Oleh : Cita Asih Lestari (Pegiat Literasi Ciamis)
Genosida di Gaza
Saat ini, wilayah Gaza memang nyaris luluh lantak. Betapa tidak, hampir sebulan penuh tanah ini dibombardir militer zionis laknatullah atas bantuan penuh Amerika. Kementerian Kesehatan yang dikelola Hamas mengatakan bahwa jumlah korban tewas di Gaza per Selasa (7/11/2023) telah mencapai 10.328 orang, bertambah lebih dari 300 orang dalam sehari.Jumlah korban tersebut mencakup lebih dari 4.200 anak-anak.
Jumlahnya diduga kuat akan terus bertambah, mengingat masih banyak korban tertimbun di bawah reruntuhan gedung yang nyaris rata dengan tanah. Sementara itu, pada saat yang sama, militer Zionis tidak henti-hentinya menyerang, membasahi tanah Gaza dengan darah harum para syuhada.
Seruan Netanyahu untuk bertempur habis-habisan tampaknya memang bukan bualan semata. Kejumawaannya benar-benar terusik, saat pejuang Gaza ternyata menang banyak dalam operasi jihad kolosal “Taufan al-Aqsha”.
Ia gagal mempertahankan opini umum bahwa penjajahan Zionis atas Palestina, termasuk Gaza, adalah keniscayaan sejarah yang harus diterima dunia. Ia juga gagal menunjukkan bahwa semua sumber daya yang dimilikinya, termasuk senjata canggih dan tentara elite yang disiapkan untuk merebut seluruh tanah Palestina, termasuk Gaza, tidak mungkin kalah oleh entitas jajahannya.
Itulah kenapa Netanyahu dan kelompok Zionisnya begitu kalap menghadapi semangat perjuangan yang kian subur di jalur Gaza. Mereka abaikan semua konvensi internasional yang mengatur tentang perang pada masyarakat yang katanya berperadaban. Mereka menggempur Gaza secara brutal tanpa pilih-pilih sasaran. Bahkan pengungsian, rumah sakit, sekolah, masjid, dan gereja pun tanpa ampun mereka hancurkan.
Wajar jika mayoritas korban adalah warga sipil, terutama anak-anak dan perempuan. Di antara mereka, ada ratusan tenaga medis, relawan kemanusiaan, dan jurnalis internasional. Saat kecaman dunia datang secara bergelombang, mereka melakukan playing victim untuk menutup segala kebohongan.
Alhasil hingga sekarang, penduduk Gaza dituntut terus meningkatkan kesabaran. Mereka yang masih hidup harus menunggu nasib tanpa kepastian, bertahan di tengah persediaan logistik, seperti makanan, air, listrik, gas, obat-obatan, dan kebutuhan lain yang terus berukurang.
Namun, masyaallah, mereka tampak rida dan pasrah atas ketentuan Allah Taala. Mereka tetap teguh dalam keimanan dan terus bertahan, seraya tetap mendukung para pejuang agama Allah dengan darah, air mata, dan doa berkepanjangan.
Respon atas Genosida
Permasalahan Palestina ini menghasilkan berbagai macam respon di seluruh dunia.Masyarakat internasional mengutuk setiap serangan yang dilancarkan oleh entitas yahudi. Gelombang protes menjalar di seluruh dunia. Kita akan melihat bahwa respon yang terlihat berdasarkan pemahaman yang mereka miliki.
Permasalahan Kemanusiaan
Ketika masyarakat dunia internasional melihat ini sebagai masalah kemanusiaan. Maka respon mereka adalah dengan mendesak para aktor negara untuk mewujudkan gencatan senjata secepatnya. Hal inilah yang menggema di dunia internasional. Mereka melihat permasalahan Palestina ini sebagai masalah wujud dari ketidakadilan entitas yahudi yang membumi hanguskan dan membantai rakyat palestina. Titik protes massa semakin membesar bahkan dijantung negara adidaya seperti Amerika.
Inggris lautan massa juga tidak terbendung mereka mengutuk aktor negara karena menjadi salah satu sponsor utama pendukung entitas Yahudi. Kondisi yang di luar nalar manusia, kelaparan dan pembantaian mendorong mereka mengerahkan bantuan kemanusiaan. Hal itu tak banyak membantu karena entitas Yahudi terus melakukan genosida dan membatasi bantuan yang masuk.
Permasalahan Perbatasan
Serangan entitas Yahudi yang membabi buta ini membukakan mata dunia bahwa ada ketidakadilan di Palestina selama puluhan tahun. Kedatangan entitas Yahudi pada abad ke 19 telah membuat Palestina kehilangan haknya sebagai penduduk asli. Pada 29-31 Agustus Theodor Herzl memimpin kongres zionis pertama. Mereka menyepakati langkah langkah untuk mendirikan negara Yahudi di Palestina yang saat ini dikuasai Turki Utsmani. Imigran Yahudi mulai berdatangan ke Palestina dan membeli tanah-tanah warga Arab yang sudah berabad-abad tinggal lebih dulu di Palestina. Pada 29 November 1947 PBB mengeluarkan resolusi 181 yang membagi Palestina menjadi dua negara. Dunia melihat ini sebagai permasalahan perbatasan maka solusi yang ditawarkan adalah solusi dua negara. Dengan harapan sama sama seimbang baik Palestina atau Yahudi mendapatkan hak yang sama. Solusi dua negara atau two state ini seakan adil dan menjadi jalan tengah bagi konflik selama puluhan tahun ini.
Permasalahan Penjajahan
Ketika dunia melihat sejarah dengan lebih teliti maka akan didapatkan satu kesimpulan. Bahwa penjajahan puluhan tahun telah dilakukan dan hal itu direstui oleh dunia internasional. Sebagai seorang muslim kita harus tahu bahwa soal Palestina ini bukan sekedar penjajahan tapi permasalahan agama yang berkaitan dengan status tanah Palestina sebagai bagian dari tanah Syam.
Secara historis Palestina menjadi tanah kaum muslimin karena jihad fi sabilillah. Selamanya tanah Palestina menjadi tanah kharajiyah karena dibebaskan dengan perang. Palestina pertama kali dibebaskan dengan jihad kaum muslimin di bawah kepemimpinan Khalifah Umar Bin Khattab. Pada era Khilafah inilah Palestina menjadi bagian tanah kaum muslimin. Selanjutnya pada era Shalahuddin Al Ayyubi. Palestina kembali dibebaskan. Palestina kembali ke pangkuan kaum muslimin dengan cara yang sama yakni dengan jihad dibawah komando Khilafah Islam. Tanah Palestina berbeda dengas Indonesia. Rakyat Indonesia memeluk Islam dengan damai hanya dengan dakwah tanpa ada jihad. Karena itu solusi untuk Palestina hanya jihad. Tapi bukan sembarang jihad. Melainkan jihad dibawah komando Khalifah. Jihad di bawah naungan Daulah Khilafah.
Tidak hanya sebagai tanah kharajiyah tapi Palestina pun memiliki keutamaan dan sejarah penting.
Pertama: tanah wahyu dan kenabian. Ibnu Abbas menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda, "Para nabi tinggal di Syam dan tidak ada sejengkal pun kota Baitul Maqdis kecuali seorang nabi atau malaikat pernah berdoa atau berdiri di sana.” (HR at-Tirmidzi).
Kedua: Tanah kiblat pertama. Arah kiblat pertama bagi Nabi Muhammad saw. dan kaum Muslim adalah Baitul Maqdis (al-Quds) sampai Allah SWT menurunkan wahyu untuk mengubah kiblat ke arah Ka’bah (QS al-Baqarah [2]: 144).
Ketiga: Masjid al-Aqsha adalah tempat suci ketiga bagi umat Islam dan satu dari tiga masjid yang direkomendasikan Nabi saw. untuk dikunjungi. Beliau bersabda, “Tidaklah diadakan perjalanan dengan sengaja kecuali ke tiga masjid: Masjidku ini (Masjid Nabawi di Madinah), Masjidil Haram (di Makkah) dan Masjid al-Aqsha.” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Rasulullah saw. pun bersabda, “Sekali shalat di Masjidil Haram sama dengan 100.000 shalat. Sekali shalat di Masjidku (di Madinah) sama dengan 1000 shalat. Sekali shalat di Masjid al-Aqhsa sama dengan 500 shalat.” (HR ath-Thabrani dan al-Bazzar).
