secara resmi dianggap sebagai paham yang bertentangan dengan ajaran Islam oleh Majelis Ulama Indonesia. Hak asasi manusia yang bertumpu pada liberalisme, dalam prakteknya juga bertentangan dengan Islam. Lebih-lebih lagi, Islam tidak pernah memiliki masalah dengan toleransi dan kemajemukan. Islam memiliki sistem keyakinan dan hukum (akidah dan syari'ah) sendiri yang mampu memberi solusi atas seluruh problem manusia, termasuk pluralitas. Akidah dan syari'ah terbukti sanggup menciptakan keadilan, keamanan, dan kesejahteraan, serta mengantarkan manusia ke puncak peradaban. Sebaliknya sekularisme-liberalisme yang bertumpu pada materialisme (paham berpusat pada materi) dianggap, bahkan oleh pemikir-pemikir Barat sendiri, sebagai sumber problem kemanusiaan.

Moderasi agama dan Islam moderat ala Rand Corporation, tidak hanya salah sasaran, tetapi juga memaksakan cara pandang baru terhadap ajaran Islam. Alih-alih menyelesaikan problem kekerasan, radikalisasi dan intoleransi, proyek moderasi agama justru menunjukkan intoleransi Barat terhadap ajaran Islam. Lebih dari itu, moderasi agama justru memunculkan intoleransi baru, radikalisme baru, serta truth claim baru. Islam moderat dengan berbagai istilah, seperti Islam wasathiyah, Islam Nusantara, Islam inklutif, dan istilah-istilah lain, lebih banyak membawa mafsadat dan madlarah bagi Islam dan kaum Muslim. Pengarutamaan moderasi agama dan Islam moderat ala Rand Corporation sudah selayaknya ditinjau ulang.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar