Pemimpin Muslim di Negeri Minoritas Muslim


Oleh: Nuryanti (Jembrana)

Fenomena pemimpin muslim yang memimpin di wilayah minoritas muslim, berkah atau musibah? Ucapan selamat atas kepemimpinan seorang muslim seperti perdana menteri, walikota atau presiden muslim di negeri minoritas muslim memang membawa energi positif. Contohnya di Scotlandia, komunitas muslim merayakan keberhasilan Humza Yousaf sebagai Menteri Utama Scotlandia. Jabatan yang diterimanya dipandang akan memberikan potensi yang bermanfaat terlebih lagi dari komunitas muslim.

Nah kita bisa liat juga saat Singapura dipimpin oleh wanita muslim yaitu Halimah Yacob yang menjabat sebagai presiden Singapura dari tahun 2017-2023. Dia berasal dari kalangan Melayu yang presentasenya hanya 15% di Singapura. 

Begitu juga dengan Samia Suluhu Hassan yang diangkat menjadi Presiden Tanzania pada tahun 2021 menggantikan Presiden John Magufului karena virus corona dan menyebabkannya meninggal pada Maret 2021. Dan kita tahu bahwa Tanzania ini penduduknya bukan mayoritas muslim, penduduk Tanzania adalah mayoritas Kristen sekitar 61,4% dan Muslimnya 35%.

Beberapa kepala negara lain seperti Guyana, seorang muslim yang menjadi kepala negara di Amerika latin dimana penduduknya mayoritas beragama kristen dan Hindu sementara muslim hanya sekitar 6,8% dan berbagai negara-negara lain yang berpenduduk mayoritas non muslim yang dipimpin oleh seorang muslim.

Dengan demikian, apakah fenomena ini disebut berkah ataukah musibah? Dalam hal ini ada 3 poin yang menjadi konsep kepemimpinan yaitu; 
1. Bagaimana kepemimpinan tidak bertumpu pada pemimpinnya (sosok kepala negaranya) dan apa manfaat keberadaan mereka terhadap komunitas muslim, bagaimana kompetisi-kompetisi daya dukung yang lebih besar dalam kehidupan mereka adalah sistem yang dipakai untuk memimpin. Hampir tidak ada yang membahas bagaimana unsur kepemimpinan dengan sistem yang dipakai untuk memimpin.

Yang mendasari tentang aturan atau sistem yang lahir adalah kepemimpinan ideologi yang dipakai bukan dari Islam atau bertentangan dengan Islam, maka sosok individu yang menjabat pada jabatan-jabatan tertentu akan terikat pada ideologi dan aturan yang berlaku. Maka bagaimana bisa kita berfikir akan memberikan kemanfaatan yang besar kepada kaum muslim apalagi terhadap Islam?

2. Celebration atau perayaan yang ditunjukkan oleh komunitas muslim atau oleh banyak pihak terhadap orang yang dirayakannya bukan ujung dari perjuangan. Pemimpin-pemimpin muslim sering kali ditemukan pandangan yang salah tentang konsep politik demokrasi sekalipun tidak di negeri-negeri muslim.

Dari perayaan itu, seolah menunjukkan bahwa demokrasi berhasil mengangkat pemimpin-pemimpin muslim ke tampuk kekuasaan. Bagaimana tidak, dalam demokrasi itu suara terbanyaklah yang dipakai dan dan tidak ada hubungan dengan benar dan salah. Karena itu, ketika calon pemimpinnya beragama Islam maka calon itulah yang dianggap mampu memenuhi keinginan mayoritas masyarakat muslim disana. Padahal, aturan yang berlaku disana tetap aturan liberal.

Bukankah ini sama halnya dengan mempromosikan demokrasi? Tentu sangat berbahaya sekali terus dibiarkan seperti ini.

Bisa jadi, seluruh muslim akan beranggapan bahwa sistem selain sistem demokrasi adalah sistem yang buruk. Dengan mudah mereka menyulut narasi dengan mengatakan bahwa sistem politik Islam yaitu khilafah adalah sebuah sistem yang diskriminatif. Karena dalam sistem Islam, seorang kepala negara mutlak seorang muslim dan tidak ada suara terbanyak. Maka mereka menarasikan pandangan negatif kepada manusia untuk menjauh dari sistem politik Islam. 

3. Bicara tentang manfaat, maka pemimpin muslim tadi akan memberikan kemanfaatan tidak hanya kepada muslim saja tetapi juga yang beragama non muslim juga. 

Kalau bicara masalah keberkahan, tentu bukan keberkahan dengan naiknya pemimpin-pemimpin tadi. Kita justru sangat prihatin anak-anak muslim yang dididik dengan baik justru mereka dimanfaatkan oleh sistem sekuler atau liberal untuk membangun seruan dengan tujuan dan pembangunan di negeri-negeri sekuler.

Tentu kita merindukan generasi Islam memiliki sebuah cita-cita tinggi. Mereka duduk di kursi-kursi penting dalam sebuah kepemimpinan Islam yaitu khilafah. Mereka menyiapkan diri dengan seluruh potensi terbaik agar berkontribusi dan lahirnya kepemimpinan yang berideologi Islam dengan memegang jabatan penting dalam kepemimpinan Islam. Hanya dengan itulah mereka akan mampu membela agamanya demi kemaslahatan kaum muslimin. Mereka bisa menaungi serta mensejahterakan dan memberikan petunjuk kepada mereka yang beragama non-muslim. Sehingga mereka akan berbondong-bondong masuk Islam karena kesejahteraan, kemanfaatan, dan keadilan. Mereka tidak akan mendapatkan perlakuan tidak adil.




Penulis bertanggung jawab atas segala sesuatu di tiap-tiap bagian tulisannya. Dengan begitu, ia jugalah yang akan menanggung risiko apabila terdapat kesalahan atau ketidaksesuaian.

Posting Komentar

0 Komentar