Keempat: Tanah ibukota Khilafah. Yunus bin Maisarah bin Halbas bahwa Nabi Muhammad saw. pernah bersabda, “Perkara ini (Khilafah) akan ada sesudahku di Madinah, lalu di Syam, lalu di Jazirah, lalu di Irak, lalu di Madinah, lalu di al-Quds (Baitul Maqdis). Jika Khilafah ada di al-Quds, pusat negerinya akan ada di sana dan siapa pun yang memaksa ibukotanya keluar dari sana (al-Quds), Khilafah tak akan kembali ke sana selamanya.” (HR Ibn Asakir).
Kelima : Tanah Ribath sabda Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam, “Seorang berjaga di daerah-daerah perbatasan kaum muslim selama satu hari karena Allah adalah lebih baik baginya daripada dunia dan semua yang ada di atas dunia ini. Dan satu tempat untuk meletakkan cambuk dari salah seorang di antara kalian di surga itu lebih baik daripada dunia dan apa yang ada di dalamnya. Dan seorang yang keluar dari rumahnya dalam rangka untuk berjihad di jalan Allah, baik di waktu pagi atau sore, adalah lebih baik daripada dunia dan apa yang ada di atasnya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu ‘anhu)
Mereka pun tentu bersemangat melaksanakan jihad dan ribath, tatkala membaca hadis Nabi saw. tentang keutamaan Gaza. Rasulullah saw. bersabda,
فعليكم بالجهاد وإن أفضل جهادكم الرباط وإن أفضل رباطكم عسقلان
“Maka atas kalian kewajiban berjihad, dan sesungguhnya jihad kalian yang paling utama adalah ribath menjaga perbatasan, dan sesungguhnya ribath kalian yang paling utama adalah di Asqalan.”(HR Thabrani, sanadnya sahih menurut Al-Albani).
Asqalan berjarak 12 mil dari Gaza, dan sejak pembebasan wilayah Syam, Gaza termasuk wilayah Asqalan.
Jihad Sebagai Solusi
Tentang nasib rakyat Palestina, almarhum Syaikh Ahmad Yasin memberikan dua alternatif: menyerah kalah atau terus melawan! Kalau rakyat Palestina mau hidup di bawah penjajahan Israel maka pilihannya menyerah. Jika mereka mengharap kemerdekaan dan kehidupan mulia di kemudian hari, pilihannya hanya melawan!
Sebuah wawancara di Majalah Al-Mujtama' Kuwait dalam Peringatan 15 Tahun Hamas beberapa tahun lalu memperlihatkan bagaimana sikap Syaikh Ahmad Yasin terhadap upaya perdamaian yang selama ini sering digembar-gemborkan banyak pihak. Hal itu hanya bentuk kekalahan "banci" yang justru akan melenyapkan hak-hak fundamental bangsa Palestina.
Kita harus mengetahui bahwa operasi-operasi jihad dan perlawanan telah memberikan bangsa Palestina haknya untuk eksis dan membela diri…Kita (bangsa Palestina) maju jauh (dari kondisi dulu) dan musuh mundur karena operasi-operasi jihad dan resistensi. Mereka menginginkan kita menghentikan operasi-operasi ini untuk memecah tekad bangsa untuk hidup merdeka. Negeri kita dijajah dan ingin kita bebaskan. Kita tidak menghabisi bangsa Yahudi atau orang selain kita, tetapi yang kita inginkan adalah Negara Islam di atas negeri dan hak kita.
Kata-kata Syaikh Yasin ini memang akhirnya dibuktikan oleh beliau sendiri dengan gerakan HAMAS-nya. Selain beliau yang gugur sebagai syahid, banyak pula tokoh-tokoh HAMAS lain yang juga syahid seperti Imad Aqil, Yahya Ayyash, Muhyiddin Syarif, Rantisi, dll; bahkan termasuk anak-anak di bawah umur yang terjun ke medan perang dengan gagah berani.
Di mata Syaikh Ahmad Yasin, kesyahidan mereka tidak membuat spirit juang bangsa Palestina kendor dan buyar. Ketika Ayyash syahid, arsitek-arsitek lain tumbuh bagai jamur. Ketika satu pejuang syahid, seribu pejuang baru muncul. Kemenangan terwujud atau mati syahid. Generasi pejuang sekarang ini antri untuk mempersembahkan jiwa dan raganya di jalan jihad walau perjalanan masih panjang. Memang jalan penuh dengan bahaya dan kematian syahid adalah jalan menuju kemenangan.
