Ketidakseriusan Memberantas Perjudian


Oleh : Wahyuni Mulya (Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
 
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah menyatakan bahwa Indonesia darurat judi online. Hal ini dikarenakan judi online telah merebak sangat pesat di tengah-tengah masyarakat. 
Masyarakatpun diminta untuk terlibat aktif melaporkan keberadaan situs judi online, maupun pihak-pihak yang terang-terangan mempromosikannya. Termasuk seperti kasus adanya situs judi online yang menjadi sponsor penyelenggaraan kegiatan masyarakat. 

Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi sempat memperkirakan bahwa kerugian masyarakat akibat judi online mencapai Rp 2,2 triliun untuk satu situs saja. Dengan begitu kerugian per tahunnya bisa mencapai Rp 27 triliun. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers Update terkait Pemberantasan Judi Online, Selasa (8/8/2023). 

Budi mengungkapkan ada 886.719 konten judi online yang diblokir sejak Juli 2018 hingga 7 Agustus 2023. Sementara itu kurang dari sebulan sejak 17 Juli ada lebih 40 ribu konten yang juga terjaring Kominfo.
 
Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika) Kominfo juga telah membuat satgas khusus yang bekerja 24 jam dengan tiga sif untuk memberantas situs-situs judi online. Dari sisi aliran dana, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memiliki kewenangan untuk memblokir rekening yang terkait dengan judi online. Namun, untuk urusan ini memang belum dibikin satgas khusus di OJK.

 
Butuh Keseriusan Memberantas Perjudian

Pemberantasan judi online oleh pemerintah memang masih jauh dari maksimal. Bukan rahasia lagi jika banyak oknum aparat terlibat dalam pengamanan judi online tetapi nihil penanganan dan pengusutan. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa banyak pihak terlibat dalam transaksi judi online, termasuk oknum aparat. Lantas, bagaimana bisa memberantas tuntas jika banyak pihak justru melindungi? 

Dalam UU 11/2008 pasal 27 ayat (2) tentang ITE, sebagaimana diubah dengan UU 19/2016 (UU ITE), disebutkan adanya larangan bagi setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dokumen elektronik yang bermuatan perjudian. Sanksi pidananya berupa penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
 
Diakui ataupun tidak, hukum sekuler memang meniscayakan untuk melegalkan perjudian. Hukum sekuler bekerja bukan berdasarkan standar halal haram, melainkan berdasarkan kebermanfaatan. Bisa saja suatu saat judi online dipandang bermaslahat sehingga keberadaannya bukan lagi sesuatu yang harus dilarang.
 
Beberapa figur publik juga mulai mendukung pelegalan judi online. Sebut saja Deddy Corbuzier dan Roy Shakti yang pada podcast-nya setuju judi online dilegalkan dengan alasan bukan penipuan dan ada sisi hiburannya.
 

Perjudian Menyusupi Pemerintahan

Merasa di atas angin, pelaku judi onlinepun semakin melebarkan sayap bahkan mereka menyusup di situs milik pemerintah. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan ada beberapa hal yang jadi faktor kerentanan situs pemerintah kerap tersusupi konten judi online. 

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan penyebab situs pemerintah domain go.id disisipi konten perjudian, selain karena faktor kurangnya pemahaman keamanan siber, juga banyak domain yang sudah tidak aktif digunakan. Selain itu, pelaku judi online tahu bahwa Kemenkominfo tidak mungkin memblokir situs pemerintah.
 
Sungguh memalukan sekaligus memilukan ketika negeri muslim terbesar di dunia ini seakan menjadi surga bagi aktivitas judi online, parahnya lagi ada juga yang memuat pornografi. Ini menunjukkan bahwa negeri kita sekuler akut sehingga enggan menampilkan Islam sebagai solusi bagi permasalahan kehidupan. 
 
Di sisi lain, moderasi beragama dan sekularisasi dunia pendidikan malah digencarkan, padahal nyatanya sama sekali nihil solusi bagi krisis multidimensi di tengah umat.


Islam Mengharamkan Judi Online

Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).
 
Semestinya, standar perbuatan umat muslim adalah halal haram. Ia wajib meninggalkan segala keharaman walaupun secara kasat mata dipandang menguntungkan. Perbuatannya akan senantiasa terikat syariat Islam. Segala perbuatannya akan selalu berharap dalam ridha Allah Taala. Inilah ciri-ciri orang bertakwa, meninggalkan semua larangan-Nya dan melaksanakan semua perintah-Nya.
 
Pemberantasan judi online harus dilakukan dengan keseriusan, diawali dari perubahan mindset bahwa judi terlarang bukan karena bahayanya saja, melainkan karena hal itu merupakan larangan Allah Taala. Dengan begitu, orang mukmin akan meninggalkan aktivitas tersebut. Aparat pun akan menjadi garda terdepan dalam memberantas kemaksiatan yang merusak masyarakat, termasuk judi online.
 
Terungkapnya pusaran judi online menunjukkan betapa rusaknya sistem sekuler. Hal ini tentu saja berdampak pada generasi, sebagai pelaku dan penikmat yang tidak kalah rusak akibat sesatnya sekularisme. Judi online, seolah akan mendapat cuan hingga triliunan, tetapi nyatanya jebakan. Seperti itukah jalan hidup yang kita harapkan?
 
Dalam Islam, kondisi ini mampu diberantas dengan menerapkan aturan Islam kaffah oleh negara. Negara dengan sistem Islam tidak akan memberikan celah bagi transaksi-transaksi ekonomi yang diharamkan syariat, termasuk judi, apa pun bentuknya, baik online maupun offline.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar