DILEMA PARA WANITA MULIA


Oleh: Umi Alea (Jembrana)

Wanita di dalam agama Islam menempati posisi yang sangat terhormat serta terlindungi. Wanita diciptakan oleh Allah sebagai mahluk yang dimuliakan, posisi tersebut disematkan karena wanita adalah sebagai madrasatul uulaa, atau madrasah pertama bagi penerus yang dihasilkannya. Wanita adalah sebuah karunia, bersamanya, kaum laki-laki akan mendapatkan ketenangan lahir dan batin, dapat menyuplai energi positif yang sangat bermanfaat melalui cinta, kasih sayang yang dapat membangkitkan semangat dan motivasi hidup. Rasulullah SAW dalam sebuah sabdanya menyebutkan bahwa wanita shalih bahkan kedudukannya lebih baik 70.000 kali lipat dibandingkan dengan bidadari surga, disebabkan oleh amal yang mereka kerjakan di dunia.

Bahkan saking berharganya wanita, diberikanlah pengecualian dalam beribadah, yaitu pada saat mengalami haid dan nifas, mereka tidak menjalankan ibadah sholat dan puasa, rasa sakit yang mereka rasakan menjadi kafaroh/tebusan bagi dosa-dosa yang pernah dilakukannya di masa terdahulunya. 

Pengorbanan dan perjuangan wanita pada saat hamil dan melahirkan dihadiahi oleh Allah dengan pahala yang setara dengan pahala jihad, surgapun berada di bawah telapak kaki ibu, yang sudah tentu itu adalah seorang wanita. Dalam Al Qur’an pun ada sebuah surat yang khusus membahas tentang wanita. 

Demikian terjaganya dan berharganya wanita dalam Islam sehingga turun larangan-larangan bagi kaum hawa ini, diantaranya tidak boleh bercampur baur, tidak terlalu sering keluar rumah, harus berbusana tertutup rapat, tidak berlenggak lenggok, tidak bersuara mendayu-dayu, dan banyak lagi, tetapi itu semua bukanlah sebagai bentuk pengekangan seperti yang selalu dihembus-hembuskan oleh musuh Islam dan para feminis. Justru hal tersebut adalah sebagai bentuk penjagaan kehormatan bagi wanita.

Mirisnya, yang terjadi saat ini justru kebalikannya, di era modern ini, fitrah wanita yang seharusnya berada dalam lindungan keluarganya dan negaranya telah terkoyak. Emansipasi yang ditiup-tiupkan oleh para penggagas feminisme modern, dan juga keterhimpitan ekonomi menjadi penyebab utama jatuhnya martabat wanita. Tidak sedikit kita dengar atau kita lihat wanita yang terpaksa atau dipaksa berkiprah di luar rumah hingga melebihi batasan kebolehan dalam Islam. Mereka diperbudak oleh kesulitan ekonomi yang kian meruncing di negara ini. Para suami atau bapak-bapak atau anak-anak lelakinya tidak dapat menjadi benteng yang melindungi mereka. Bahkan tak jarang merekalah yang menjadi belatinya, alih-alih menjadi perisainya.

Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Semua tak lepas akibat dari kebijakan pemerintah yang diberlakukan, terbatasnya lapangan pekerjaan untuk laki-laki tetap menjadi alasan utama hingga akhirnya para istri dan wanita-wanita saat ini mengorbankan keamanan dirinya untuk berdiam diri di dalam rumah dengan menjadi pekerja di luar rumah. 

Fakta juga, lihatlah iklan-iklan lowongan pekerjaan lebih banyak mencantumkan gender wanita dalam persyaratannya, fakta juga terlihat di pasar-pasar, mall-mall, kantor-kantor, SPBU, tukang sapu, tukang ojek bahkan tukang batu sekalipun jumlah pekerja terbanyaknya adalah wanita.

Kita tidak sadar bahwa kondisi tersebut memang telah diatur sedemikian rupa oleh musuh-musuh islam, oleh mereka yang tidak menginginkan bangkitnya umat islam sebagai pemimpin dunia, sebagai pengatur dunia. Wanita-wanita yang tergabung dalam organisasi feminisme modern itu terbuai oleh untaian kata-kata mutiara yang seolah-olah menjadikan emansipasi berlebih itu adalah sebuah kemuliaan. Padahal sejatinya, mereka sedang menginjak-injak harga diri mereka sendiri. 

Pemikiran wanita digiring agar berpola pikir seperti yang mereka inginkan, yaitu menjadi wanita karier yang modern, yang mandiri, yang tidak bergantung pada kaum laki-laki. Mereka menanamkan keyakinan pada para wanita bahwa hanya menjadi ibu rumah tangga adalah hal memalukan, kuno dan tidak berharga. Lebih parah lagi, mereka menanamkan pada diri para ibu agar tidak menyusui anaknya karena dapat mempengaruhi kesempurnaan penampilan, bahkan ada juga yang mempengaruhi mereka agar tidak hamil karena akan merusak bentuk tubuh. 

Tugas utama wanita sebagai seorang istri yang harus tinggal dalam rumah dan sebagai ibu yang menjadi pendidik pertama bagi anak-anaknya akhirnya terbengkalai, lagi-lagi mereka para penggiat hancurnya islam sukses memenangkan perang pemikiran melawan muslim, tercecernya pendidikan anak, kacaunya romantisme dalam berumah tangga, keadaan rumah yang berantakan akibat kesibukan wanita di luar rumah, dan masih banyak lagi upaya-upaya blok barat untuk menyesatkan pemikiran para muslimah, mengelabui hati kecil agar berpaling dari fitrahnya. 

Disinilah diperlukannya benteng-benteng pertahanan yang kuat, yang harus dibangun bersama, berkolaborasi antara keluarga sebagai ring terkecil dalam bermasyarakat hingga ke tingkat ring terluar yaitu negara. Di dalam naungan khalifah dalam sistem pemerintahan kekhilafahan, akan dapat dikembalikan derajat kemuliaan wanita, akan diberlakukan lagi aturan-aturan sesuai syariat islam, tanpa syarat, tanpa tapi, tanpa nanti. Khalifah akan memastikan semua berperan dan berfungsi sebagaimana porsinya dan sebagaimana mestinya. Seorang suami akan berperan sebagai suami plus dengan segala macam tanggung jawab, hak dan kewajiban yang harus dilaksanakannya. Apabila melanggar, maka khalifah akan menyangsinya, demikian juga peran istri, anak, orang tua dan semua orang, akan diatur dan harus teratur sesuai dengan tuntunan rasulullah dalam berkeluarga, bermasyarakat dan bernegara.

Khalifah dalam sistem kekhilafahan adalah pelindung umat yang sesuai syariat. Ingatlah sebuah kalimat, bahwa apapun itu, apabila tidak sesuai dengan syariat agama islam, maka akan berakibat buruk. Apapun itu.

Wallahua’lam bishowwab.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar