Khilafah Peduli Generasi, Bullying Mustahil Terjadi


Oleh : Diyah Aulia Cahyani (Mahasiswi STEI Hamfara Yogyakarta)

Kasus bullying pada anak usia sekolah terus menjadi masalah serius di Indonesia. Belakangan ini, terjadi beberapa kasus kekerasan terhadap anak yang membuat ramai jagat maya. Kasus bullying di Cilacap, Jawa Tengah, yang telah menarik perhatian nasional, hanyalah salah satu contoh dari masalah ini yang mencuat ke permukaan publik. Yang menjadi sorotan, kasus kekerasan ini tidak terjadi Khilafah sekali, tapi berulang di tempat yang berbeda. Mirisnya, pelaku kekerasan juga merupakan teman sebaya dan sempat terjadi di lingkup satuan pendidikan (tirto.id, 22/10/2023) 

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas siswa yang mengalami perundungan, atau yang sering disebut sebagai bullying, di Indonesia adalah laki-laki. Persentase kasus bullying di kategori siswa kelas 5 SD pada siswa laki-laki mencapai 31,6 persen, sementara siswa perempuan mencapai 21,64 persen dan secara nasional sebesar 26,8 persen. Sedangkan persentase kasus bullying di kategori siswa kelas 8 SMP pada siswa laki-laki mencapai 32,22 persen, yang merupakan angka tertinggi di antara semua kategori kelas dan jenis kelamin. Sementara siswa perempuan mencapai 19,97 persen, dan secara nasional mencapai 26,32 persen. 

Sebagai wujud keterpanggilan sebagai warga negara, Mantan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk periode 2017-2022, Prof Susanto telah meluncurkan Gerakan Pelopor Anti Bullying yang diselenggarakan oleh sang juara melalui Olimpiade Anti Bullying tingkat nasional bagi pelajar tingkat SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA dengan syarat peserta yang ingin menjadi pelopor anti bulliying harus mengikuti langkah-langkah tertentu yang telah ditetapkan (republika, 21/10/2023)

Walaupun sudah banyak Aturan yang ditetapkan negara, namun angka bullying masih tinggi. Hal ini karena faktor penyebab terjadinya kasus bullying sangat kompleks. Maka tidak akan cukup hanya sekedar dengan Gerakan Pelopor anti Bullying. Solusi komprehensif dan peran serta semua pihak sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan bullying secara tuntas. 

Solusi komprehensif untuk menuntaskan masalah akan tercapai jika kita mampu mengidentifikasi akar masalahnya. Apabila kita amati, setidaknya ada tiga faktor penyebab mengakarnya kasus bullying ini. Pertama, keluarga. Orang tua yang sering cekcok hingga terabaikannya kewajiban pengasuhan mendorong anak mencari perhatian di luar rumah. Padahal pola asuh sangat penting untuk membentuk kepribadian anak, menanamkan akidah Islam,  dan rasa cinta kepada agama. 

Kedua, sekolah dan masyarakat. Pengawasan dari pihak sekolah yang kurang baik dan kurikulum sekuler yang hanya fokus pada nilai akademik dan menjauhkan nilai agama membuat anak krisis adab dan menyuburkan kasus bullying. Sikap egois, individualis, dan masa bodohnya masyarakat terhadap lingkungan sekitar menjadi penghambat terciptanya lingkungan yang 'sehat' bagi anak. Ketiga, media. Banyak sekali media yang menyuguhkan konten yang mengandung kekerasan fisik seperti game dan tontonan sehingga terbesit dalam benak mereka rasa ingin melakukan hal tersebut. 

Maka dalam hal ini diperlukan peran negara untuk mengambil dan memutuskan kebijakan. Namun naasnya kebijakan hari ini masih mengutamakan keuntungan materi dan tidak menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman. Ketiga faktor tersebut bisa terjadi karena bercokolnya sistem sekuler liberal yang memisahkan kehidupan dengan agama. Sehingga manusia kehilangan arah dan tidak paham hakikat penciptaan manusia yang sebenarnya. 

Berbeda dengan negara khilafah yang memberikan perhatian besar terhadap generasi sejak usia dini. Peran negara, masyarakat dan keluarga begitu luar biasa dalam membentuk karakter dan kepribadian generasi. Penjagaan khilafah lewat media pada warga negaranya pun luar biasa. Khilafah melarang semua konten media yang merusak baik dalam buku, majalah, surat kabar, media elektronik, dan virtual. Sebagai perisai umat, khilafah berkewajiban menutup semua pintu kemaksiatan. Oleh karena itu, kasus perundungan ini akan mampu dituntaskan ketika adanya pengaturan Islam secara sempurna di seluruh aspek kehidupan.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar