Oleh : Ummu Hayyan, S.P. (Pegiat Literasi Ciamis)
Miras, lagi-lagi memakan korban jiwa. Baru-baru ini terjadi pada dua orang warga Kota Banjar, Jawa Barat yang tewas diduga usai pesta Minuman Keras (Miras), Sabtu (4/11/2023).pasundannews.com
Kedua korban tersebut yakni AB (45) warga Dusun Pabuaran, Desa Karyamukti dan YT (52) warga desa Batulawang. Keduanya sempat mendapatkan perawatan di Puskesmas Pataruman II, namum sayang nyawa mereka tidak tertolong. Rekan korban, Gintara Ginting mengatakan bahwa sebelum meninggal, korban meminum miras di lokasi hajatan warga hari kamis lalu. Ginting menambahkan, kedua korban menenggak miras bersama 13 orang lainnya. Bahkan beberapa teman korban sempat menolak dan mengembalikan miras yang dibeli lantaran rasanya yang berbeda.
Kasus konsumsi miras berujung kematian bukan kali ini saja terjadi. Namun sudah sering terjadi. Bukan hanya menyebabkan pelakunya terbunuh, seringkali peminum miras melakukan pembunuhan akibat hilang kendali diri.
Hal ini sejatinya menggambarkan buruknya kondisi masyarakat di bawah penerapan sistem kapitalisme-sekuler. Sistem sekuler yang memisahkan agama dan urusan kehidupan ini telah menjadikan kondisi individu masyarakat jauh dari pemahaman Islam Kaffah. Alhasil, aturan agama tidak dijadikan sebagai kaidah berpikir dan sandaran dalam beraktivitas.
Semua ini didukung oleh sistem pendidikan sekuler yang diterapkan di negeri ini. Alhasil, di atas prinsip sekuler dan liberal, negara tidak mengedukasi rakyat untuk memiliki kepribadian Islam. Pendidikan yang ada justru mengajarkan masyarakat untuk berperilaku bebas dan mengejar kenikmatan dunia sebesar-besarnya. Akhirnya, minum minuman keras pun mereka anggap wajar. Bahkan seringkali dijadikan sebagai solusi melepas penat kehidupan atau pelarian dari masalah hidup yang dihadapi.
Ditambah lagi, hingga hari ini belum ada aturan yang tegas dari pemerintah dalam melarang miras, baik miras murni ataupun oplosan. Padahal, miras adalah induk kejahatan. Namun, dengan alasan ekonomi yaitu untuk meningkatkan pendapatan negara, negara mengizinkan para kapitalis atau pemilik modal untuk mendirikan industri miras. Negara juga mengizinkan perdagangan miras di mana saja meski tetap ada aturan yang mengikat. Dengan aturan yang demikian, masyarakat tidak akan mungkin terlepas dari miras.
Di sisi lain, sulitnya masyarakat mendapatkan pekerjaan akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme, menjadikan rakyat mencari jalan pintas untuk bertahan hidup. Salah satunya adalah dengan menjual miras oplosan.
Islam, Solusi Tuntas
Miras atau khamr diharamkan dalam Islam. Berdasarkan hadits Rasulullah SAW, "khamr adalah induk kejahatan dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamr, dia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya atau saudari ayahnya". (HR. Ath Thabrani).
Larangan khamr ini tidak lain adalah untuk penjagaan terhadap akal manusia. Namun hilangnya akal manusia tidak menjadi sebab diharamkannya khamr. Artinya, meski dengan jumlah dan kadar sedikit, konsumsi khamr tetap diharamkan. Zat alkohol yang terkandung dalam khamr memiliki sifat merusak akal manusia. Sementara akal manusia berfungsi untuk berpikir memahami ayat-ayat Allah dan menyelesaikan berbagai problem kehidupan dengan syariat Islam. Jika fungsi akal hilang, maka akan berimbas munculnya kemaksiatan atau kejahatan.
Oleh karena itu, Islam melarang total semua hal yang terkait dengan miras. Mulai dari pabrik atau industri miras, distributor, penjual hingga konsumen atau peminumnya. Rasulullah SAW bersabda : "Rasulullah SAW telah melaknat terkait khamr sepuluh golongan : pemerasnya ; yang minta diperaskan ; peminumnya ; pengantarnya ; yang minta diantarkan khamr ; penuangnya ; penjualnya ; yang menikmati harganya ; pembelinya dan yang minta dibelikan". (HR. At-Tirmidzi).
Akan tetapi perlu dipahami, bahwa segala hukum yang terkait miras mustahil diterapkan dalam sistem kapitalisme hari ini. Oleh karena itu, butuh adanya institusi negara yang menerapkan Islam Kaffah. Negara tersebut akan menyelamatkan umat manusia dari ide yang merusak melalui tiga pilar.
Pertama, ketakwaan individu. Individu akan dikuatkan keimanannya hingga memahami jati dirinya sebagai hamba Allah. Dengan keyakinan bahwa setiap perbuatan akan dipertanggungjawabkan kelak di akhirat. Sistem pendidikan Islam yang diterapkan negara akan sangat mendukung terbentuknya individu masyarakat yang berkepribadian Islam. Hal ini akan menekan dorongan untuk bermaksiat.
Kedua, Kontrol masyarakat. Masyarakat dalam negara Islam sangat memahami syariat Islam. Sehingga keridhoan dan kebencian mereka adalah karena Allah SWT. Masyarakat akan saling menasehati dalam kebaikan dan mencegah kemaksiatan. Mereka tidak akan membiarkan satu individu pun berbuat maksiat sebab mereka saling merangkul untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
Ketiga, Negara, pilar penting yang dapat mewujudkan pilar individu dan masyarakat. Selain menerapkan sistem pendidikan Islam, negara pun akan menerapkan sistem ekonomi Islam yang menyejahterakan masyarakat. Negara akan membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi rakyatnya, khususnya para pencari nafkah. Bahkan negara akan memberi bantuan modal, skill dan informasi bagi yang ingin berwirausaha. Hal ini sekaligus akan mencegah masyarakat membuka lapangan pekerjaan yang haram dan merugikan banyak pihak. Tidak hanya itu, negara akan memberlakukan sanksi bagi pelaku maksiat. Sanksi ini akan memberi efek jera bagi pelaku dan mencegah orang lain melakukan perbuatan serupa.
Demikianlah mekanisme Islam dalam menjauhkan masyarakat dari khamr dan akibat-akibat buruk yang ditimbulkannya.
Wallaahu a'lam bish-shawwab
Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.
0 Komentar