Kini Palestina menunggu generasi masa depan, yaitu jail at-tahrir (generasi pembebas). Tidak ada kekuatan dunia yang dapat mematahkan perlawanan intifadhah (jihad); tidak AS, Inggris atau Israel; tidak pula kekuatan lain di dunia.
Benih-benih arus gerakan Islam mulai tumbuh di wilayah-wilayah Palestina terjajah tahun 1948 pasca perang tahun 1967. Para tokoh yang terlibat dalam gerakan ini di antaranya adalah Syaikh Ahmad Yasin, Hamid Baitawi, Muhammad Fuad Abu Zaid, Ahmad Haj Ali dan Said Bilal.
Secara umum arus gerakan Islam ini mengadopsi pemikiran dan manhaj Ikhwanul Muslimin, bercita-cita jauh ke depan guna mendirikan Daulah Islamiyah di seluruh muka bumi. Selain itu tentu mereka terus bersemangat untuk berjihad melawan musuh, bahkan mereka telah mendirikan keluarga jihad (usrah al-jihad) sejak tahun 1979.
Pentingnya Khilafah
Kaum Muslim harus sadar bahwa isu Palestina adalah isu Islam. Dengan seluruh kenyataan di atas, maka cara satu-satunya bagi umat untuk memandang Palestina adalah melalui perspektif Islam.
Kita harus bekerja bersama umat untuk menyangkal seruan kepada kaum Muslim dan para penguasa Muslim, yang berusaha memberikan bingkai nasionalisme atas krisis Palestina; dari “isu Islam”, berubah menjadi sekadar “isu Arab”, kemudian berubah lagi menjadi hanya “isu Palestina”, dan sekarang hanya menjadi “isu Gaza”. Padahal nasionalisme yang berbasiskan ‘ashabiyah sejatinya adalah ide jahat yang bisa menghancurkan umat.
Kaum Muslim tentu rindu melihat wilayah Palestina dibebaskan dari pemerintahan entitas yahudi. Agar hal ini bisa terlaksana, umat memang membutuhkan seorang khalifah, pemimpin seluruh kaum Muslim. Sebab, Rasulullah saw. telah bersabda, “Imam (Khalifah) adalah perisai, di belakangnya kaum Muslim berperang dan berlindung". (HR Muslim).
Di sinilah pentingnya umat ini untuk serius dan sungguh-sungguh untuk memperjuangkan kembalinya Khilafah ‘ala Minhaj an-Nubuwwah.
Hanya dengan Khilafahlah Palestina bisa dibebaskan dan dimerdekakan secara nyata. Karena itu sungguh penting bagi kita merenungkan kembali pernyataan bernas dari Syaikh Ahmad Yasin, sang ‘Amir Syuhada’, dalam salah satu kutipan khutbahnya:
Umat ini tidak akan pernah memiliki kemuliaan dan meraih kemenangan kecuali dengan Islam. Tanpa Islam tidak pernah ada kemenangan. Kita selamanya akan selalu berada dalam kemunduran sampai ada sekelompok orang dari umat ini yang siap menerima panji kepemimpinan yang berpegang teguh dengan Islam, baik sebagai aturan, perilaku, pergerakan, pengetahuan, maupun jihad. Inilah satu-satunya jalan. Pilihlah oleh Anda: Allah atau binasa!
‘Ala kulli hal, seluruh komponen bangsa ini sejatinya peduli dengan krisis Palestina. Jika tidak, kita sesungguhnya telah ‘berkhianat’ kepada bangsa Palestina, saudara sesama Muslim; kepada Umar bin al-Khaththab ra. yang telah membebaskan Tanah Palestina untuk pertama kalinya; kepada Sultan Abdul Hamid II dan para khalifah yang beratus-ratus tahun mempertahankan Bumi Palestina; kepada Syaikh Ahmad Yasin dan para syuhada yang telah mempersembahkan darah dan nyawanya demi kemerdekaan Palestina; bahkan kepada Allah SWT dan Rasul-Nya yang telah menetapkan Palestina sebagai tanah wakaf milik kaum Muslim. Karena itu marilah kita mengakhiri ‘pengkhianatan’ kita, dengan terus berupaya memerdekakan Palestina hingga benar-benar merdeka, tentu dengan kemerdekaan yang sejati! Wallahu a’lam bishshawab. []
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar